Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Nila Armelia Windasari berusia 17 tahun pada 2008. Ketika itu, dia baru lulus dari SMAN 1 Sidoarjo. Sepuluh tahun kemudian, dosen muda itu telah menamatkan studi sarjana, magister, dan doktoral dari tiga universitas berbeda di dalam dan luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nila lulus studi sarjana dari jurusan akuntansi Universitas Airlangga atau Unair Surabaya pada 2012. Setahun kemudian, perempuan itu melanjutkan studi magisternya ke Asia University, Taiwan dengan program studi administrasi bisnis dan manajemen. Nila menamatkan studi S2-nya pada 2014 dan langsung melanjutkan S3.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nila menerima gelar Doctor of Philosophy atau Ph.D di bidang service science dari National Tsing Hua University, Taiwan pada 2018. Kini, di usia 32 tahun, dia sudah hampir enam tahun mengajar mahasiswa sarjana dan pascasarjana di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kepada Tempo, Nila membagikan suka dukanya mengejar gelar doktor dan menjadi dosen di usia muda. “Saya berkarir menjadi dosen muda di saat yang bersamaan dengan perjalanan saya menjadi ibu muda,” kata Nila melalui pesan singkat pada Kamis, 2 Mei 2024.
Anak Nila lahir ketika dia berusia 24 tahun. Ketika itu, kata Nila, dia sedang menghadapi ujian kandidat doktoral di universitas Taiwan.
Nila mengungkapkan bahwa membagi waktu untuk keluarga dan studi hingga menjadi dosen adalah tantangan tersendiri. Namun, dia bersyukur karena keluarganya mendukung pilihan karier tersebut.
Menurut Nila, menjadi seorang dosen muda bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi sejumlah mahasiswanya berusia lebih tua dari dirinya.
“Apakah sulit mengajar yg lebih tua? Pasti sulit. Bahkan seluruh bimbingan S3 saya semua lebih tua dari saya,” ucap Nila.
Menghadapi itu, Nila mengaku lebih suka memposisikan diri sebagai partner belajar ketimbang “mengajari” para mahasiswanya. Sebabnya, dia juga merasa mendapatkan banyak pelajaran dalam proses tersebut.
“Proses di kelas adalah proses pertukaran pengetahuan, tugas saya adalah menciptakan kelas yang kondusif sehingga diskusi berjalan dua arah,” kata Nila.
Selain itu, salah satu prinsip Nila dalam belajar dan mengajar adalah tidak ingin mengejar studi untuk sekedar lulus. Dalam membimbing skripsi atau tesis mahasiswanya, Nila meyakini bahwa melakukan revisi berulang kali bukanlah hal buruk.
“Itu menunjukkan kompleksitas permasalahan yang dibawa mahasiswa. Ketika dia berhasil memecahkan, itu adalah achievement buat dia, bukan hanya untuk saya,” kata Nila.
Meski meraih gelar doktoral dan menjadi dosen di usia muda, Nila mengatakan dirinya bukan orang yang menganggap umur sebagai satu faktor penentu. Menurut dia, usia bukanlah sebuah capaian maupun hambatan dalam mengejar studi. Nila berkata bahwa dukungan orang-orang di sekitarnya lebih menentukan keberhasilan dirinya dalam studi dan karier.
Dia pun memberikan saran bagi mereka yang ingin mengejar studi pascasarjana di usia muda. Menurut Nila, mereka harus bisa pintar-pintar dalam memprioritaskan keingingan, termasuk dalam studi dan karir.
“Kesalahan saya beberapa tahun ke belakang adalah mengejar pencapaian dan tidak ingin kehilangan semua kesempatan,” ujar Nila.
Dia mengatakan bahwa anak muda punya kecenderungan banyak mau, sehingga kerap lupa bahwa pasti ada yang harus dikorbankan. Kesalahan itu kemudian dia perbaiki dengan memprioritaskan beberapa hal di atas yang lain. “Life is hard, choose your hard (hidup itu sulit, maka pilihlah kesulitan yang mau kamu jalani),” ucapnya.