Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dari Suap untuk Suap

Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu mengepul suap dari pengusaha. Diduga untuk menyetop kasus istrinya di kepolisian.

23 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu bersiap menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 18 November 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTANYAAN pertama Junimart Girsang kepada Direktur Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Rony Samtana di telepon pada Senin pekan lalu adalah soal penghentian perkara dugaan korupsi dana Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. ”Apa betul ada ’pengamanan’ di kasus tersebut? Kau kan pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Kriminal Khusus,” ujar anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu pada Rabu pekan lalu, mengulangi percakapannya dengan Rony.

Junimart mengatakan Rony langsung menampik jika perkara itu dihentikan karena ada guyuran uang ke polisi. Menurut Rony kepada politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, kasus PKK sulit ditangani. ”Made Tirta kerap mangkir dari pemanggilan penyidik,” ucap Junimart. Made Tirta Kusuma Dewi adalah istri Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu. Junimart lolos ke Senayan dari daerah pemilihan Sumatera Utara III, yang meliputi Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Asahan.

Rony menjabat Wakil Direktur Kriminal Khusus Polda Sumatera Utara sejak Mei tahun lalu. Pada Jumat dua pekan lalu, Rony naik pangkat menjadi Direktur Kriminal Khusus di tempat yang sama menggantikan Komisaris Besar Toga Panjaitan. Direktorat Kriminal Khusus mengusut dugaan korupsi PKK sejak tahun lalu karena organisasi yang dipimpin Made Tirta Kusuma Dewi ini tak bisa menjelaskan penggunaan dana sebesar Rp 143,6 juta.

Dugaan aliran duit untuk menyetop perkara PKK di kepolisian dilontarkan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo setelah lembaganya menangkap Bupati Remigo pada Sabtu dua pekan lalu. Remigo digulung bersama pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kabupatennya, David Anderson Karosekali, di rumah Remigo di Medan dengan barang bukti duit Rp 150 juta.

Pemberian tersebut merupakan tahap ketiga. Transaksi sebelumnya terjadi sehari sebelumnya dan siang sebelum penangkapan. Pada Jumat, Remigo menerima Rp 150 juta. Siang keesokan harinya, ia mendapatkan setoran Rp 250 juta. Menurut KPK, duit tersebut dibawa dari Pakpak Bharat ke Medan.

Remigo, menurut Agus, menampung fulus Rp 550 juta dari perusahaan-perusahaan yang memenangi proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pakpak Bharat tahun anggaran 2018. ”Untuk keperluan pribadi, termasuk mengamankan kasus yang melibatkan istri bupati yang saat ini ditangani penegak hukum,” kata Agus.

Dari Rp 550 juta tersebut, sampai Jumat pekan lalu KPK masih belum menemukan Rp 400 juta, yang diterima Remigo dalam dua pemberian pertama. Uang tersebut diduga telah diserahkan Remigo ke polisi untuk mengurus kasus istrinya. Dua hari sebelum KPK menangkap Remigo, Direk-torat Kriminal Khusus Polda Sumatera Utara resmi menghentikan penyelidikan kasus PKK.

Menurut juru bicara Polda Sumatera Utara, Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja, polisi menghentikan perkara PKK lantaran istri Remigo telah mengembalikan duit Rp 143,6 juta yang menjadi kerugian negara. ”Ini hasil dari klarifikasi Inspektorat Sumatera Utara sehingga kasus dihentikan,” ujarnya.

Pernyataan Tatan dibantah oleh Kepala Inspektorat Pemerintahan Sumatera Utara O.K. Hendry. ”Kami tidak pernah menyarankan pengembalian uang,” katanya, Kamis pekan lalu. Menurut Hendry, Inspektorat memang melakukan audit administratif dan investigatif anggaran Badan Pemberdayaan, Pemerintahan Desa, Perempuan, dan Keluarga Berencana Kabupaten Pakpak Bharat 2014, yang menjadi sumber dana PKK. Audit tersebut berdasarkan permintaan Polda Sumatera Utara pada awal tahun ini.

Penyidik KPK didampingi Ketua KPK Agus Rahardjo menunjukkan barang bukti uang yang diamankan dalam operasi tangkap tangan Bupati Pakpak Bharat, di gedung KPK, Jakarta, 18 November 2018. -TEMPO/M Taufan Rengganis

Inspektorat Provinsi menemukan anggaran transportasi untuk Ketua PKK Made Tirta sebesar Rp 143,6 juta tak bisa dipertanggungjawabkan. Temuan tersebut kemudian diserahkan kepada Polda Sumatera Utara dan Inspektorat Kabupaten Pakpak Bharat.

Junimart Girsang menilai langkah polisi menghentikan perkara Made sebagai ketidakseriusan korps baju cokelat menangani kasus korupsi. Menurut Junimart, pengembalian duit kerugian negara tak menghapuskan tindak pidana. ”Justru membenarkan adanya korupsi,” ujarnya.

Kepala Polda Sumatera Utara Inspektur Jenderal Agus Indrianto menyebut penghentian perkara yang dilakukan anak buahnya sudah benar. Selain itu, menurut Agus, dugaan korupsi PKK merupakan perkara lawas, yang ditangani Kepolisian Resor Pakpak Bharat sejak 2014, tapi jalan di tempat.

Junimart pula yang mendesak Polda Sumatera Utara mengambil alih perkara ini karena masygul kasus seperti masuk peti es. Ia menggambarkan penanganan perkara korupsi di Pakpak Bharat. ”Dari empat dugaan korupsi, lima penanganannya enggak jalan, termasuk kasus PKK ini,” ucapnya. Berulang kali ia meminta Polda turun tangan hingga akhirnya mereka mulai mengusutnya pada tahun lalu. Komisaris Tatan membenarkan kabar bahwa Polda Sumatera Utara mengambil alih perkara PKK karena kasus itu macet di Polres Pakpak Bharat.

Hingga kini, KPK terus mencari sisa suap Rp 400 juta yang belum ditemukan. Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Komisi tengah menyelidiki hubungan penghentian kasus Made Tirta Kusuma Dewi dan suap Remigo Yolando Berutu. ”Akan didalami relevansinya seperti apa,” katanya.

Disorot publik, Polda Sumatera Utara langsung menggelar pemeriksaan internal. Menurut Kepala Polda, mereka akan menanyai Bupati atau orang-orangnya, perantara, dan penyidik kasus tersebut. ”Kami sedang memeriksa apa masalah sebenarnya,” ujarnya.

Rony Samtana membenarkan telah ditelepon oleh Junimart Girsang. Bekas penyidik KPK ini meminta pihak yang menyebut adanya aliran duit dari Bupati Remigo ke polisi untuk membuktikan tuduhan. ”Prinsipnya, kami menangani kasus sesuai dengan aturan yang ada,” ucap Rony, -Jumat pekan lalu.

Adapun Remigo Yolando Berutu bungkam ketika ditanyai ihwal duit suap yang diterimanya, termasuk untuk keperluan menghentikan kasus istrinya. Setelah diperiksa penyidik di kantor KPK pada Senin pekan lalu, Remigo terdiam, lalu menutupi wajahnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, ANDITA RAHMA, SAHAT SIMATUPANG (MEDAN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus