Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berulang Kali Digugat, Berikut Sejarah Gugatan Presidential Threshold di MK

Setidaknya, sudah ada lebih dari 30 uji materiil yang dimohonkan terhadap Pasal 222 Undang-Undang Pemilu terkait presidential threshold ini oleh banyak kalangan.

5 Januari 2025 | 07.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) bersiap memimpin sidang putusan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2 Januari 2025. Keputusan MK menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR, memungkinan setiap partai politik mengusung Presiden dan Wakil Presiden pilihannya. ANTARA/Fauzan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ambang batas minimal pencalonan presiden atau presidential threshold sudah berulang kali digugat di Mahkamah Konstitusi atau MK. Setidaknya, sudah ada lebih dari 30 uji materiil yang dimohonkan terhadap Pasal 222 Undang-Undang Pemilu terkait presidential threshold ini oleh banyak kalangan, mulai dari partai politik hingga tokoh masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut beberapa pihak yang pernah melakukan gugatan terhadap presidential threshold:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gabungan tokoh masyarakat 

MK menolak gugatan dari 12 tokoh masyarakat terhadap ketentuan presidential threshold sebesar 20 persen pada Kamis, 25 Oktober 2018. Hakim menilai, keberatan para pemohon dalam uji materiil tersebut tidak memiliki dasar.

Para pemohon gugatan di antaranya adalah Effendi Gazali, Muhammad Busyro Muqoddas, Muhammad Chatib Basri, Faisal Batubara, Hadar Nafis Gumay. Juga Bambang Wodjojanto, Rocky Gerung, Robertus Robet, Angga Dwimas, Feri Amsari, Hasan, Dahnil Anzar Simanjuntak, dan Titi Anggraini.

Gatot Nurmantyo dan Ferry Joko

Pada 2021, ketentuan ambang batas minimal untuk pencalonan presiden kembali digugat ke MK. Kali ini gugatan diajukan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo, Panglima TNI 2015-2017 serta Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko. Gugatan tersebut pada akhirnya ditolak karena penggugat dianggap tidak punya legal standing. 

Anggota DPD

Sekitar awal 2022, dua anggota Dewan Perwakilan Daerah atau DPD, Fachrul Razi dan Bustami Zainudin, mendaftarkan gugatan terhadap presidential threshold. Mereka didampingi Refli Harun selaku kuasa hukum. Gugatan tersebut lagi-lagi dimentalkan oleh MK.

PKS

Pada 27 Juli 2022, PKS kembali menggugat dan meminta ambang batas diturunkan menjadi 7 hingga 9 persen. Gugatan tersebut diwakili Ketua Umum Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Jenderal Aboe Bakar Alhabsyi sebagai pemohon I dan Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Aljufri sebagai pemohon II. Namun, usaha tersebut berakhir ditolak oleh MK karena dinilai merupakan kebijakan politik hukum terbuka atau open legal policy

Beberapa gugatan lainnya

Presidential threshold juga digugat oleh banyak elemen masyarakat lainnya. Pertama, gugatan yang diajukan oleh tujuh warga Bandung. Kedua, gugatan oleh empat pemohon. Kemudian ada penolakan gugatan yang diajukan Partai Ummat serta gugatan dari 27 diaspora.

MK kabulkan gugatan 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Teranyar, MK akhirnya mengabulkan permohonan uji materiil Pasal 222 UU Pemilu yang diajukan oleh empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, dkk. Para Pemohon mendalilkan prinsip “one man one vote one value” tersimpangi oleh adanya presidential threshold.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebutkan penentuan ambang batas ini juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerabel secara nyata bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945. Karena itu, hal tersebut menjadi alasan menurut MK untuk menggeser dari pendirian putusan sebelumnya.

“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka presentasi ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Saldi Isra.

Imam Hamdi, Hendrik Khoirul Muhid, Francisca Christy Rosana, M. Faiz Zaki, dan M. Raihan Muzakki ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus