Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Protes Swasta Dan Sekolah Kosong

Yayasan pendidikan & persekolahan katolik (yppk) menutup beberapa SDnya dan melimpahkan murid-muridnya ke SD inpres. Sbabnya SD Inpres selalu berada dekat SD yppk. (nas)

12 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SYAHDAN, setelah mengadakan rapat tiga kali, Yayasan Pendidikan dan Per sekolahan Katolik (YPPK) Irian Jaya memutuskan mengirim surat kepada Gubernur Izaac Hindom. Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan itu, yang kini mengelola 312 SD tersebar di eantero Irian Jaya, mengetengahkan sejumlah masalah. Yang kemudian menarik perhatian, yakni niat Yayasan "untuk menutup beberapa SD Kecil," dan "murid-muridnya dilimpahkan pada SD Inpres setempat." Rencana Yayasan itu akan mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 1984 - 1985. Artinya, sekitar Juli nanti, penutupan SD itu akan dimulai. Adapun sebabnya, sejak 1973 pembangunan SD Inpres selalu berada di dekat SD YPPK. Pada mulanya, SD Inpres kalah pamor, tak kebagian siswa. Tapi waktu Itu Pemerintah RI mengambil kebijaksanaan yang menguntungkan Yayasan yang sudah sejak 1949 beroperasi di Irian Jaya. Yakni, memperbantukan guru SD Inpres ke SD YPPK. Mulai 1982, arus berbalik. Sebabnya, pembangunan SD Inpres makin gencar. Pada tahun 1973 - 1974 saja di Irian Jaya dibangun 50 SD Inpres. Tapi tahun 1983-1984 ini, tercatat 2.400 lebih SD Inpres bermunculan di provinsi paling timur itu. Dan total, sejak 1973 sampai April 1984, ada sekitar 9.200 SD Inpres di provinsi itu dibangun. Maka, sesungguhnya logis bila kemudian pemerintah menarik guru-guru negeri yang diperbantukan kepada swasta. Toh, selama ini mereka bekerja atas nama pemerintah. Neles Fakdara misalnya - yang pekan lalu ikut mendapat Satya Lencana dari Departemen P & K bagi guru-guru SD terpencil-sekitar 14 bulan yang lalu ditarik dari SD YPPK di Kecamatan Oksibil, untuk dijadikan Kepala SD Inpres Desa Dabolding, di Oksibil juga. Padahal, Neles, 30, sudah bertugas sebagai guru negeri di SD swasta itu sclama sembilan tahun. "Tapi status saya pegawai negeri, jadi saya tunduk pada pemerintah," katanya kepada TEMPO, pekan lalu. Menurut data dari YPPK, sudah sekitar 80 guru negeri, yang semula mengajar di SD Yayasan itu, ditarik ke SD Inpres. Tentu saja ini bikin kacau. Tanpa ada penarikan itu, 312 SD YPPK yang mempunyai hampir 1.600 kelas, pun kekurangan guru. Hanya ada 1.203 guru di YPPK. Tapi, kata Sugiyono, wakil gubernur Irian Jaya, kekurangan guru bukan cuma masalah swasta. Menurut perhitungannya, dalam 100SD Inpres, lima unit belum punya guru sama sekali. Bila minimal tiap SD membutuhkan empat guru, maka Irian Jaya masih kekurangan sekitar 2.000 guru SD. Tiga SPG negeri dan lima swasta di sana tak mampu dalam waktu dekat memenuhi kebutuhan itu. Menurut Neles Fakdara, kepala SD Inpres di Oksibil tadi, YPPK biasanya mendirikan SD-nya di kota kecamatan, dan menampung anak-anak dari desa-desa sekitar kecamatan itu. Lalu SD Inpres biasanya, dibangun di desa. Dicontohkan oleh Neles, SD Inpres-nya dibangun di Desa Dabolding Kecamatan Oksibil. Akibatnya, anak- anak Dabolding tak mau masuk SD YPPK di kota kecamatannya, karena ada SD Inpres di dekat permukiman mereka. Tahun lalu 68 siswa baru mendaftar di SD Inpres itu, sementara SD YPPK di Oksibil hanya mendapat siswa di bawah sepuluh orang. Padahal, menurut Neles pula, SD Inpres yang baru berdiri biasanya hanya bermodalkan gedung, bangku, dan papan tulis. "Kapur tulis saja masih minta ke Yayasan," katanya. Tapi pembangunan SD Inpres di Irian Jaya tak hanya mempertimbangkan faktor pendidikan. Menurut sumber TEMPO di Pemda Irian Jaya, dipertimbangkan pula segi politisnya. "Kita perlu membangun proyek- proyek yang bisa dilihat warga Irian Jaya dengan nyata, jadi bukan sekadar omong kosong," kata sumber tadi. Dan secara psikologis, keberatan pihak YPPK sebenarnya bisa juga diterima. "Kami bukan menuntut sesuatu," kata D. Renyaan, Kepala YPPK. Ia, 67, yang pernah menjadi Kepala Inspektorat Wilayah Provinsi Irian Jaya selama 17 tahun, hanya minta, "Mari kita bersama menengok sejarah". Maksud bapak tiga anak ini, dalam merintis pendidikan di Irian Jaya, YPPK boleh dikata menjadi pelopor yang sudah banyak memberikan pengorbanan. Konon, ada beberapa misionaris YPPK, tahun 1950-an, hilang tak tentu rimbanya dalam upaya menajak warga Irian Jaya bersekolah. Maka, bila kemudian muncul begitu . saja SD Inpres yang tak hanya menyedot guru tapi juga murid SD YPPK, siapa tak berang? Sebenarnya, pihak swasta yang bergerak di pendidikan di Irian Jaya bukan cuma YPPK. Ada pula Yayasan Pendidikan Protestan (YPK). Tapi YPK ini memang tak sebesar YPPK. Bahkan, menurut Agustinus Motuty, bekas guru di SD YPK yang kini jadi guru agama Protestan di SD Inpres Kokas, Kabupaten Fak-Fak, "Banyak guru YPK ingin jadi guru Inpres." Tapi Pak Guru ini pun mengakui, yang paling terjamin kesejahteraannya, misalnya gaji tak pernah terlambat, ya, di sekolah-sekolah YPPK itu. Kemudian ada Yayasan Pendidikan Islam atau Yapis, yang kini punya 40 sekolah (dari TK sampai SMA). Yayasan ini belum merasa terganggu oleh SD Inpres. Tapi seandainya Yapis mengalami seperti yang dialami YPPK, "mungkin kami juga akan menutup sekolah Yapis," kata S.J. Pontoh, Ketua Yapis. Tapi, bagaimanapun, pembangunan SD Inpres di Irian Jaya, "memang asal memenuhi target," kata orang di Pemda itu. Di Kecamatan Waris, misalnya, SD YPPK hanya punya murid rata-rata tiap kelas di bawah sepuluh orang. "SD ini tiap tahun hanya meluluskan sekitar empat anak," kata Martinus May, guru di situ. Toh, 1981, sebuah SD Inpres berdiri di Waris, tapi hingga sekarang cuma jadi bangunan kosong, belum ada gurunya. Lebih aneh lagi, lima anak di kecamatan yang terletak di perbatasan Irian Jaya dan PNG itu, ternyata bersekolah di Pendesi, wilayah PNG. Satu di antara anak-anak itu adalah anak Martinus sendiri. "Biar pintar bahasa Inggris," kata Martinus, Pak Guru itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus