Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Banyak yang lega, tak ada devaluasi

Pidato presiden di sidang paripurna DPR di HUT proklamasi RI ke-37. menegaskan bahwa tidak akan terjadi devaluasi rupiah. Pancasila menjadi satu-satunya asas organisasi politik. (nas)

21 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK terdengar banyak tepuk tangan menyelingi pidato Presiden Soeharto di depan sidang paripurna DPR Senin lalu. Namun, dalam pidato kenegaraan selama satu setengah jam itu, Presiden menyebutkan beberapa "titik terang" bagi pertumbuhan politik dan ekonomi di masa mendatang. Pemilihan Umum bulan Mei lalu-dengan 1% suara yang masuk -- dinilai berhasil. Namun Kepala Negara juga mencatat beberalaa ganjalan. "Pemilu bulan Mei lalu telah menjatuhkan korban. Malahan ada yang tewas sebagai akibat ekses-ekses perbuatan kebringasan unsur peserta Pemilu selama kampanye," katanya. Agaknya ekses yang terjadi sekitar Pemilu itu menjadi salah satu peringatan untuk menengok kembali pembaharuan dan penyederhanaan kehidupan politik, menyangkut pembaharuan wadah dan isinya. "Dengan kata lain, menyangkut penyederhanaan struktur dan pembaharuan semangat, sikap dan gerak kekuatan sosial politik itu," katanya. Penyederhanaan struktur perlu dilakukan karena sistem banyak partai seperti masa silam dinilai telah gagal dalam membina stabilitas politik dan membangun pemerintahan yang efektif. Sedang asasnya -- berpangkal pada konsensus nasional Orde Baru -- yaitu Pancasila dan UUD 45. "Karena itu, dasar yang sehat untuk pembaharuan kehidupan politik dan penyederhanaan strukturnya bukanlah ideologi golongan, tetapi orientasi pada pembangunan dan masyarakat Pancasila," kata Presiden di depan anggota DPR dan para "teladan" -- antara lain guru, pelajar, transmigran dan lurah -- yang memenuhi seluruh kursi gedung sidang utama DPR. "Kini, kita masih harus melanjutkan, merampungkan dan membulatkan secara tuntas proses pembaharuan kehidupan politik," tambahnya. Bertolak dari pengalaman dua kali Pemilu dengan peserta dua parpol dan satu Golkar, menurut Kepala Negara, jumlah dan struktur parpol dianggap sudah memadai. Yang masih perlu dijernihkan ialah soal asas ciri yang dianutnya. "Semua kekuatan sos-pol -- terutama parpol yang masih menggunakan asas selain Pancasila -- seharusnyalah menegaskan bahwa satu-satunya asas yang digunakan adalah Pancasila," kata Presiden. Agaknya, ini isyarat peninjauan kembali UU no 3/1975 tentang Parpol-Golkar. Asas ciri, misalnya Islam untuk PPP atau PDI dengan demokrasinya, mungkin bakal tidak ada lagi. Menilik konstelasi politik sekarang, tampaknya parpol akan menerimanya. Di bidang ekonomi, Kepala Negara menegaskan berita gembira: walau di tengah kemelut ekonomi dan resesi dunia Indonesia berhasil lolos dari bangsa berpenghasilan rendah dan telah masuk taraf berpenghasilan sedang. Laju inflasi 1981/1982 -- walau mengalami kenaikan harga BBM 60% awal tahun ini -- hanya mencapai 9,8%. Ini lebih baik dibanding 1980 (16%), tapi naik sedikit dari 7% pada 1981. Tingkat inflasi selama 7 bulan tahun ini juga masih terkendali, sebesar 7%. Pertumbuhan ekonomi 1981 sebesar 7,6%, tergolong di atas angin dibandingkan negara berkembang lainnya atau bahkan beberapa negara industri sekalipun. Angka baik ini dicapai -- menurut angka terperinci dalam lampiran pidato Presiden -- berkat kenaikan produksi beras 10,5%, pertumbuhan indugri 12%, bangunan 9,6% dan sektor lainnya. NAMUN, Pak Harto yang pagi itu mengenakan setelan abu-abu tua dan dasi biru, juga memaparkan "catatan kelabu" dari sektor skspor bukan minyak. Sejak awal 1981, ekspor komoditi tersebut -- terutama hasil perkebunan dan pertamb angan -- kelihatan seret. Nilai ekspor tahun lalu merosot 25,4% dibanding tahun sebelumnya, sehingga jumlahnya cuma US$ 4.170 juta (tahun sebelumnya US$ 5.587 juta). Untuk melancarkan keseretan di bidang ekspor bukan minyak dan gas ini, pemerintah telah memberikan kemudahan, keringanan dan kredit ekspor. Di samping -- tentunya -- kebijaksanaan "imbal beli", pengkaitan kewajiban mengekspor komoditi ke negara asal pembelian barang mulai awal tahun ini. "Pelaksanaan kebijaksanaan ini sudah barang tentu tidaklah mudah. Namun hasilnya telah mulai kita rasakan," katanya. Akibat "masa suram" ekspor, cadangan devisa terancam. Usaha penghematan penggunaan devisa telah dilakukan antara lain dengan tindakan "Kebijaksanaan 15 November 1978" (Knop 15), pembatasan impor barang mewah dan barang yang sudah dibuat di dalam negeri dan berupaya menaikkan ekspor. "Maka keadaan cadangan devisa kita sekarang tetap dalam batas yang cukup," kata Presiden. Cadangan devisa, menurut laporan Bank Indonesia 15 Juli lalu sampai akhir Juni sebesar US$4,9 milyar. Ini menurun cukup tajam dibanding posisi bulan Maret. US$6,2 milyar (Maret 1981 sebesar US$7 milyar). Defisit neraca berjalan US$ 3,5 milyar. Untung ini diselamatkan oleh pinjaman luar negeri sebesar US$ 2,9 milyar. Karena itu, "Pemerintah berpendapat dan menegaskan, tidak psrlu mengadakan devaluasi rupiah," tegas Presiden. Nilai tukar rupiah terhadap uang asing tetap dibiarkan mengambang terkendali -- seperti digariskan ketika memutuskan Knop 15 tempo hari. Penegasan Presiden ini, selain menghapuskan berbagai kabar burung tentang adanya devaluasi rupiah, telah membuat banyak orang merasa lega. Bidang pertanian dicatat menghasilkan angka menggembirakan. Produksi besar 1981 mencapai 22,3 juta ton -- melebihi target 20,5 juta ton pada akhir Pelita III. Cadangan pangan yang dikumpulkan Bulog untuk 1982 sebesar 2,7 juta ton. Mengakhiri pidatonya, Presiden juga mengucapkan 'selamat berpisah" kepada anggota DPR/MPR yang akan mengakhiri masa tugasnya bulan depan. "DPR dan MPR secara keseluruhan akan berganti. Presiden baru pun akan dipilih oleh MPR dalam sidang umum bulan Maret mendatang," katanya. Agaknya sudah bisa diduga bahwa Presiden Soeharto sendiri bakal terpilih kembali untuk periode 1982-1988. Menurut Wakil Ketua MPR Achmad Lamo yang menemuinya minggu lalu, Pak Harto sendiri sudah bersedia dicalonkan. MPR telah menerima 2.372 pernyataan yang menginginkan pemilihan kembali Presiden Soeharto dan 2.341 pernyataan yang mendukung pemberian gelar Bapak Pembangunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus