UNIT penambangan batu granit di Bukit Lengkuas Pulau Bintan
dalam keadaan sesak nafas. Mustinya tiap bulan menghasilkan I000
m3, belakangan hanya 300 m3 batu saja. Gubernur Subrantas
menerima laporan ini langsung dari pimpinannya T. Aris Cik belum
lama ini.
Penambangan ini merupakan salah satu unit usaha dari PT
Pembangunan Riau. Yakni satu perusahaan daerah yang bulan-bulan
terakhir di tahun lalu dihebohkan. Maklum hutangnya kepada pihak
lain Rp 1,4 milyar dikabarkan tidak jelas pertanggunganjawabnya.
Dengan sebuah peraturan daerah tentang perusahaan daerah, PT
Pembangunan Riau diperkenankan mengontrakkan pengolahan batu
granit tadi kepada PT Lenghuas -- satu perusahaan yang dipimpin
Erry Imam Martakusuma, menantu Gubernur Riau (waktu itu), Arifin
Ahmad.
Menurut perjanjian kontrak itu berlangsung 20 tahun. PT
Pembangunan Riau bermodal 51% sementara PT Lengkuas harus
menambah 49%. Ternyata PT Lengkuas ini seperti dikatakan T. Aris
Cik "tidak menampakkan bonafiditasnya." Buktinya, "untuk bahan
peledak saja mereka tidak pernah membeli." Maksud Aris tak
lain, perusahaan itu hanya menguras apa yang sudah dimiliki unit
penambangan itu sendiri.
Didirikan tahun 1971, modal yang ditanam dalam usaha
penambangan batu granit itu dulu meliputi Rp 0,5 milyar. Dana
ini didapat dari pampasan perang yang untuk Sumatera dulu
disalurkan lewat Komando Pembangunan Daerah Perbatasan
(Kopedasan). Peralatan yang sempat dipunyainya selain 3 unit
mesin pemecah batu, juga sejumlah truk dan alat-alat lain. Itu
semua kini 50% rusak berat. Bahkan dari 17 hektar areal usaha
yang disediakan, baru 30% saja yang sudah digarap.
Dari waktu ke waktu usaha ini kini merugi terus. Kepada Gubernur
Subrantas dilaporkan bahwa hanya dengan modal sedikitnya Rp 50
juta lagi unit usaha penambangan batu granit ini bisa normal
kembali. Itulah sebabnya sampai Desember tahun lewat Subrantas
belum mengambil keputusan. Meskipun sudah ada permintaan dari
perusahaan lain untuk mengontrak penambangan itu. "Kita pelajari
dulu," kata Subrantas kepada TEMPO.
Selain pengalaman pengontrak yang lama tidak beres, ada hal lain
yang membuat Subrantas lama berfikir. Dinas Kehutanan
membisikkan bahwa usaha penambangan batu granit di bukit
Lengkuas mengancam persediaan air di Pulau Bintan. Padahal air
itu jelas dibutuhkan oleh unit penambangan alumina yang
pabriknya kini tengah disiapkan dan harus berproduksi 1982 nanti
(TEMPO, 23 Desember 1978).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini