Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Beslah Bahan Baku Produsen Obat

Polisi menggeledah tiga gudang bahan baku produsen obat yang diduga berhubungan dengan kasus gagal ginjal akut. Pemerintah didesak mengaudit keseluruhan proses registrasi obat. 

4 November 2022 | 00.00 WIB

Petugas Kepolisian dan Petugas Dinas Kesehatan Sukoharjo melakukan pengecekan obat berbahan cair atau sirop saat kegiatan Sidak Apotek di Sukoharjo, Jawa Tengah, 24 Oktober 2022. ANTARA/Mohammad Ayudha
Perbesar
Petugas Kepolisian dan Petugas Dinas Kesehatan Sukoharjo melakukan pengecekan obat berbahan cair atau sirop saat kegiatan Sidak Apotek di Sukoharjo, Jawa Tengah, 24 Oktober 2022. ANTARA/Mohammad Ayudha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menggeledah tiga gudang obat di Jawa Timur yang diduga sebagai tempat penyimpanan bahan baku.

  • Polisi berhati-hati dalam menetapkan tersangka.

  • Badan Perlindungan Konsumen Nasional akan membentuk tim gabungan untuk mengetahui penyebab gagal ginjal akut dan keterkaitan dengan obat sirop.

JAKARTA – Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menggeledah tiga gudang obat PT Afifarma di Kediri, Jawa Timur, yang diduga sebagai tempat penyimpanan bahan baku. Polisi saat penggeledahan juga menyita di antaranya bahan baku obat jenis etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG), yang berhubungan dengan kasus gagal ginjal akut. “Penggeledahan di tiga supplier PT AF, yakni di PT WWRC, PT TBK, dan PT BA," kata Kepala Bagian Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Nurul Azizah, pada Kamis, 3 November 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Pipit Rismanto, yang memimpin penggeledahan itu, mengatakan, 10 drum bahan baku disita polisi di pabrik tersebut. Sepuluh drum itu kemudian dibawa polisi bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diuji sampel sekaligus memastikan mana saja yang mengandung EG dan DEG, serta melihat kemungkinan cemaran lainnya. "Kami memeriksa 15 saksi. Kasusnya sedang kami dalami sampel produknya," ujar Pipit Rismato saat dihubungi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut dia, polisi berhati-hati menetapkan tersangka dalam kasus ini. Penyidik masih terus mendalami penyelidikan sampel produk dalam kasus ini. "Ini pertanggungjawaban pidana itu akan ada di korporasi atau perorangan nanti. Kami masih mendalaminya," ujar Pipit.

Petugas Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh mengumpulkan obat jenis sirop yang dihentikan sementara distribusinya di gudang farmasi, Banda Aceh, Aceh, 24 Oktober 2022. ANTARA/Irwansyah Putra

Penelusuran Badan Pengawas Obat dan Makanan menemukan bahwa bahan baku yang digunakan PT Afifarma diduga tidak memenuhi persyaratan. Hal itu membuat produk jadi atau edar yang diuji, yakni Paracetamol Drops, Paracetamol Syrup Rasa Peppermint, dan Vipcol Syrup, mengandung EG yang melebihi ambang batas.

Terhadap semua produk sirop cair PT Afifarma yang menggunakan empat pelarut propilena glikol, polietilena glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol, BPOM meminta dilakukan penghentian produksi dan distribusi. BPOM menyerahkannya dengan ditindaklanjuti proses pidana kepada polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PT Afifarma juga dikenai sanksi administratif berupa penarikan dan pemusnahan produk obat.

Pipit Rismanto memastikan PT Afifarma telah menghentikan produksinya saat polisi menggeledah gudang. "Mereka untuk sementara tidak beroperasi karena kasusnya dalam penyidikan," kata dia.

Produk PT Afifarma ini diduga kuat menyebabkan gagal ginjal akut yang mematikan bagi anak. Selain PT Afifarma, terdapat dua produsen lainnya yang diduga memproduksi obat sirop anak mengandung EG jauh di atas ambang batas. Keduanya adalah PT Universal Pharmaceutical Industry yang memproduksi Unibebi Cough Syrup, Unibebi Demam Syrup, dan Unibebi Demam Drops; serta PT Yarindo Farmatama yang memproduksi Flurin DMP Syrup.

PT Yarindo membeli bahan baku propilena glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD dari CV Budiarta. Adapun PT Universal membeli bahan baku propilena glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD dari PT Logicom Solutions.

Penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BPOM telah menyita sejumlah barang bukti kedua industri tersebut. Pada PT Yarindo ditemukan sejumlah barang bukti, yaitu Flurin DMP Syrup (2.930 botol), bahan baku propilena glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD (44,992 kg), bahan pengemas Flurin DMP Syrup (110.776 pcs), serta sejumlah dokumen catatan batch produksi Flurin DMP Syrup dan sertifikat analisis bahan baku propilena glikol.

Adapun pada PT Universal, ditemukan barang bukti berupa Unibebi Demam Syrup 60 ml (13.409 botol), Unibebi Demam Drops 15 ml (25.897 botol), Unibebi Cough Syrup 60 ml (588.673 botol), bahan baku propilena glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD (18 drum), dan sejumlah dokumen (catatan batch produksi Unibebi Cough Syrup, Unibebi Demam Syrup, Unibebi Demam Drops, dan sertifikat analisis bahan baku propilena glikol).

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan telah terjadi dugaan tindak pidana dalam kasus ini. Unsur pidana tersebut yakni memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, sebagaimana diatur Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. “Pelaku diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar," kata Penny kemarin di Kompleks Parlemen DPR.

Saat ini total jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia mencapai 325 kasus hingga kemarin. Dari jumlah itu, 178 anak dinyatakan meninggal atau tingkat kematian 54 persen. Kementerian Kesehatan menyatakan ada senyawa kimia etilena glikol, dietilena glikol, dan etilena glikol butil eter yang masuk ke tubuh anak-anak yang sakit dan meninggal karena gagal ginjal akut tersebut. Dari 325 pasien, Kementerian telah mengumpulkan 232 obat-obatan dan diuji di laboratorium dengan hasil sebagian besar ditemukan adanya senyawa kimia tersebut.

Tempo hingga berita ini ditulis belum mendapat konfirmasi dari PT Afifarma. Upaya meminta konfirmasi dilakukan melalui kontak yang tercantum di web, tapi belum direspons.

Adapun Legal Manajer PT Yarindo Vitalis Jibarus mengatakan kecewa karena BPOM terlalu cepat menyatakan perseroan bersalah menggunakan zat pelarut propilena glikol mengandung EG. "Kami akui memang menggunakan. Tapi sampai saat ini belum ada bukti ada yang meninggal karena produk Flurin," ujarnya saat ditemui di PT Yarindo pada 31 Oktober 2022.

PT Yarindo, kata Vitalis, juga melaporkan setiap ada perubahan bahan baku dan distributor bahan baku kepada BPOM. Dia mengakui ada perubahan untuk pembelian bahan baku dari Jepang ke Thailand. Menurut dia, produk Flurin telah diproduksi selama 20 tahun dan dipastikan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. "Kami ada COA (certificate of analysis)."

PT Yarindo juga masih menunggu hasil penelitian dari Sucofindo. Vitalis menegaskan bahwa PT Yarindo merupakan korban dari distributor bahan baku. Perihal ini, kata Vitalis, perusahaan telah menghentikan produksi Flurin, sementara produksi produk lain tetap berjalan.

PT Universal Pharmaceutical Industries juga sebelumnya telah membantah menggunakan bahan pelarut mengandung EG. Kuasa hukum PT Universal Pharmaceutical Industries, Hermansyah Hutagalung, mengatakan, perusahaan menjadi korban dari distributor bahan baku PT Logicom Solution. "Kami adalah korban penipuan perusahaan yang menyediakan bahan baku," ujar dia saat dihubungi pada 31 Oktober 2022.

Perusahaan lantas melaporkan PT Logicom Solution ke Polda Sumatera Utara atas dugaan penipuan ihwal penyaluran bahan baku obat yang mengandung cemaran etilena glikol (EG) yang melebihi batas pada obat sirop Unibebi. "Setelah kami mengetahui hasilnya melewati ambang batas aman, kami langsung membuat laporan ke Polda Sumut," ujar Hermansyah. "Selama ini Universal Pharmaceutical selalu menjaga produknya tetap aman."

Desakan Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E. Halim menyoroti pengawasan obat oleh BPOM yang tak menguji produk jadi atau yang sudah beredar. Padahal, menurut Rizal, dalam aturan mengenai BPOM, seharusnya pengawasan dilakukan dari pre-market, produksi, hingga post-market. "Walaupun dunia tidak melakukan, peraturan mengenai pengawas obat makanan itu dilakukan pre-market dan post-market," kata dia di Kompleks Parlemen Senayan pada hari ini.

Dia meminta pemerintah mengaudit secara keseluruhan proses registrasi obat dari awal, yakni dari pra-registrasi hingga terdistribusi, dan menyampingkan standar yang berlaku di luar negeri. BPKN meminta pemerintah mengaudit keseluruhan proses dari hulu hingga hilir dalam produksi obat, termasuk bahan bakunya.

BPKN menyatakan akan membentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengetahui penyebab gagal ginjal akut pada anak dan keterkaitan dengan obat sirop. "Tim gabungan nantinya juga terdiri atas unsur masyarakat," ujarnya.

Selain tim gabungan, dia melanjutkan, BPKN bakal membuka posko pengaduan bagi orang tua pasien yang anaknya meninggal karana gagal ginjal akut. Dari situ, BPKN akan mendampingi dan mengadvokasi agar korban atau konsumen-konsumen obat mendapat haknya atau pemulihan hak. "Setidaknya memberikan pemahaman kepada korban tentang hak-hak korban yang dilindungi undang-undang."

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpendapat, dalam kasus tercemarnya obat sirop oleh EG dan DEG, Badan POM tidak bisa dengan serta-merta hanya menimpakan tanggung jawab tersebut pada produsen obat. "Secara moral dan institusional, Kepala Badan POM seharusnya meminta maaf kepada publik. Sebab, bagaimanapun kasus ini tanggung jawabnya," kata Tulus Abadi saat dihubungi.

Dia mengatakan, tercemarnya obat oleh EG dan DEG dalam kasus gagal ginjal akut ini merupakan pelanggaran berat bagi aspek perlindungan konsumen. Kasus ini, kata Tulus, berpotensi memicu pelanggaran lainnya dan menimbulkan rasa takut konsumen dalam mengkonsumsi obat.

HENDARTYO HANGGI | FENTI GUSTINA (MAGANG)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus