Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Berselisih Berebut Pengaruh

Separuh kepala daerah dan wakilnya ribut karena berebut kekuasaan. Ada bupati yang lebih banyak tinggal di Jakarta dan Singapura.

25 Maret 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELAKSANA tugas Bupati Lampung Utara, Sri Widodo, tetap melantik 170 pejabat dalam mutasi kepegawaian pada Rabu pekan lalu. Padahal Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono sudah memperingatkannya agar pelantikan itu ditunda.

Alasan Sumarsono sederhana. Pelantikan oleh pelaksana tugas melanggar aturan. Lagi pula, Sri melantik itu ketika bupati definitifnya, Agung Ilmu Mangkunegara, tengah cuti karena maju dalam pemilihan bupati untuk periode kedua. Sri menjadi pelaksana tugas karena ia wakil bupati sekarang. "Pelantikan itu tidak sah," kata Sumarsono pada Kamis pekan lalu.

Sumarsono menyebutkan, sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 821/970/SJ, mutasi jabatan saat pemilihan bisa dilakukan dengan seizin Menteri Dalam Negeri. Sebagai wakil menteri, ia sudah meminta Sri Widodo tak melantik pejabat baru itu melalui surat Gubernur Lampung.

Alasan lain lebih ke hubungan dua pejabat tersebut. Menurut Sumarsono, pelantikan pejabat ketika kepala daerah definitifnya cuti menunjukkan keduanya tak akur. Tindakan Sri Widodo menegaskan bahwa dia dan Agung Ilmu tengah berselisih.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Lampung Utara Yanuar Haryanto tak bersedia mengomentari masalah ini. "Tanya saja ke Dinas Kominfo dan Badan Kepegawaian Daerah," ujarnya.

Menurut Sumarsono, perselisihan antara kepala daerah dan wakilnya tak hanya terjadi di Lampung Utara. Banyak daerah yang pemimpinnya berselisih. Dari temuan Kementerian Dalam Negeri, perselisihan pemimpin daerah hasil pemilihan langsung itu sudah terjadi sejak lima tahun lalu.

Kajian itu bagian dari penyusunan draf rancangan undang-undang pemilihan kepala daerah yang menjadi usul inisiatif pemerintah. Hasilnya, hanya tujuh persen kepala daerah dan wakilnya yang cocok dalam menjalankan pemerintahan. Indikator utama yang diacu Kementerian adalah ketika kepala daerah dan wakilnya maju lagi dalam pemilihan periode berikutnya dengan tidak berpasangan.

Dari kesimpulan itu, pemerintah mengusulkan pemilihan hanya untuk kepala daerah, sementara wakilnya dipilih pemerintah di tingkat atasnya. "Tapi usul ini ditolak Dewan Perwakilan Rakyat waktu itu," katanya. Kesepakatan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Tiga tahun berlalu, kekhawatiran Kementerian betul-betul terbukti. Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie berselisih dengan wakilnya, Udin Hianggio, tahun lalu. Kejadiannya bermula dari surat teguran Irianto kepada Udin pada 9 Oktober 2017.

Irianto menegur Udin lewat surat karena menuding wakilnya itu tidak melaksanakan dan melaporkan tugas-tugasnya, tidak tertib administrasi dalam perjalanan dinas, tidak berkoordinasi secara harmonis dengan pejabat lain, serta melakukan kegiatan yang kontraproduktif terhadap kebijakan kepala daerah.

Surat ini ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri. Irianto tidak bersedia menjelaskan perselisihan itu ketika dimintai konfirmasi. "Saya tidak perlu atau tidak bisa menjawab pertanyaan Anda sebelum kita mengetahui identitas masing-masing," ujarnya Kamis pekan lalu.

Udin membalas teguran Irianto itu tiga hari kemudian. Dalam suratnya, Udin menulis kedudukan dia dan Gubernur setara dalam menjalankan kerja pemerintahan. "Saya adalah mitra Anda, bukan pesuruh, apalagi bawahan Anda," kata Udin. Ia juga membantah semua tudingan Irianto. Saat dimintai konfirmasi, Udin tak bersedia lagi mengomentari persoalan itu. "Lihat saja surat saya," ujarnya.

Puncaknya terjadi saat upacara peringatan ulang tahun ke-46 Korps Pegawai RI dan ulang tahun ke-72 Persatuan Guru RI di Lapangan Agatish, Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara, 27 November tahun lalu. Udin marah karena upacara dibatalkan atas perintah Gubernur, yang tidak hadir. Lewat pengeras suara, Udin mencemooh Irianto, yang dianggap tidak menghargai acara ulang tahun itu dengan tidak hadir dan malah membatalkannya.

Dua bulan kemudian, perselisihan kepala daerah juga terjadi di Tolitoli, Sulawesi Tengah. Bupati Mohamad Saleh Bantilan dan wakilnya, Abdul Rahman Buding, bertengkar di muka umum. Rekaman video pertengkaran mereka ramai diperbincangkan di media sosial.

Saleh Bantilan sedang berpidato di atas mimbar setelah melantik beberapa pejabat pemerintah daerah Tolitoli di Gedung Wanita ketika Abdul Rahman tiba-tiba masuk ruangan. Abdul menendang meja sambil berteriak menantang Saleh gelut. Dia juga meminta pelantikan dibatalkan. Saleh membalas tantangan itu dengan suara tak kalah kerasnya. Anak buahnya yang akan dilantik melerai pertengkaran yang hampir berujung adu jotos itu.

Abdul mengatakan ia kesal karena Saleh tak mengindahkan rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara. "Seharusnya hanya dua yang dilantik, tapi dilantik empat orang," tuturnya, Kamis pekan lalu.

Adapun Saleh Bantilan tidak membalas permintaan konfirmasi Tempo. Kepada media saat dipanggil Kementerian Dalam Negeri awal Februari lalu, Saleh mengatakan akar perselisihan mereka sebenarnya ketidaksepakatan dalam penggantian Kepala Dinas Transmigrasi. "Saya bilang akan melantik, tapi dia bilang di mana-mana bahwa ia tidak diundang. Ini kan bohong," ujarnya.

Ketika memberikan keterangan kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri yang memeriksanya, Abdul buka-bukaan soal kelakuan Saleh. Menurut dia, Bupati Tolitoli ini jarang ada di kantornya karena lebih banyak berdiam di Jakarta dan Singapura. Abdul menunjukkan bukti, sejak Maret 2016 sampai Juli 2017, Saleh tercatat 236 hari berada di luar Tolitoli.

Sumarsono mengaku sudah menginvestigasi cerita Abdul itu dan menyimpulkan Saleh tak salah. Saleh, kata dia, ada di Jakarta karena mencari investor dan ke Singapura untuk berobat. Tapi, ketika ke luar negeri itu, Saleh tidak meminta izin ke Kementerian Dalam Negeri. "Karena waktu libur dan bukan perjalanan dinas, tidak perlu izin," ujar Sumarsono.

Perselisihan juga terjadi di Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Bupati Aptripel Tumimomor dan Wakil Bupati Mohammad Asrar Abdul Samad berkonflik. Asrar mengamuk dalam acara pelantikan 49 pejabat di aula kantor bupati pada 9 Februari lalu. Ia berteriak sambil menendang kursi dan meja.

Sebelum marah, Asrar duduk bersebelahan dengan Aptripel. Asrar tiba-tiba berdiri, turun dari panggung, lalu mendekati pegawai yang membaca surat keputusan mutasi. Ia mengambil surat itu, menyobeknya, dan meminta pelantikan dibatalkan. Kepada awak media, Asrar mengatakan siap mempertanggungjawabkan tindakannya.

Sumarsono melihat ada 60 persen kepala daerah yang berselisih dengan wakilnya. Indikatornya, mereka tak lagi berpasangan di periode kedua. Menurut Sumarsono, banyak faktor penyebab perselisihan itu: kepentingan politik yang berbeda, soal pembagian program kerja, dan mutasi jabatan yang tak disepakati keduanya. "Kepentingan partai politik di antara pengusung mereka juga bisa menjadi penyebab," ujarnya.

Rusman Paraqbueq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus