Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LELAKI berkacamata itu duduk manis di lobi hotel, sambil memegang komunikator. Pukul 3 sore. Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada awal tahun itu lumayan sibuk. Sesekali lelaki itu menebar pandang ke sekujur ruang, terutama ke arah pintu masuk hotel bintang lima tersebut.
Selang sesaat, seorang pria dan wanita berwajah oriental melangkah masuk, langsung menuju ke meja resepsionis. Si kacamata menoleh sekilas. Wajah sang pria mirip foto di layar komunikatornya. Seorang lelaki lain, berdiri tak jauh dari situ, menangkap isyarat si kacamata dan berjalan santai mendekati meja resepsionis. Dari kejauhan, seorang lain memotret pasangan itu sejak memasuki ruangan lobi.
”Anggota mendekati resepsionis untuk ngecek nama si tamu,” kata Ulin Ni’am Yusron, 35 tahun, si kacamata, kepada Tempo di kantornya di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. ”Ternyata orangnya sama,” ujar bekas wartawan yang sekarang berprofesi sebagai ”intel swasta” itu melanjutkan.
Menurut Direktur Manajemen Relasi PT Aviyasa Consulting—perusahaan pemberi jasa investigasi swasta—ini, kasus tersebut pesanan seorang pengusaha Singapura. ”Apa betul hubungan kedua orang itu cuma bisnis, atau lebih dari itu,” katanya. Pengintaian dilanjutkan ketika pasangan itu turun makan malam.
Seorang anggota tim ikut makan di restoran hotel dengan posisi berdekatan untuk memudahkan pengambilan gambar. Seorang lainnya berjaga di luar untuk mengantisipasi jika pasangan tersebut batal makan. Pegangan tangan si pasangan dan kecupan yang mendarat di dahi si perempuan terekam jelas di kamera, yang juga bisa berfungsi seperti kamera film digital.
Pengintaian, sesuai dengan negosiasi sebelum pelaksanaan ”operasi”, memang disepakati cuma berlangsung di luar kamar. ”Pakai kamera tersembunyi di kamar bisa saja,” ujar Ulin. ”Tapi harganya juga beda.” Klien ternyata cukup puas dengan gambar, rekaman film, dan laporan pengintaian tiga halaman yang dikirim lewat surat elektronik.
Pekerjaan dua hari itu lantas berbuah transfer setengah sisa dana dari total biaya yang disepakati. Karena pengerjaannya relatif mudah, ”Biayanya juga tidak besar,” Ulin menerangkan. Menurut dia, kegiatan investigasi ini mirip tugas jurnalistik. Hanya lebih menantang. ”Tidak ada aturan etika, cara mengerjakannya terserah kami,” kata Ulin.
Menurut dia, intip-mengintip urusan beraroma mesum ini cuma segelintir dari kegiatan yang biasa ditangani PT Aviyasa. Ada juga investigasi soal pemalsuan rokok di Sukabumi, Jawa Barat. Kasus ini diperoleh dengan mendapat informasi dari Departemen Perindustrian. Tim Aviyasa lalu mendekati perusahaan rokok yang bermasalah untuk menawarkan bantuan. Tim memberikan pemetaan distribusi hingga proses produksi rokok palsu itu.
Lain lagi sepak terjang seorang investigator swasta yang pernah bekerja di perusahaan lokal milik seorang veteran Perang Vietnam asal Amerika Serikat. Pada 1998, sebut saja Soni, 40 tahun, mendapat tugas pertamanya mencari data gaji dan bonus karyawan bagian produksi perusahaan sepatu di Bekasi. ”Selama sepekan saya dekati karyawan yang makan di warung-warung dekat pabrik,” katanya.
Soni lalu mendapatkan identitas beberapa pengurus serikat pekerja untuk didekati. Setelah bertemu dan berbicara ngalor-ngidul dengan salah satu pengurus, ia menjanjikan uang. Data berupa slip gaji dan bonus lalu berpindah tangan. ”Teknik pendekatannya macam-macam. Tapi ujung-ujungnya, sih, duit,” ujarnya terbahak.
Sebelum nyemplung ke dunia investigasi, Soni pernah bekerja di perusahaan kontraktor pemasangan kabel hingga perusahaan sepatu bagian sumber daya manusia. Ketika diajak pindah kerja ke perusahaan itu oleh seorang teman, ia mengaku tidak menyangka akan bekerja seperti layaknya seorang intel. ”Tahunya setelah masuk,” katanya. ”Saya pikir itu perusahaan konsultan biasa.” Menurut dia, kunci sukses pekerjaan seperti ini adalah mudah bergaul. ”Juga sabar. Kalau orangnya panasan, waduh....”
Budi Riza
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo