Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAHKAMAH Konstitusi menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen. Hal tersebut tertuang dalam putusan MK nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis, 2 Januari 2025.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Suhartoyo mengatakan norma pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Adapun hakim MK Saldi Isra menyebutkan penentuan ambang batas ini juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable secara nyata bertentangan dengan UUD NRI 1945. Karena itu, hal tersebut menjadi alasan bagi MK menggeser dari pendirian putusan sebelumnya.
Putusan MK tersebut mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari partai politik (parpol).
Golkar Sebut Putusan MK Sangat Mengejutkan
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Muhammad Sarmuji menyebutkan putusan MK yang menghapus ketentuan ambang batas minimal untuk pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden sangat mengejutkan.
Dia mengatakan putusan MK terhadap 27 gugatan sebelumnya terkait dengan ketentuan tersebut selalu memutuskan menolak. “Dalam 27 kali putusannya, cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama,” kata Sarmuji saat dihubungi di Jakarta pada Kamis seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, sebelumnya, MK selalu menolak penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden untuk mendukung sistem presidensial di Indonesia bisa berjalan dengan baik.
Ketua Fraksi Golkar DPR RI itu belum mengomentari lebih jauh mengenai langkah Partai Golkar dalam menindaklanjuti putusan MK tersebut.
PKB Tunggu Perkembangan
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan menunggu perkembangan dan belum menentukan sikap setuju atau tidak setuju terhadap putusan MK tentang ambang batas pencalonan presiden.
Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid memandang putusan MK tersebut sebagai kado tahun baru yang akan menuai berbagai pandangan, baik polemik maupun kontroversi.
Meski demikian, dia mengatakan pemerintah dan DPR perlu menyusun kembali norma dalam revisi UU Pemilu sebagai respons terhadap putusan MK.
“Kami akan menyusun langkah sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca-MK mengeluarkan putusan tersebut,” kata Jazilul saat dikonfirmasi dari Jakarta, Kamis.
PAN Menyatakan Putusan MK Sejalan dengan Perjuangan Partai
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mendukung putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden karena sejalan dengan perjuangan partainya sejak lama.
“PAN mendukung MK yang memutuskan menghapus presidential threshold (PT) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu. PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus PT tersebut,” kata Saleh dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Saleh menilai putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu merupakan putusan yang populis. “Kami mengucapkan terima kasih kepada MK yang telah mengambil keputusan ini. Ini adalah keputusan yang sangat populis yang didukung oleh masyarakat,” kata dia.
Menurut dia, penerapan presidential threshold secara logika sederhana sangat tidak adil karena banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri.
“Kalau pakai PT, itu kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju, sementara untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit,” ujarnya.
Padahal, kata dia, Indonesia memiliki banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan untuk maju sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden, tetapi terkendala akibat urusan kepartaian.
Ketua Komisi VII DPR RI itu berharap semua pihak dapat duduk bersama merumuskan sistem pemilihan presiden ke depan pascaputusan MK tersebut untuk mengupayakan seluruh rakyat memiliki hak sama untuk mencalonkan maupun dicalonkan.
Demokrat Berharap Putusan MK Berkontribusi bagi Demokrasi
Adapun Partai Demokrat berharap putusan MK yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dapat berkontribusi bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
“Mendekatkan kita ke tujuan menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
“Inilah yang menjadi komitmen kami, Demokrat, selama ini, terus berkontribusi dan berjuang bersama rakyat untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi kit,” ujarnya menambahkan.
Untuk itu, dia menyebutkan Partai Demokrat menghormati putusan MK itu karena bersifat final dan mengikat. “Sikap kami selama ini selalu sama dalam menyikapi putusan MK. Kami menghormati apa pun putusan MK itu,” tuturnya.
Menurut dia, setiap putusan MK sudah melalui proses mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek dengan mengedepankan keadilan serta kebenaran. Dia pun menekankan Indonesia merupakan negara hukum maka sudah menjadi kewajiban seluruh elemen masyarakat untuk menghormati setiap produk hukum dari lembaga peradilan.
Terlebih, kata dia, produk hukum dari MK selaku lembaga tinggi negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman secara merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan. “Sekarang, saatnya kita fokus bekerja. Memberikan manfaat terbaik untuk masyarakat, bangsa, dan negara,” kata dia.
PPP Sebut Penghapusan Presidential Threshold Beri Banyak Pilihan Pemimpin
Ketua Majelis Pertimbangan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy menilai putusan MK mengenai ambang batas pencalonan presiden memberikan banyak pilihan pemimpin kepada rakyat.
“Ini adalah terobosan demokrasi dan ikhtiar memberikan pilihan kepemimpinan yang semakin banyak untuk rakyat,” kata pria yang akrab disapa Romy itu di Jakarta, Kamis.
Dia pun menyambut baik putusan MK itu. Dia menuturkan ada tiga alasan historis putusan tersebut dinilai tepat. Pertama, sejarah awal pencalonan presiden langsung di 2004, angka Ambang batas pencalonan presiden sekitar 15 persen.
“Dengan angka itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga tidak berkurang legitimasinya,” ujarnya.
Kedua, kata dia, kenyataan bahwa sebagai republik dengan sistem presidensial, calon presiden tidak dalam posisi perlu mendapatkan dukungan awal yang terlalu besar. Hal ini praktis tidak ada bedanya antara dukungan 15 persen, 20 persen, atau 25 persen.
Ketiga, proses konsolidasi dukungan presiden untuk mendapat dukungan mayoritas DPR akan berjalan alamiah setelah yang bersangkutan terpilih. Karena itu, PPP berharap putusan MK akan memperbaiki iklim demokrasi Indonesia yang sempat memburuk pada Pemilu 2024.
M. Raihan Muzzaki dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: MK Hapus Ambang Presidential Threshold, Mahfud: Saya Salut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini