IBARAT seorang penerbang, Bacharuddin Jusuf Habibie boleh dibilang siap tempur. Naskah pidatonya selaku presiden sudah siap dibaca di depan para wakil rakyat di Sidang Umum MPR, Kamis, 14 Oktober. Awal pekan ini, acara pakar pesawat terbang itu di Istana cuma melakukan interviu dengan sejumlah media dan mengoreksi teks pertanggungjawaban, yang akan dibacanya keras-keras saat simulasi di depan para menteri dan penasihat kepresidenan.
Skenario sudah diatur menghadapi cuaca paling buruk: diinterupsi majelis. Soal ini termasuk yang tak bisa diprediksi, memang. Dan teknik menyela semacam itu bukan perkara mustahil—dalam sidang rakyat periode ini yang memang banjir interupsi. Apalagi jabatan ketuanya kini dipegang Muhammad Amien Rais, penggagas poros tengah, yang kurang sreg jika Rudy Habibie maju lagi. "Silakan saja, Habibie akan merespons," kata Umar Juworo, penasihat presiden, tak gentar.
Namun, sebelum sampai ke babak penentuan di Senayan itu, "medan laga" sudah menunggu di kandang sendiri, Partai Golkar. Rencananya, 11 dan 12 Oktober ini para petinggi partai kuning akan melakukan rapat pimpinan (rapim). Salah satu agendanya membahas ancang-ancang menghadapi majelis rakyat tahap kedua. Evaluasi pencalonan tunggal Habibie sebagai presiden bisa pula dibuka. Banyak kalangan dalam yang memastikan bahwa Habibie akan enteng melenggang, meski, kabarnya, pimpinan pusat diberi mandat "mengubah pencalonan di sidang umum."
Jika lolos di rapim, tinggal menyiasati majelis. Namun, sebelum itu, lobi-lobi dijalankan. Kali ini cara yang ditempuh tak terlampau sulit. Habibie mengundang para pendukungnya di DPR, MPR, dan juga dari Golkar untuk hadir di kediamannya, di Patra Kuningan, untuk santap malam, sekaligus memasyarakatkan ihwal pidatonya. (Lihat: Pidato Tangkisan Habibie.) Operasi mengenal dari dekat pidato Habibie ini diatur para pengurus Beringin: Marwah Daud, Fahmi Idris, dan kawan-kawan.
Meraba atmosfer dukungan di sidang umum memang bukan perkara mudah. Sikap PDI Perjuangan, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Reformasinya Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan, Partai Bulan Bintang, dan juga TNI bisa saja melenceng dari harapan. Bukan menyangkut pencalonan Habibie, tapi pidato putra Parepare ini bisa menjadi komoditi politik unggulan untuk mengangkat ataupun menjatuhkannya. Tiket Habibie, boleh dikata, amat bergantung pada sejauh mana respons parlemen.
Coba kita tengok suara Partai Golkar. "Kami berada dalam posisi sulit. Bagaimanapun, dia adalah calon presiden Golkar," kata Marzuki Darusman, Ketua Fraksi Beringin di MPR. Kiki—begitu Marzuki disapa—bilang bahwa partainya besar kemungkinan menerima semua argumentasi Habibie. "Cuma, dengan sejumlah catatan, dan itu berarti akseptabilitasnya rendah," katanya. Hanya, seberapa banyak catatan dibubuhkan, itu belum tergambar jelas. Golkar, dengan 120 kursinya, tampaknya oke-oke saja.
Hambatan paling serius datang dari PDI Perjuangan. Wakil sekretaris jenderal partai pemenang pemilu ini, Haryanto Taslam, menegaskan bahwa fraksinya akan menolak laporan Habibie tersebut. Sang Presiden dinilai cacat dalam mengatasi skandal Bank Bali, kekerasan di Aceh, pemberian opsi kemerdekaan Timor Timur, krisis ekonomi, kekerasan oleh militer, dan pengusutan Soeharto. Kendati begitu, menurut Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan PDI Perjuangan Kwik Kian Gie, untuk soal kebebasan pers, pemilu multipartai, dan pembebasan tapol/napol, Habibie perlu diberi acungan jempol. (Lihat: Menilai Rapor Habibie).
Fraksi PKB juga mengisyaratkan penolakan. Juru bicaranya, Khofifah Indar Parawangsa, menyatakan, jauh-jauh hari pihaknya telah menyusun parameter untuk mengukur hasil kerja Habibie, baik parameter yuridis yang disusun dengan mengacu pada pelbagai ketetapan MPR yang lahir pada masa sidang istimewa maupun parameter psikologis yang lebih menekankan pada minimnya sense of crisis aparat pemerintahan. Mereka dinilai tak bisa merespons kehendak masyarakat.
Sikap lebih hati-hati ditunjukkan oleh Ketua Fraksi TNI/Polri, Hari Sabarno. Alih-alih mengkritik habis Habibie, ia malah mengingatkan rekan-rekannya untuk tidak main pukul rata terhadap laporan pertanggungjawaban presiden. Maksudnya, ibarat rapor murid sekolah, tidak benar jika orang lantas menyamaratakan semua nilai. "Mesti dilihat dulu pada mata pelajaran apa si murid memperoleh nilai jelek. Siapa pun yang duduk di kursi presiden pasti akan mengalami hal ini juga," ujar Hari kepada TEMPO.
Dari kalkulasi di kertas, menurut Kiki, Habibie akan lolos dari lubang jarum jika berhasil menjawab dengan memuaskan tiga permasalahan besar: Timor Timur, skandal Bank Bali, dan penyelesaian masalah mantan presiden Soeharto. Lalu, apa implikasi lebih lanjut dari sikap setiap fraksi di MPR terhadap Habibie? Apa yang terjadi jika sebagian besar fraksi menolak laporannya? Inilah sederet awan kelabu yang bergelayut samar di langit Senayan.
Sebenarnya, Orde Baru telah mewariskan Ketetapan No. III/MPR/78, yang belum pernah dipakai selama ini. Padahal, lewat palu hukum itu, lembaga tertinggi negara ini mungkin saja memecat presiden jika pertanggungjawaban yang disampaikan sebelum masa akhir jabatannya ditolak dalam sidang istimewa. Tapi konteks masalah ini jauh dari persoalan Habibie. Itu bukan saja karena ia memang harus mengakhiri jabatannya, tapi sidang kali ini memang bukan sidang istimewa.
Mungkinkah pidato itu divoting? Bukan mustahil, memang. Tapi kubu Golkar yakin bakal memenangi arena coblosan ini. "Suara dari utusan daerah akan banyak mendukung Pak Habibie," kata Yusuf Kalla dari utusan daerah, yang kini tak berfraksi itu. Apalagi, dari sejarah lima kali voting babak awal tempo hari, termasuk saat menjagokan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung sebagai Ketua DPR, suara majelis cenderung tak berpihak kepada PDI Megawati dan PKB. "Kemungkinan mayoritas anggota menerima pidato itu," kata Umar Juworo.
Tapi soal voting pidato agaknya tak relevan diperuncing. Toh, majelis rakyat tak punya aturan yang melarang calon presiden maju ke babak berikutnya meski laporannya ditolak oleh fraksi-fraksi di MPR. Dengan optimisme yang membara di dada, bisa ditebak, Bung Rudy akan pantang surut ke belakang dari arena pencalonan sebagai presiden Indonesia mendatang. "Tiadanya implikasi hukum ini menyebabkan pertanggungjawaban Habibie hanya akan melahirkan konsekuensi politis dan moral," kata Kiki.
Lalu, apa konsekuensinya? Jika suasana penolakan begitu keras, bagi Khofifah, Taslam, Kwik, dan para penentang lainnya, tidak ada jalan untuk Bung Rudy selain mengundurkan diri dari pencalonan sebagai presiden. "Penolakan ini jelas menggambarkan bahwa ia tidak bisa mengemban amanat rakyat yang dituangkan dalam ketetapan-ketetapan MPR," ujar Khofifah. "Habibie harus mutlak mundur dan tidak boleh dicalonkan kembali sebagai presiden," kata Sabam Sirait dari "Fraksi Banteng Bibir Putih". Bagaimana, Bung Rudy?
WM, Wijayanto, Andari K. Anom, Hani Pudjiarti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini