Seorang pria muda. Berambut ikal agak gondrong, pipinya cekung dan alis matanya tebal. Tubuhnya kurus setinggi 170 sentimeter. Sekujur raut mukanya yang lonjong ditumbuhi jerawat. Saat dipergoki sejumlah saksi mata, tak lama setelah bom meledak di lantai bawah Masjid Istiqlal, gelagatnya mencurigakan: tergopoh-gopoh membonceng sepeda motor seorang rekannya yang mengenakan helm. Sampai akhir pekan lalu, tak jelas identitas lelaki buron itu. Namanya pun tak diketahui. Satu-satunya petunjuk hanya berupa goresan sketsa polisi yang dibagikan rame-rame ke media massa.
Satu buron lagi dicatat polisi. Kali ini lebih gamblang. Berupa foto diri lelaki berumur 40 tahun. Namanya Eddy Ranto, atau biasa juga dipanggil Umar. Ia lulusan sebuah sekolah teknik kejuruan, jurusan elektronika, di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Pria beristri dua ini pernah bekerja sebagai staf bagian perawatan anak perusahaan otomotif Astra. Gawatnya, Eddy diduga menjadi otak perampokan Bank BCA di Tamansari, Kamis dua pekan lalu. Ia disebut aparat menjadi amir atau pemimpin sebuah gerakan Islam bernama AMIN (Angkatan Mujahiddin Islam Nusantara), yang dituding terlibat kasus peledakan sebuah wartel di dekat Plaza Hayam Wuruk, Jakarta?hanya 20 menit sebelum terjadinya perampokan. Belakangan polisi lebih senang menyebut mereka Kelompok Amir.
Satunya pria muda dalam foto close-up, satunya lagi berupa goresan sketsa?agaknya baru ini dibikin polisi untuk kasus peledakan bom. Dalam pelbagai publikasi, sosok dua tokoh misterius ini kerap dipersandingkan. Adakah keduanya berhubungan satu sama lain? Adakah peledak ruang kantor Masjid Istiqlal tak lain pengebom Plaza Hayam Wuruk? Polisi tak berani memastikan. ''Kami harus menelitinya lebih jauh," kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Mayjen Noegroho Djajoesman. Yang pasti, kedua tokoh itu sama-sama menjadi buron, yang pekan-pekan ini membikin sibuk para penegak hukum.
Polisi memang sedang mencari tahu ihwal dua perkara besar yang bikin heboh seantero Republik ini. Dalam istilah mereka: berupaya menemukan titik singgung keduanya. ''Namun itu terbatas pada kesamaan jenis bahan peledaknya," ujar Kepala Dinas Penerangan Polda Metro Jaya, Letkol Drs. Zainuri Lubis, kepada pers, Sabtu pekan lalu. Bahan peledak dua bom yang meledak di kedua lokasi vital itu antara lain terdiri dari TNT (trinitrotoluene) dan KCLO3 (kalium chlorat). Tapi bom yang ditaruh di Istiqlal punya daya ledak lebih dahsyat. Bayangkan, saat meledak Senin pekan lalu, resonansinya membuat panel-panel kaca 21 ruangan sepanjang koridor di lantai dasar pecah berkeping-keping. Getarannya terasa di sejumlah bangunan yang berjarak ratusan meter dari masjid.
Bahan ledak serupa di dua tempat berbeda tentu saja bukan jaminan pelakunya sama.
Di sinilah polisi masih menyediliki. Sampai pekan lalu, sudah 22 orang saksi diperiksa. Belasan orang tertangkap sebagai tersangka perampokan bank BCA Tamansari. Polisi hanya kuat menduga bahwa perampokan itu jelas berhubungan dengan peledakan bom di Plaza Hayam Wuruk. Sebab, terjadinya hampir bersamaan. Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Roesmanhadi menegaskan: gerombolan perampoknya dari Kelompok Amir, atau juga AMIN. Mereka berencana merampok sejumlah bank. Bahkan hendak mendirikan negara baru. Tapi pernyataan ini dikoreksi Kapolda Noegroho Djajoesman. ''Ini hanya kriminal murni."
Semua dugaan polisi, yang tampaknya begitu berhati-hati menyebut motif politiknya, memang harus diuji di pengadilan. Di luar perkara ingar-bingar penyelidikan atas tiga kasus yang terjadi berentetan dalam dua pekan ini, orang mulai berspekulasi: apa sesungguhnya motif politik di balik tindakan gila itu. ''Kalau dia tertangkap, saya ingin lihat, apakah dia itu manusia atau iblis," kata Panglima TNI Jenderal Wiranto kepada pers. Presiden Habibie, yang bersama sejumlah pejabat meninjau ke lokasi ledakan, ikut prihatin. Ia siap mengucurkan dana Rp 3,5 miliar untuk memperbaiki kerusakan masjid. ''Ini perbuatan biadab yang harus kita kutuk," kata Habibie. Polisi diinstruksikan mengusut.
Tantangan yang menyulitkan untuk dijawab. Mungkin pintu masuknya bisa lewat bahan peledak bom di kedua tempat itu. Kalaulah memang TNT, yang dipicu KCLO3, keduanya memang bahan peledak khusus militer. TNI ikut ''bermain"? Tunggu dulu. Sebab, bahan peledak ini bisa didapat dari berbagai sumber: PT Dahana, perusahaan strategis milik negara?dan dua mitranya yang punya izin memasok bahan peledak untuk komersial?selain TNI dan juga polisi. ''Jadi, semua kemungkinan itu harus diselidiki untuk mengungkap siapa saja yang terlibat," kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Syamsul Ma'arif. ''Yang jelas, pelakunya pasti punya keahlian dalam penggunaan bahan peledak," Kapolri Jenderal Roesmanhadi menambahkan.
Kalau memang aparat serius mengusut, itu memang bisa dimaklumi. Ledakan di Masjid Istiqlal itu bukan perkara sepele. Masjid negara terbesar di Asia Tenggara yang berdiri di atas lahan 12 hektare itu merupakan simbol kebanggaan umat. Ada pula yang menyebutnya jantung umat. Apalagi letaknya begitu vital dan strategis, berdekatan dengan Departemen Agama, bahkan dengan Istana Kepresidenan. Semua pemuka Islam langsung buka suara. Selain meminta agar kaum muslimin bersikap tenang, mereka juga menuntut agar aparat membongkar siapa gerangan biang pelakunya. Ketua Umum ICMI Achmad Tirtosudiro dan Ketua PP Muhammadiyah A. Syafi'i Ma'arif mempertanyakan kesungguhan aparat keamanan ''dalam mengungkap aktor intelektual peledakan Istiqlal."
Banyak yang menyebut tindakan brutal ini sengaja dibikin untuk merusak pemilu yang sudah di ambang pintu. Tentulah kelompok yang terancam bakal kalah harus bikin gara-gara. Repotnya, semuanya memang masih serba penuh teka-teki dan spekulasi?karena masih berbau khas teror Indonesia: tak ada seorang pun atau pihak mana pun yang mengaku bertanggung jawab. Motifnya pun juga tak bisa dibeberkan secara terbuka. Tapi dampaknya memang luar biasa. Jakarta makin sering digoyang ancaman ledakan bom?hingga di lokasi publik macam rumah sakit.
Sekali lagi, ini sebuah ''tantangan" serius bagi aparat. Tuntutan pemuka Islam itu jangan dianggap sepele. Mereka agaknya masih ingat akan kejadian Masjid Istiqlal dibom pada 14 April 1978. Saat itu, pada kejadian selepas salat isya, bagian pengimaman atau mihrab yang jadi sasaran. Akibatnya, tangga dan lantai imam salat jebol hingga menimpa ruang wudu. Kelompok Komando Jihad yang dipimpin tokoh bernama Imron dituding sebagai biang keladinya. Mereka, kabarnya, menganggap Istiqlal tak ubahnya masjid dhirar (bencana) yang dibangun untuk membahayakan syiar Islam. Apalagi arsitekturnya dibikin Frederik Silaban, penganut Kristen, yang memenangkan sayembara.
Ledakan pertama buat Istiqlal itu?sebagaimana kedua kali ini?tak menimbulkan korban nyawa. Bom jenis TNT itu mampu menggetarkan bangunan sekitarnya yang terletak 200 meter dari masjid. Sejumlah orang yang tengah salat sampai terpelanting. Seorang guru mengaji di masjid itu, Moh. Darisman, dikabarkan mengalami luka pada mata kirinya. Petugas keamanan segera datang memeriksa masjid yang tiga bulan sebelumnya diresmikan oleh Presiden Soeharto itu. ''Hanya orang sintinglah yang mau melakukan peledakan itu," kata Letkol Anas Malik, Kepala Penerangan Laksusda Jaya waktu itu.
Sejumlah orang lantas diperiksa. Tapi tak ada yang ditangkap. Kasusnya langsung diambil alih Laksusda Jaya, lembaga ekstrayudisial di masa awal Orde Baru. Komando Jihad? Kuat diduga merupakan bentukan intelijen yang belakangan banyak terungkap untuk menyudutkan umat dalam pentas politik. Belajar dari sini, tak mustahil ledakan kedua buat Istiqlal itu juga bakal menembus tembok raksasa, kecuali ada langkah besar untuk membongkarnya habis-habisan.
Wahyu Muryadi, Mustafa Ismail, Arif A. Kuswardono, Dharmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini