Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengenai ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam amar putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang dibacakan dalam sidang pleno pada Kamis, 29 Februari 2024 itu, Mahkamah meminta DPR RI mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen dalam Undang-Undang Pemilu agar lebih rasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan MK soal Ambang batas parlemen itu mendapat tanggapan dari berbagai pihak, beberapa di antaranya meminta MK juga mengoreksi ambang batas presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen. Berikut ini reaksi mereka:
1. Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid turut menanggapi putusan MK mengenai ketentuan ambang batas parlemen. Dia mengatakan putusan MK tersebut memang bukan menghilangkan sama sekali ambang batas parlemen, tetapi angka ambang batas saat ini perlu diatur ulang dengan kajian ilmiah, argumentasi yang rasional, dan demokratis.
"Ini juga seharusnya bukan hanya berlaku terhadap parliamentary threshold yang 4 persen itu, tetapi juga mestinya diberlakukan untuk presidential threshold yang berlaku saat ini yakni 20 persen," kata Hidayat dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Ahad, 3 Maret 2024, seperti dikutip Antara.
Menurut dia, MK perlu berlaku adil sesuai dengan prinsip konstitusi untuk memerintahkan kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, mengoreksi 20 persen Ambang batas presiden sebelum Pemilu 2029, seperti halnya argumentasi MK dalam putusan soal Ambang batas parlemen.
Hidayat menilai koreksi terhadap presidential threshold diperlukan untuk menyelamatkan kedaulatan rakyat sehingga kualitas demokrasi dan pilpres menjadi lebih baik pada 2029.
Dia menjelaskan banyak pihak telah mengajukan permohonan agar presidential threshold 20 persen dinyatakan inkonstitusional dan seharusnya diturunkan persentasenya, termasuk permohonan yang sudah diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berdasarkan pada kajian ilmiah dan prinsip demokrasi.
Ketika itu, kata dia, MK tidak mengabulkan permohonan PKS terkait ambang batas presiden di angka antara 7 dan 9 persen. Namun, dalam pertimbangannya, MK mengapresiasi PKS yang telah menggunakan kajian ilmiah yang rasional, proporsional, demokratis, dan implementatif dalam menetapkan hal tersebut.
"Hal yang juga diingatkan oleh MK saat memutuskan koreksi terhadap parliamentary threshold 4 persen," tuturnya.
2. PAN
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional atau PAN, Eddy Soeparno, mengatakan partainya mendukung penghapusan ambang batas presiden.
"PAN juga mendorong adanya evaluasi terhadap ambang batas presiden agar partai politik dapat mengusung calon presiden atau wakilnya sendiri," kata Eddy.
Menyusul putusan MK, Eddy mengatakan PAN mendukung penghapusan ambang batas presiden. Sebab, berkaca pada penyelenggaraan Pemilu sebelumnya, banyak suara yang diamanatkan kepada calon legislator menjadi sia-sia.
3. Partai Buruh
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Buruh Ilhamsyah mengatakan partainya bakal memperjuangkan penghapusan ambang batas presiden sebesar 20 persen untuk memutus mata rantai politik transaksional antarpartai politik.
"Sehingga setiap partai politik peserta Pemilu dapat mencalonkan calon presiden dan wakilnya masing-masing, dan rakyat memiliki banyak pilihan," ucap dia saat dihubungi, Jumat, 1 Maret 2024.
Partai buruh juga menginginkan penghapusan ambang batas parlemen dalam penyelenggaraan Pemilu. Sebab, kata dia, adanya ambang batas adalah pemberangusan kedaulatan rakyat yang diamanahkan kepada partai dan calon legislator.
Ilhamsyah menuturkan Partai Buruh juga menuntut revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut dia, pelbagai persoalan yang terjadi dalam proses penyelenggaraan Pemilu dan demokrasi saat ini bermula dari pembuatan undang-undang yang tidak demokratis.
"Aturan yang tidak demokratis menghasilkan sistem yang merugikan rakyat," ujarnya.
4. Partai Gelora
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden serta ambang batas parlemen harus dihapus karena memunculkan jarak dengan rakyat. Pernyataan itu menanggapi putusan MK yang memerintahkan besaran angka dan persentase ambang batas parlemen diatur ulang.
"Jadi, di masa yang akan datang, tidak saja parliamentary threshold, sebenarnya presidential threshold juga harus dihapuskan karena itulah yang menyebabkan rakyat itu berjarak dengan apa yang harus dia pilih dan hak-hak yang melekat pada rakyat itu," kata Fahri dalam keterangan tertulis, Ahad, 3 Maret, seperti dikutip Antara.
Dia menyebut segala bentuk ambang batas pada dasarnya mendistorsi hak-hak rakyat untuk memilih pemimpin secara langsung karena keberadaannya membuat rakyat dibatasi.
"Kalau kita membaca substansi dari argumen MK tentang kedaulatan rakyat, maka seluruh proses demokrasi dan pemilu itu intinya adalah kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, segala jenis pembatasan yang menyebabkan lahirnya perantara antara kekuasaan dan rakyat itu harus dihentikan," ujarnya.
Ia juga mengatakan kedua ambang batas tersebut membuat pilihan rakyat dan orang yang terpilih jadi berbeda. Karena itu, kata dia, tidak heran jika masih ada anggapan para wakil rakyat sebenarnya bukan betul-betul mewakili rakyat, melainkan masing-masing partainya.
ANDI ADAM FATURAHMAN | ANTARA