Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Cerita Korban Tsunami Lampung Mengungsi di Kebun Cengkeh

Korban tsunami Lampung yang mengungsi di kebun cengkeh yang berada di kaki Gunung Rajabasa berjumlah sekitar 200 orang.

28 Desember 2018 | 08.25 WIB

Warga korban tsunami dari Pulau Sebesi dan Sebuku Lampung Selatan tiba di posko pengungsian di Kalianda, Lampung Selatan, Lampung, Rabu, 26 Desember 2018. Pulau Sebesi dan Sebuku merupakan dua pulau terdekat dari Gunung Anak Krakatau. ANTARA/Ardiansyah
Perbesar
Warga korban tsunami dari Pulau Sebesi dan Sebuku Lampung Selatan tiba di posko pengungsian di Kalianda, Lampung Selatan, Lampung, Rabu, 26 Desember 2018. Pulau Sebesi dan Sebuku merupakan dua pulau terdekat dari Gunung Anak Krakatau. ANTARA/Ardiansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Lampung - Ratusan warga yang menjadi korban tsunami Lampung di Lampung Selatan, Provinsi Lampung mengungsi di kebun cengkeh yang berada di bawah kaki Gunung Rajabasa. Mereka khawatir terjadi tsunami susulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Di sini kami merasa aman walaupun tidak nyaman karena pengungsian ini kami buat seadanya dengan beratapkan terpal yang terpenting lokasinya berada di atas dan jauh dari pantai," kata salah seorang pengungsi, Jahidin di Lampung Selatan, Kamis, 27 Desember 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Berdasarkan informasi yang dihimpun, warga yang memilih mengungsi di kebun cengkeh tersebut berjumlah sekitar 200 jiwa dari 56 kepala keluarga. Bahkan setiap harinya jumlah warga yang mengungsi di Desa Waymulli terus bertambah.

Pengungsi lainnya, Idoh Mafrudoh mengatakan dirinya dan dua orang anaknya sudah lima hari bertahan di tempat pengungsian yang dibuka oleh warga ini. Bahkan jika ingin mandi atau buang air, hanya bisa dilakukan di lokasi karena di tempat pengungsian ini tidak ada WC umum. Jaraknya yang jauh dari rumah warga serta berada di ketinggian.

"Kalau untuk mengambil bantuan ada suami yang turun sesekali jika persediaan makanan habis dan mengambilnya ke posko utama yang ada di SMAN 1 Rajabasa," kata Idoh.

Parahnya lagi, kata Idoh, tidak sedikit warga yang masih memiliki bayi dan balita tetap nekat bertahan di pengungsian tersebut. Padahal pihak relawan, dokter dan lembaga lainnya sudah membujuk agar mereka mau pindah ke lokasi yang lebih nyaman dan aman seperti rumah sakit. Apalagi di kebun tersebut warga rawan terserang malaria karena banyak nyamuk.

Sunenti, pengungsi yang membawa bayi berusia satu bulan. Dirinya bertahan di kaki Gunung Rajabasa yang merupakan perkebunan cengkeh karena masih trauma melihat gelombang laut. Ditambah kakinya cedera dan sudah infeksi sehingga enggan ke mana-mana.

Namun Sunenti mengaku khawatir anak perempuannya yang baru satu bulan bernama Nova terserang penyakit. Apalagi menurut dokter yang menyambanginya, bayinya itu sudah dehidrasi. "Ya, kalau hujan tentunya dingin karena hanya beratapkan terpal saja. Untuk bantuan Alhmadulillah mencukupi mulai dari pakaian anak, popok, minyak kayu putih dan kebutuhan untuk bayi saya tercukupi," kata dia.

Sementara itu, Sarmah dan anaknya yang baru berusia 1,5 tahun tetap bertahan di pengungsian kebun cengkeh ini. Rumah satu-satunya yang ada di Waymuli sudah rata dengan tanah akibat diterjang tsunami Lampung.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus