Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan Indonesia sudah tidak menggunakan Deep-Ocean Tsunami Detection Bouy sejak 2008. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan pemerintah Indonesia memutuskan BMKG untuk menggunakan sistem peringatan dini tsunami berbasis pemodelan komputer dengan perhitungan matematika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi dasarnya adalah matematik ini merekam data gelompang gempa dari ratusan sensor gempa yang dipasang di seluruh wilayah Indonesia," kata Dwikorita di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu, 6 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dwikorita pun menjelaskan cara kerja sistem yang digunakan BMKG untuk mengetahui gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah. Mulanya, sensor yang dipasang Palu dan Donggala langsung mengirim data ke BMKG setelah gempa 7,4 Magnitudo mengguncang. Lalu, dalam waktu dua menit, komputer terus bekerja dan memodelkan apakah gempa itu memicu tsunami atau tidak.
Hasilnya, komputer pun menangkap adanya potensi tsunami. Namun saat itu BMKG tak langsung mengumumkan karena data harus diverifikasi terlebih dahulu oleh operator dan pakar. "Ada SOP-nya. Harus verifikasi dulu, tidak bisa langsung diumumkan," kata Dwikorita.
Namun, sesuai SOP yang sama, informasi gempa bumi dan tsunami harus diumumkan dalam waktu paling lambat lima menit. BMKG pun mengumumkan adanya potensi tsunami dua menit setelahnya atau kurang dari lima menit.
Dwikorita pun menegaskan bahwa Indonesia tetap bisa mendeteksi peringatan gempa dan tsunami meski tidak menggunakan bouy. "Ini jadi kesalahpahaman. Seakan-akan tidak ada bouy, tidak bisa kasih peringatan dini," ujarnya.
Gempa berkekuatan 7,7 skala Richter yang telah dimutakhirkan oleh BMKG menjadi 7,4 Skala Richter mengguncang wilayah Palu dan Donggala pada Jumat, 28 September 2018 pukul 17.02 WIB. Gempa tersebut disusul dengan gelombang tsunami yang menerjang wilayah Palu. Saat ini, pemerintah masih melakukan evakuasi terhadap para korban dan membuka akses jalan untuk distribusi bantuan kepada para pengungsi.
Hingga H+7, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah hingga 5 Oktober pukul 15.50 WIB mencapai 1.571 jiwa.