Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menunggu Kata Putus Para Kiai Waskita

Gus Dur dan Mega sepakat maju bareng di Senayan. Para kiai masih curiga dukungan Poros Tengah. Di mana posisi Akbar?

17 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ary dan Sukarno tak pernah berakrab-akrab dalam kurun sejarah yang sama. Mbah Hasyim hidup pada masa pergolakan melawan kolonial, mendeklarasikan berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama pada 1926. Sedangkan Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan hampir dua dasawarsa berikutnya. Tapi restu keduanya begitu penting dipertautkan, terutama bagi dua anak turunnya: Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri. Agenda ngalap berkah ini disokong sebuah pesawat khusus yang dicarter dari Jakarta. Abdurrahman ''Gus Dur" Wahid, 59 tahun, cucu Mbah Hasyim, dan Megawati, 52 tahun, putri si Bung, bertemu dalam ziarah bareng: di Blitar, lalu di pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, pekan lalu. Sesampai di makam Mbah Hasyim, Gus Dur tak kuasa menumpahkan tangis. Ia beranjak meninggalkan kubur saat doa tahlil Kiai Nur Muhammad Iskandar belum usai. Ratusan santri berebut menciumi tangan idolanya itu. Ada yang merapatkan bibir ke kaca mobil atau sekadar menyentuh bekas tapak kakinya. Kunjungan mendadak itu memang sarat makna. Tak aneh jika rute sepanjang perjalanan menuju makam sempat dipadati para pendukung dua tokoh partai yang memborong suara di Jawa Timur saat pemilu lalu itu. ''Mereka akan berpikir bahwa Gus Dur dan Mega lengket bak surat dan prangko," kata Taufiq Kiemas, suami Mega yang juga anggota MPR. Bagi massa di akar rumput, suasana hangat ini melegakan. ''(Emosi) mereka akan reda melihat kedua sanjungannya duduk berdampingan," tambah seorang pengawal Mega. Kejadian ini praktis menepis segala dugaan selama sidang umum: Gus Dur menjauhi Megawati. Sudah jamak terlihat, betapa belakangan ini, Ketua Umum Pengurus Besar NU ini begitu dekat dengan Amien Rais, pengide Poros Tengah yang jadi tim sukses si Gus for president. Repotnya, Amien, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang kini Ketua MPR, terbilang kecewa berat dengan PDI Perjuangan—berulang kali uluran tangan Amien untuk koalisi disambut dingin. Hubungan Amien-Mega praktis kurang harmonis. Amien, yang juga menolak Habibie, lewat barisan Fraksi Reformasinya, lalu menyodorkan Gus Dur sebagai calon presiden secara resmi, pekan lalu. Angin di kantor fraksi Amien dkk. ini makin berembus segar ketika kawin-mawin mereka dengan Partai Golkar, Partai Bulan Bintang, dan sejumlah poros kecil lainnya, ternyata mendapat kans memenangi babak awal voting; sejak menyangkut tata tertib, sampai pemilihan Ketua MPR, dan juga Ketua DPR. Perkubuan PDI Perjuangan, sang pemenang pemilu dengan 153 kursi, dengan Partai Kebangkitan Bangsa ternyata keok. Kekalahan demi kekalahan yang dialami Banteng-NU ini praktis mengancam kursi Mega, sang kandidat presiden. Apalagi saat voting yang memilih Ketua DPR, sebagian suara barisan Mega tertumpah untuk Akbar, yang menang mutlak. Posisi Mega jelas gawat. Para operator partai yang dikritik enggan melobi ini buru-buru mengingatkan amanah Kongres Bali: ''mengusahakan" Mega jadi presiden. Artinya, konsentrasi akan tertuju para partai puncak ''olimpiade politik" di Senayan, bukan pada pemilihan Ketua DPR dan MPR. Cuma, babak final nanti bukannya tanpa aral. Habibie yakin didukung suara lantang kader Golkar, juga TNI dan partai lainnya. Tapi, di luar kebun Beringin, kebetulan Gus Dur bertekad maju dalam pencalonan. ''Pokoknya, Gus Dur ibaratnya nggelundung semprong (tampil apa adanya) saja," kata orang dekatnya. Walhasil, Gus Dur, sang senior, malah jadi batu sandungan serius. Satu-satunya faktor yang mungkin mempengaruhi langkah santri kelahiran Jombang ini hanyalah suara para kiai khos atau kiai waskita. Mereka makin rajin bertemu untuk meraba isyarat dari langit ihwal langkah sang Guru Bangsa yang juga diyakini sebagai azimat NU itu. ''Kami tak bisa gegabah memutuskannya karena ini masalah serius," kata Kiai Mustofa Bisri dari Rembang. ''Para kiai itu masih curiga dengan dukungan Poros Tengah," kata Gus Dur (lihat Meraba Tiga Isyarat Langit). Saat ditanyai niatnya, Gus Dur ternyata tetap dengan keputusannya: maju terus. Apalagi jika kandidatnya cuma seorang calon. Tapi jika yang muncul dua calon, ia akan meminta pendapat kiai sehari sebelum masa perhitungan suara: apakah maju terus atau sebaiknya mundur. ''Pada detik-detik terakhir itulah segalanya bisa berubah," kaya Alwi Shihab, Ketua PKB. ''Meski tak melarang maju, mereka bisa memveto Gus Dur harus berhenti mencalonkan." Dukungan makin kuat ketika bandul PKB akhirnya dibelokkan ke tokoh sentral ini—kecuali Ketua Umum Matori Abdul Djalil dan segelintir suara lainnya. ''Sangat tidak logis jika sang idola mau maju tapi suara malah diarahkan ke pihak lain," kata Alwi Shihab. Ia bisa memahami jika Matori terus bersikukuh untuk tetap menjagokan Mega. Sikap ini memang sesuai dengan hasil Musyawarah Pimpinan PKB tempo hari, yang akan mendukung calon partai pemenang pemilu sebagai presiden. Suara Matori akan berbalik ketika para kiai waskita memutuskan bulat menyokong Gus Dur. ''Ibaratnya musyawarah pimpinan itu istri pertama, dan suara kiai ini istri kedua," kata Alwi. Dari konteks ruwetnya argumentasi politik ala NU inilah nyekar bareng Mega tadi begitu penting dilakukan. Lumayan, mendinginkan suasana. Dalam perjalanan, baik di pesawat maupun di dalam mobil menuju makam, keduanya berbincang serius. ''Mas Dur dan saya sama-sama jalan terus," kata Mega. Adakah saling pengertian itu sampai pada kesepakatan untuk RI 1 dan RI 2? Bisik-bisik terdengar bahwa Gus Dur menawarkan pada Mega untuk menduduki posisi puncak. Mega ditawari orang kedua, sebagai wakil presiden yang menjalankan fungsi perdana menteri—seperti era Bung Hatta. Info lain menyebut bahwa Mega tetap disokong untuk presiden, tapi si Gus dicarikan posisi tak kalah menarik: Ketua Dewan Pertimbangan Agung atau lembaga khusus Penasihat Presiden. ''Kesepakatan apalagi itu. Saya tidak pernah membuat kesepakatan seperti itu. Mas Dur dan saya sama-sama jalan terus," kata Mega saat dikonfirmasi. Spekulasi lain menyinggung soal kesepakatan PDI Perjuangan dengan Golkar, khususnya kubu Akbar Tandjung-Marzuki Darusman. Ingat limpahan suara Banteng yang digelontorkan ke hutan Beringin saat pemilihan Akbar Tandjung sebagai Ketua DPR? Diam-diam, memang ada komitmen khusus antara kedua partai unggulan ini. Konon, dalam sebuah pertemuan di sebuah restoran Hotel Indonesia antara Mega dan Akbar, telah dicapai persetujuan untuk mendorong suara Banteng ke Akbar. ''Mega telah memberikan jaminan kemenangan buat Akbar," kata sumber TEMPO di PDI Perjuangan. Konsesi ini akan dibalas dengan sokongan penuh buat Mega dalam voting presiden. ''Kalau mereka mengkhianati, bisa gawat," kata tokoh PDI Mega lainnya. Rundingan gelap ini memang dibenarkan kubu Akbar. ''Kami memang sudah menyatakan sumpah demi Allah untuk mendukung Mega, dan ini akan kami jaga," kata bekas tokoh HMI yang jadi penghubung dua partai itu. Jika skenario ini lancar, dan Habibie terjungkal saat pidato pertanggungjawaban, peluang Akbar makin hidup untuk posisi wakil presiden. Kursinya di DPR, kata sumber TEMPO, akan diisi Hamzah Haz, bos Partai Persatuan Pembangunan. ''Kalau sudah begitu, illat (sebab atau alasan) pencalonan Gus Dur otomatis gugur, dan ia bisa mundur," kata Salahuddin Wahid, Ketua Umum Partai Kebangkitan Ummat, adik Gus Dur. Detik-detik terakhir ini masih harus kita tunggu. Wahyu Muryadi, Edy Budiyarso, Darmawan Sepriyossa, Wenseslaus Manggut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus