TIDAK hanya para menteri ekonomi ASEAN yang bertemu di Jakarta pekan ini. Rekan mereka, para menteri luar negeri ASEAN, kecuali Filipina, ternyata juga bekumpul, walau pertemuan resmi mereka Senin malam dan Selasa pagi pekan ini lebih singkat, cuma beberapa jam. Ini pertemuan istimewa yang mendadak, karena pertemuan tahunan menlu ASEAN sebetulnya dijadwalkan Juli mendatang. "Pertemuan ini diusulkan Ketua, lalu kami semua berusaha mencari waktu yang cocok," kata menlu Singapura Dhanabalan setibanya di bandar udara Halim Perdanakusuma, Senin petang. Pertemuan ini memang diadakan atas prakarsa Menlu Mochtar Kusumaatmadja yang sedang mendapat giliran menjadi ketua Panitia Tetap ASEAN. Dalam pertemuan pers pekan lalu, Menlu Mochtar mengungkapkan empat masalah yang dijadikan topik pembicaraan pertemuan istimewa ini perkembangan terakhir di KamboJa, persiapan pertemuan tahunan menlu ASEAN Juli mendatang, hasil kunjungan Menlu Mochtar ke Moskow, dan hubungan ekonomi ASEAN. Mengenai perkembangan terakhir Kamboja, ASEAN secara resmi tampaknya merasa perlu menyatakan kegusaran mereka terhadap serangan tentara Vietnam di Kamboja yang melanggar perbatasan Muangthai serta menembak jatuh sebuah pesawat terbang dan satu helikopter Muangthai bulan lalu. Mungkin karena itulah Mochtar pekan lalu mengatakan perlu, "Mengistirahatkan sementara usaha pemecahan masalah Kamboja secara damai." Tampaknya ini merupakan isyarat kekecewaan terhadap Vietnam yang dianggap tidak tanggap terhadap upaya damai ASEAN. Lalu mengapa pertemuan istimewa para menlu diadakan? Seusai acara makan malam bersama para menlu ASEAN Senin malam diRuang Thai, Hotel Hilton, Mochtar mengatakan, hasil pertemuan itu "bagus". "Yang nomor satu adalah adanya penegasan kembali sikap ASEAN terhadap masalah Kamboja," katanya. Agaknya, penegasan kembali itu dianggap perlu dinyatakan untuk menunjukkan ASEAN tetap bersatu dalam sikap dan pandangan terhadap masalah Kamboja. Selama sekitar dua bulan terakhir ini memang banyak anggapan bahwa ASEAN telah retak dan berbeda pendapat. Salah satu dasar dugaan itu adalah pernyataan Pangab Jenderal Benny Moerdani tatkala mengunjungi Vietnam Februari lalu yang antara lain menegaskan, "ABRI dan rakyat Indonesia tidak mcnganggap Vietnam sebagai ancaman di Asia Tenggara." Pernyataan itu memang sempat menimbulkan kekagetan di beberapa ibu kota negara anggota ASEAN, terutama Bangkok. Tapi berbagai penjelasan Indonesia, termasuk dari Presiden Soeharto sendiri, rupanya bisa melegakan kembali ASEAN. Salah satu bukti hilangnya kesalahpahaman tadi adalah kunjungan Panglima Tertinggi Angkatan Perang merangkap Panglima Angkatan Darat Kerajaan Muangthai, Jenderal Arthit Kamlang-ek, ke Indonesia pekan lalu. Dalam suatu wawancara dengan koresponden Die Welt sekitar dua bulan lalu, tatkala pernyataan Jenderal Benny di Hanoi muncul di pers, Arthit antara lain mengatakan ia akan menolak datang bila diundang kc Jakarta. Ternyata ia berubah pendapat. Bahkan dalam konperensi pers sebelum meninggalkan Indonesia Sabtu pekan lalu Arthit - yang dikenal sebagai orang kuat kedua di Muangthai, setelah PM Prem menyatakan kunjungannya ke Indoneia "telah membentuk persatuan yang lebih erat antara negara ASEAN." Ketika ditanya apakah ia menganggap Vietnam merupakan ancaman langsung buat Muangthai, Arthit dengan sigap berkelit. "Saya merasa (tindakan) Vietnam terasa akibatnya di perbatasan Muangthai. Akibat ini dirasakan karena adanya pertempuran antara tentara Vietnam di Kamboja dan tentara koalisi. Walaupun aksi Vietnam tidak diarahkan ke Muangthai, kami tetap merasakan akibatnya di daerah perbatasan. Tapi situasinya dapat sepenuhnya diatasi oleh angkatan bersenjata Muangthai," kata Arthit. Kepada pers, Arthit juga menegaskan "Jenderal Moerdani dan saya sangat dekat. Saya sangat gembira bahwa Indonesia memiliki panglima ABRI yang kuat seperti Jenderal Moerdani." Ucapan Arthit itu disambut Jenderal Benny, "Dari jawaban Pak Arthit, Anda bisa mendengar sendiri, tidak ada permasalahan." Bila salah mengerti telah dihilangkan, dan lewat pertemuan istimewa para menlu ASEAN ditegaskan kembali kesatuan sikap ASEAN mengenai Kamboja, selanjutnya apa? Tampaknya, tidak ada perkembangan baru yang berarti mengenai penyelesaian maalah Kamboja dalam waktu dekat ini. Antara ASEAN dan Vietnam agaknya akan dimulai lagi "permainan adu tunggu". Hal itu antara lain tersimpul dari ucapan menlu Singapura Dhanabalan ketika dltanya berapa lama ASEAN bersedia menunggu pemecahan final masalah Kamboja. "Kita menunggu selama diperlukan, walaupun itu berarti sepuluh tahun lagi." Rekannya, Menlu Sidhi Savetsilla, menambahkan, "Jika mereka (Vietnam) bisa menunggu, kita juga bisa." jika situasi sekarang ini tidak berubah, ada yang berpendapat, faktor waktu agaknya lebih berada di sisi Vietnam. Walaupun demikian, ASEAN, setidaknya Muangthai, tampaknya masih mengharapkan terjadi perubahan di Kamboja. "Kami melihat munculnya semacam kejemuan di kalangan rakyat Kamboja. Mereka semula menyangka Vietnam akan membebaskan mereka dari Khmer Merah, tapi ternyata sampai sekarang tetap saja di Kamboja," ujar Menlu Sidhi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini