Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bingkisan coklat tentang imran

Imran otak pembajakan pesawat garuda woyla akan segera disidangkan. hampir semua pengikutnya sudah ditangkap. ternyata masih banyak tahanan dari kelompok lain.

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANGKOPKAMTIB Laksamana Sudomo menimang sejenak bungkusan berwama cokelat muda itu, kemudian menyerahkannya kepada Jaksa Agung Muda bidang Oyerasi Mohamad Salim. Penyerahan ini merupakan realisasi janji Menhankam Jenderal M. Jusuf kepada DPR beberapa waktu lalu," kata Sudomo yang disambut senyum lebar oleh Salim. Ini adalah inti upacara sederhana penyerahan berkas "perkara Imran" di Aula Kopkamtib Selasa minggu lalu. Kemudian' Sudomo menambahkan: "Berkas perkara itu baru merupakan hasil pemeriksaan secara intelijen. " Artjnya, bahan pemeriksaan itu dilakukan unuk mengetahui duduk persoalan sebenarnya yang berguna bagi bahan operasi lanjutan. "Jadi belum merupakan hasil pemeriksaan pro justitia, " tambahnya. Namun Sudomo juga menyatakan: "Kami melihat cukup alasan, perkara itu bisa diajukan ke pengadilan." Berdasarkan hasil pemeriksaan sejak ditangkap di daerah Kuningan Jakarta pertengahan April lalu, Imran bin Muhammad Zein, 31 tahun, dianggap terlibat 3 peristiwa. "Imam" Imran diduga sebagai "otak" penyerbuan pos polisi di Cicendo, Bandung 11 Maret 1981, peristiwa pembajakan pesawat Garuda "Woyla" 28 Maret 1981, dan subversi untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. "Penyerahan berkas perkara ini bukan sekedar suatu sbow, tapi supaya diketahui secara terbuka," ucap Sudomo. Bahkan menurut Sudomo, anggota kelompok Imran yang terlibat ketiga peristiwa tersebut juga sudah diuhan. "Rangkaian dari kelompok ini sudah ditangkap semua. Apakah mereka juga akan dibawa ke pengadilan, itu terserah pada pengadilan," katanya. Pangkopkamtib tidak menyebutkan jumlah pengikut "Imam" Imran yang "diinapkan" petugas keamanan. Tapi T. Mulya Lubis, Direktur LBH lakarta--berdasarkan pengaduan beberapa keluarga mereka--menyebut sekitar 400 orang yang ditahan di seluruh Indonesia. Mereka tersebar di seluruh Indonesia, seperti Jakaru sekitar 100 orang, Bandung 50 orang dan sisanya di kota-kota besar lainnya. Konon, mereka bukan hanya pengikut Imran, tapi juga yang terlibat kasus teror Warman, Koneksi Libya dan gerakan ekstrim lainnya. DPR sendiri sampai sekarang masih kelihatan tenang saja. "Ceritera macammacam memang beredar di luar, sehingga saya berpendapat perlu ada kejernihan," kata H. Jusuf Hasyim, anggota FPP dari Komisi I DPR yang membidangi Hankam, Luar Negeri dan Penerangan. Berdasarkan laporan yang diterimanya, penahanan memang dikaitkan dengan gerakan itu. "Ada istri seorang yang ditahan menceritakan, petugas mengambil suaminya waktu subuh. Melalui walkie talkie, mereka melaporkan tidak menemukan dokumen yang berhubungan dengan Lilya Connecion dan senjata," kata Jusuf Hasyim. "Tapi suami pelapor ke F-PP itu toh dibawa pula." Sedang Sekjen DPR/MPR Wang Suwandi pada apel bendera 10 November juga mengumumkan ada 13 karyawan Setjen DPR/MPR diberhentikan sementara karena melakukan pelanggaran. Wang Suwandi tidak menjelaskan secara terperinci alasannya. Tapi beberapa hari kemudian suratkabar Yelita, dengan mengutip keterangan Hubungan Masyarakat DPRIMPR Ruslan Salamun, memberitakan bahwa mereka ditahan dengan tuduhan terlibat apa yang dinamakan "Komando Jihad". Munculnya kembali istilah yang kurang enak didengar telinga, terutama bagi orang-orang dari kalanga'n Islam itu, sempat mengundang pertanyaan. Masalahnya, sudah ada kesepakatan antara pemerintah dengan pemuka Islam 20 April 1981 untuk tidak menggunakan lagi sebutan itu karena dikhawatirkan akan lebih mencemarkan agama. Konsensus itu tercapai dalam silaturahmi yang berlangsung setelah keterangan pemerintah mengenai latar belakang pembajakan pesawat Garuda "Woyla", yang antara lain dihadiri Amin Iskandar, almarhum Buya Hamka dan Menteri Agama Alamsyah. Sebelum Pemilu Sementara belum ada kejelasan, Kepala Humas DPR/MPR Ruslan Salamun yang menjadi sumber berita Yeita membantahnya. "Saya tidak segila itu mengecap orang," katanya pada TEMPO. Dalam surat bantahannya yang dikirim ke harian itu dia menyatakan: "Kami tidak pernah menyatakan pegawai tersebut terlibat Komando Jihad." Sumber TEMPO di DPR menyebut kan sebagian besar karyawan itu dari Bagian Keuangan Setjen DPR/MPR. Orang pertama yang "disimpan" petugas keamanan itu kabarnya memang mempunyai pengajian dan menjadi penatar P4. "Beberapa yang ditahan memang ikut aktif di pengajiannya," katanya. Laksusda V Jaya yang "menyimpan" mereka di tahanan Pomdam Guntur sampai awal minggu belum bersedia bicara banyak. "Masalah penahanan itu adalah proyek pusat. Kami hanya aparat pelaksana," kata Kepala Pendarn V Jaya Letkol Haridhon. Ia juga menolak menyebutkan jumlahnya. Jawaban sama juga diucapkan Panglima Kodam IV Sriwijaya Brigjen Tri Sutrisno. "Buat apa mengungkapkannya Yang penting, kita bina kerukunan dan kemantapan masyarakat agar bisa tidur dengan nyenyak," katanya pada TEMPO mengutip pernyataan Menhankam. Namun sumber TEMPO di Palembang menyebut ada 4 tahanan kelas "kakap" yang terlibat kasus teror Warman seperti Bardan Kindarto --yang diminta dibebaskan oleh pembajak "Woyla"--Thohlon A.R., A. Gaffar Gana dan Batara Pulungan. Sedang di Bandung, kelompok Imran saja konon sebanyak 40 orang pernah ditahan Laksusda setempat. "Setelah selesai diinterogasi, sebagian dibebaskan," kata sumber TEMPO Sekarang, tinggal 5 orang pengikut Imran yang ditahan. Mereka antara lain diduga terlibat penembakan kantor polisi Cicendo, Bandung, dan mencoba membunuh dr. Syamsudin Manaf, pengurus Masjid Istiqamah Bandung. Soal jumlah, menurut seorang pejabat Puspen Hankam, masih akan terus berubah menurut hasil pemeriksaan. Berbagai pihak mengharapkan nasib mereka tidak terkatung-katung untuk waktu yang lama. Mungkin mereka masih harus sabar di "penginapan" itu sampai perkara Imran disidangkan, yang konon akan dimulai sebelum Pemilu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus