Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bintang Terang Menantu Intel

Andika Perkasa diperkenalkan mertuanya, A.M. Hendropriyono, kepada Joko Widodo pada 2012. Terbawa kasus pembunuhan tokoh Papua, Theys Hiyo Eluay.

23 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
A.M. Hendropriyono dan Jenderal Andika Perkasa saat dilantik menjadi Panglima Kostrad di Jakarta, Juni 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 1995, Diaz Faisal Malik Hendropriyono dibuat kaget oleh Diah Erwiany Hendropriyono, kakak sulungnya. Tak direncanakan sebelumnya, Diah mengajak seorang pria berperawakan kurus ke rumah ayah mereka, Abdullah Makhmud Hendropriyono, yang waktu itu menjabat Komandan Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dengan pangkat letnan jenderal.

Menurut Diaz—kini Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia—Diah memperkenalkan pria ceking itu sebagai kekasihnya. Namanya Andika Perkasa, seorang tentara. “Pangkat Mas Andika saat itu masih kapten,” kata Diaz kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Andika belakangan menikahi Diah dan menjadi kakak ipar Diaz.

Sejak menjadi bagian dari keluarga Hendropriyono, Andika rutin berolahraga angkat barbel. Menurut Diaz, awalnya Andika hanya ikut-ikutan Hendropriyono, Diaz, dan Rony Hendropriyono—kakak Diaz—berlatih. Ketika keluarga ini belakangan mulai jarang ke pusat kebugaran, Andika justru masih konsisten berlatih. “Makanya dia yang tadinya kurus bisa jadi kekar seperti sekarang, karena ikut bapak berolahraga,” ujarnya.

Untuk menjaga perawakannya, Andika menjalani pola makan yang ketat. Sahabat Andika yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Effendi Simbolon, mengatakan Andika sering hanya menyantap daging ayam dan telur ketika duduk semeja makan dengan dia. “Sehari katanya bisa makan 20 butir telur,” ucap Effendi.

Tidak hanya dalam berolahraga Diaz akrab dengan kakak iparnya. Saat mereka menempuh studi di Amerika Serikat pada akhir 1990-an, Diaz kerap menyambangi Andika pada akhir pekan meski tempat tinggal mereka terpisah lebih dari 1.000 kilometer. Andika mengambil studi kemiliteran di Norwich University, Vermont, sementara Diaz kuliah di Virginia Tech, Virginia.

Ketika Andika melanjutkan studi di National Defense University, Washington, DC, pada 2003, ia juga sering bertemu dengan Diaz, yang bekerja di sebuah firma konsultan politik di kota itu. Meski tak tinggal seatap, Diaz mengatakan, ia kerap bertamu ke rumah Andika. “Saya sering bertanya dan mengajak diskusi karena dia pintar,” kata Diaz, yang juga Staf Khusus Presiden Bidang Sosial.

Lahir di Bandung 53 tahun silam, Andika disebut sudah menonjol sejak menjadi taruna di Akademi Militer. Teman seangkatan Andika di Akmil, Letnan Jenderal Muhammad Herindra, mengatakan koleganya tersebut kerap unggul dalam bidang akademis dan latihan kepemimpinan. “Teman-teman seangkatan sudah memprediksi jalan kariernya akan cemerlang,” tutur Herindra, Inspektur Jenderal TNI. Herindra lulus dari Akademi Militer pada 1987 dengan meraih Adhi Makayasa atau lulusan terbaik. Andika masuk tiga besar.

Setelah lulus dari Akmil, Andika ditempatkan di Komando Pasukan Khusus. Di korps ini hampir separuh masa dinas Andika dihabiskan. Penugasan di Kopassus menyeretnya dalam kasus pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay pada November 2001. Theys tewas dibunuh anggota Kopassus setelah menghadiri peringatan Hari Pahlawan di markas korps baret merah itu di Jayapura.

Ketika kasus tersebut diinvestigasi polisi militer, keluarga Kapten Rionardo—salah seorang tersangka—mengungkapkan bahwa anaknya pernah didatangi Andika Perkasa, yang meminta Rionardo mau mengaku bersalah telah membunuh Theys. Iming-imingnya, setelah kasus tersebut reda, dia akan ditempatkan di Badan Intelijen Negara, yang saat itu dipimpin Hendropriyono. Agus Zinof, ayah Rionardo, waktu itu menduga anaknya bakal dikorbankan untuk menyelamatkan pelaku lain.

Tapi, menurut mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, As’ad Said Ali, Andika tak sedang berdinas di Kopassus ketika Theys terbunuh. Andika, kata As’ad, ditempatkan di BIN sebagai perwira menengah TNI untuk memantau jaringan teroris Al-Qaidah di Indonesia. Saat itu pemerintah sedang menguber Umar Faruq, dalang serangkaian bom pada malam Natal tahun 2000.

Andika, yang waktu itu berpangkat mayor, meringkus Umar di teras Masjid Raya Bogor pada 5 Juni 2002. Bersama Umar diringkus pula Abdul Haris, pengurus Majelis Mujahidin Indonesia. Dari Bogor, Umar dibawa ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, untuk diterbangkan ke Bagram, kota yang menjadi pangkalan militer Amerika Serikat di Afganistan. “Penugasan kontraterorisme di Jakarta membuat Andika tak sempat ’bermain’ ke Papua,” ucap As’ad. “Saya pastikan ia tak terlibat di kasus Theys.”

Andika mempersilakan pihak-pihak yang menudingnya terlibat pembunuhan Theys menyelidiki sendiri kasus tersebut. “Tak ada alasan bagi saya melarang mereka menelusuri tuduhan itu,” ujarnya.

Setelah penangkapan Umar Faruq, Andika melanjutkan kuliah di National Defense University di Amerika Serikat. Kembali dari Amerika pada 2008, ia ditugasi menjadi perwira Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan (Kodiklat) TNI Angkatan Darat. Ia lalu menjadi Sekretaris Pribadi Kepala Staf Umum TNI, kemudian Komandan Komando Resor Militer 023/Kawal Samudera di Sumatera Utara.


 

Lahir di Bandung 53 tahun silam, Andika disebut sudah menonjol sejak menjadi taruna di Akademi Militer. Teman seangkatan Andika di Akmil, Letnan Jenderal Muhammad Herindra, mengatakan koleganya tersebut kerap unggul dalam bidang akademis dan latihan kepemimpinan. “Teman-teman seangkatan sudah memprediksi jalan kariernya akan cemerlang,” tutur Herindra, Inspektur Jenderal TNI.

 


 

Pangkat bintang satu ia sandang pada 2013 ketika menjabat Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat. Sejak 2014, bintangnya makin terang. Ia dipromosikan menjadi Komandan Pasukan Pengaman Khusus dua hari setelah pelantikan Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan bintang dua. Setelah itu, ia menjadi Panglima Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura, yang menaungi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Pulang dari Kalimantan pada awal 2018, kariernya terus melejit. Pangkatnya dinaikkan menjadi bintang tiga saat ditunjuk menjadi Komandan Kodiklat TNI Angkatan Darat. Tak lama, ia digeser menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. Seperti telah diperkirakan sejak jauh hari, lima bulan kemudian, ia ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat pada usia 53 tahun 11 bulan.

Diaz Hendropriyono mengatakan bapaknya yang mengenalkan Andika kepada Jokowi pada awal 2012. Waktu itu Jokowi masih menjabat Wali Kota Surakarta. Mereka bertemu ketika Hendropriyono mengundang Jokowi hadir dalam pesta ulang tahun istrinya, Tati Hendropriyono. Kepada Jokowi di pesta, menurut Diaz, bapaknya mengenalkan Andika sebagai menantu.

Andika mengaku tak mempedulikan pernyataan orang yang kerap mengaitkan karier militernya dengan status sebagai menantu Hendropriyono. “Silakan orang mau bicara apa saja,” tuturnya. “Semuanya yang memutuskan adalah Presiden.”

Presiden Jokowi mengatakan Andika ditunjuk karena faktor rekam jejak, bukan lantaran dia menantu Hendropriyono, yang menyokongnya dalam pemilihan presiden 2014 dan 2019. Ia menyebutkan karier militer Andika lengkap, dari berdinas di Kopassus hingga menjabat Panglima Kostrad. “Semua ada hitung-hitungannya,” ujar Jokowi.

RAYMUNDUS RIKANG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus