Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang berasal dari kepolisian menghadapi pilihan sulit. "Kami diperintahkan segera memilih kembali ke institusi atau bertahan di KPK," kata seorang penyidik yang bekerja di lantai 8 gedung komisi antikorupsi kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Pesan itu disampaikan informal, umumnya melalui anggota kepolisian yang pernah bertugas di KPK. Ada yang melalui telepon, sebagian diutarakan pada saat bertemu muka. Tawaran menggiurkan ditebar buat yang bersedia meninggalkan KPK, yakni memilih tempat baru sesuai dengan keinginan. Mereka diberi keleluasaan menentukan: melanjutkan pendidikan, bertugas di kepolisian daerah, atau berkarier di Markas Besar Kepolisian RI.
Bagi mereka yang hendak bertahan, menurut perwira kepolisian itu, para penyampai pesan memberi peringatan: surat pengunduran diri harus segera diajukan ke Markas Besar Polri. Sudah tentu permintaan itu bakal lama diproses dan dipersulit. Penyidik KPK itu lebih tertekan dengan kemungkinan munculnya ancaman lebih keras, yakni berkas-berkas lama bakal dibongkar untuk menjerat mereka. "Bagi kami yang berasal dari polisi, ini ancaman berat," kata perwira menengah itu.
Di kalangan anggota kepolisian juga ditebar kesan, gaji yang lebih tinggi membuat sebagian personel menyatakan bertahan di KPK ketimbang balik ke institusi asalnya. "Sudah kami cek, mereka rame-rame mengambil kredit rumah dengan cicilan tinggi. Kalau balik ke kepolisian, bagaimana mereka bisa membayar cicilan?" kata seorang petinggi kepolisian dengan sinis.
"Lobi" dan tekanan dari sesama anggota korps itu menggoyang sejumlah penyidik. Kamis dua pekan lalu, enam penyidik menyatakan mundur dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk kembali ke Polri. Mereka adalah Komisaris Hendi Kurniawan, Komisaris Rizki Agung Prakoso, Komisaris Egy Adrian Zues, Komisaris Yudhistira Midyahwa, Komisaris Irfan Rifai, dan Komisaris Popon A. Sunggoro.
Dari enam polisi, masa tugas satu orang sebenarnya memang berakhir pada November ini. Adapun masa tugas lima orang lainnya baru akan berakhir pada Januari atau Februari tahun depan. Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, enam penyidik menyampaikan beragam alasan. "Rata-rata berdalih keluarga menyarankan mereka kembali ke polisi," ujar Busyro. "Kami tak bisa menghalangi pilihan mereka. Itu soal pilihan hidup."
Para penyidik yang mundur umumnya telah berdinas empat tahun sebagai penyidik di KPK. Komisaris Hendi Kurniawan, misalnya, bergabung sejak 2008. Ia ikut menangani kasus-kasus besar, seperti dugaan korupsi proyek Hambalang dan perkara suap Bupati Buol Amran Batalipu. Maret lalu, Hendi hendak ditarik Markas Besar Polri. Tapi penarikan pada saat Hendi sibuk menangani kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu banyak ditentang. Walhasil, masa tugas dia diperpanjang.
Hendi menyatakan mundur lantaran komisi antikorupsi tak kondusif bagi pengembangan kariernya. "Ada kondisi internal di KPK yang membuat tak nyaman," kata Hendi, yang menolak menjelaskan lebih terperinci pernyataannya itu.
Juru bicara Mabes Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, menyangkal ada gerilya untuk menarik personel kepolisian yang bertugas di KPK. Menurut dia, Markas Besar Polri juga tidak menawarkan jabatan kepada mereka yang memutuskan balik ke korps. Dalam surat yang diajukan, enam penyidik itu ingin mengembangkan karier di kepolisian. " Tolong dihargai, mereka mundur karena ingin pengembangan karier," ucap Boy.
Usaha mengembalikan penyidik KPK ke kepolisian juga dilakukan melalui jalur formal. Misalnya penolakan Markas Besar Polri atas permintaan pimpinan KPK untuk memperpanjang masa tugas 16 penyidik yang berakhir September lalu. Begitu juga terhadap 12 penyidik yang masa tugasnya habis bulan ini. Selanjutnya, masa tugas sembilan penyidik akan berakhir pada bulan depan, 21 orang habis pada Februari, dan satu orang berujung pada Maret 2013.
Penggembosan ini, menurut seorang pejabat kepolisian, berkaitan dengan penyidikan perkara korupsi proyek simulator kemudi oleh KPK. Kasus ini mendudukkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lalu Lintas, di kursi tersangka. Sejak awal, kata pejabat itu, kolega-koleganya, petinggi Polri, berencana menarik personelnya di KPK. "Sejak awal sudah digembar-gemborkan," katanya. Alasannya, ujar dia, biar kasus korupsi proyek simulator tak merembet ke mana-mana.
Busyro Muqoddas mengakui mundurnya penyidik polisi membuat kinerja lembaganya semakin pincang. Dari 62 penyidik yang ada, 12 orang harus meninggalkan komisi itu pada November ini. Dikurangi lagi enam orang yang sudah menyatakan mundur, hanya tersisa 41 penyidik.
Minimnya jumlah penyidik membuat KPK babak-belur. Seorang penyidik yang idealnya hanya menangani 1-2 perkara harus jumpalitan memegang 4-5 perkara sekaligus. "Satu orang bahkan ada yang pegang tujuh kasus," kata Busyro.
Situasi ini, menurut Busyro, sudah dihitung KPK. Apalagi jika aksi penggembosan dari dalam terus dilakukan. Tanpa kesiapan penyidik pengganti, bukan tidak mungkin komisi antikorupsi bakal lumpuh tahun depan. Karena itu, KPK berharap pada 30 penyidik baru yang telah direkrut dan kini sedang menjalani pendidikan. Para personel hasil rekrutan itu baru bisa efektif bekerja paling cepat Februari tahun depan.
Guna mengatasi cekaknya jumlah personel, para penyidik yang tersisa berbagi tugas. Beruntung penyidik yang menyatakan mundur untuk balik ke kepolisian tidak menangani perkara yang sama. "Kami beruntung, masih banyak penyidik yang bersemangat," ucap Busyro.
Widiarsi Agustina, Rusman Paraqbueq, Anton Aprianto, Anton Septian, Fransisco Rosarians
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo