Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Bunda di Partai Biru

Jaringan lobi Bunda Putri menjangkau orang penting partai politik. Disegani petinggi PKS karena dekat dengan Demokrat.

23 September 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MISTERI Non Saputri alias Bunda Putri pelan-pelan terkuak. Namanya memang belum lama malang-melintang di dunia gelap percaloan. Para pejabat dan pengusaha baru mendengar nama perempuan 50 tahun ini sekitar lima tahun belakangan sebagai pelobi dan orang berpengaruh di Kementerian Pertanian.

Kekuasaannya terekam dalam percakapan telepon pada 28 Januari 2013 antara Bunda dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq. Ketika itu, keduanya membicarakan penempatan seseorang untuk jabatan eselon I di Kementerian Pertanian. Luthfi dan Ridwan Hakim, anak Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin, memelankan suara saat berbicara dengan Saputri. Kepada kolega-koleganya, Saputri minta dipanggil Bunda.

Saputri pernah bergabung dengan Lumbung Informasi Rakyat (Lira), lembaga swadaya yang menjadi pendukung Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden 2004. Rumahnya di Jalan Raya Pondok Indah Nomor 9 kerap dijadikan tempat rapat para pengurus Lira. "Jaringannya sebagai pengusaha sangat luas," kata Yusuf Rizal, Presiden Lira, pekan lalu.

Di Lira, Saputri menjabat Ketua Lira Hijau dan penasihat umum, antara lain, bersama beberapa politikus senior Demokrat: Hayono Isman, Jafar Hafsah, dan Ahmad Mubarok. Namun ketiganya menyangkal mengenal Saputri meski sama-sama aktif di organisasi itu. "Saya pernah mendengar namanya, tapi tak pernah bertemu," ujar Jafar, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, yang pensiun pada 2005.

Menurut Yusuf Rizal, jaringan lobi Saputri terjalin karena ia pernah menjabat penasihat Petronas, ketika perusahaan minyak negara Malaysia itu ikut tender mengelola Blok D-Alpha di Kepulauan Natuna di Laut Cina Selatan. Seorang pengusaha yang dekat dengan lingkaran Demokrat juga mengkonfirmasi Saputri sudah masuk kelindan partai biru itu sejak berkenalan dengan Nurhayati Assegaf, Wakil Ketua Umum Demokrat, setahun lalu.

Perkenalan dengan Nurhayati ini membuat Saputri punya pintu masuk ke orang-orang dekat Ibu Negara Ani Yudhoyono. Sebab, Nurhayati pernah menjadi anggota staf khusus Ibu Negara, pada 2004-2009. Nurhayati menyangkal kenal Bunda Putri. "Berbahaya sekali informasi ini," katanya kepada Wayan Agus Purnomo dari Tempo. "Apakah benar Nurhayati yang dia kenal itu Nurhayati Ali Assegaf?"

Di Kementerian Pertanian, Saputri disegani karena dikenal dekat dengan Partai Demokrat dan PKS, asal partai Menteri Pertanian Suswono. Kemampuannya meyakinkan orang lain bahwa ia dekat dengan Partai Demokrat itulah yang membuat Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin mempercayainya mengatur proyek di Kementerian Pertanian. "Hilmi memerlukan Bunda Putri untuk back up ke Demokrat," ujar seorang importir sayuran.

Jejaring lobi Bunda Putri menjuntai hingga Kalimantan Barat. Menteri Suswono mengenalnya ketika meresmikan pabrik pupuk organik PT Sinka Sinye Agrotama di Singkawang Mei 2011. Menurut Sangian Sudjono, Komisaris Sinka Sinye, Saputri memang hadir dalam peresmian itu sebagai tamu. "Tapi dia bukan pemilik. Pemegang saham PT Sinka adalah Bapak Tetiono Budiono," katanya.

Di Kalimantan Barat, Bunda Putri dikenal sebagai orang yang kerap bolak-balik mensosialisasi rencana Petronas menggarap lapangan minyak Blok D-Alpha di Kepulauan Natuna, sebelah barat Kalimantan, pada 2008. Karena itulah ia akrab dengan Bupati Sambas Burhanuddin Rasyid, kakak Fathan A. Rasyid, yang disebut-sebut dalam rekaman sebagai pejabat yang dipromosikan Saputri.

Hingga kini, Bunda Putri tak bisa ditemui. Yusuf Rizal mengatakan Saputri sedang sakit. Sedangkan Direktur Jenderal Hortikultura Hasanuddin Ibrahim, yang disebut sebagai suami Saputri, menolak memberi keterangan. "Saya tak mau berkomentar untuk sesuatu yang belum saya ketahui," ujarnya diplomatis.

Bagja Hidayat, Rusman Paraqbueq (Jakarta), Pito Agustin (Yogyakarta), Aseanty Pahlevi (Pontianak)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus