Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka menilai Dewan lamban membahas rancangan tersebut padahal sudah masuk Program Legislasi Nasional sejak tiga tahun lalu dan hingga akhir 2018 belum juga terlihat tanda-tanda akan disahkan menjadi undang-undang.
Ketua Komisi Nasional Perempuan Azriana Manalu mengatakan seharusnya Dewan segera membahas rancangan tersebut karena sudah masuk prioritas Program Legislasi Nasional periode 2017 dan 2018. ”Masyarakat sudah tidak sabar lagi karena korban kekerasan seksual setiap hari terus berjatuhan, sementara pembahasan perlindungan hukumnya lamban,” kata Azriana, pekan lalu.
Sesuai dengan data Komnas Perempuan, angka kekerasan seksual pada 2017 mencapai 5.649 kasus. Dari jumlah ini, pelaku dalam 1.201 kasus adalah orang terdekat korban. Tapi tidak semua perkara ini sampai ke kepolisian dan pelakunya dihukum di pengadilan. Komnas Perempuan mencatat hanya separuh dari kasus kekerasan seksual tersebut yang berproses di pengadilan.
Angka itu hampir sama dengan jumlah kasus pada 2016, yang mencapai 5.785. Tapi jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kasus pada 2014 sebanyak 4.475 dan 2015 sebanyak 6.499 kasus. ”Kami sudah lama menyampaikan bahwa di Indonesia setiap hari 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual,” ujar Azriana.
Menurut Azriana, banyak perlakuan kekerasan seksual yang dialami masyarakat, tapi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak mengenalinya. Maka, ketika perkara itu sampai ke pengadilan, penegak hukum kesulitan membuktikannya. ”Kita butuh undang-undang khusus untuk melindungi masyarakat dari kekerasan seksual secara komprehensif, yang mengatur dari hulu hingga hilir,” katanya.
Ketua Komisi VIII DPR, yang membidangi agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan, M. Ali Taher, mengatakan panitia kerja sedang membahas rancangan undang-undang tersebut dengan mengundang tokoh masyarakat, perwakilan lembaga masyarakat, dan akademikus. ”Tujuannya mendiskusikan substansinya lebih dalam sehingga undang-undang ini bisa lahir mewakili seluruh kepentingan stakeholder,” ujarnya. Ali mengatakan ada beberapa persoalan yang mesti dikaji lebih dalam agar setelah menjadi undang-undang tidak menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.
Macet di Dewan
RANCANGAN Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual sudah lama mengendap di Dewan Perwakilan Rakyat.
2015
RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual masuk Program Legislasi Nasional.
2016
Badan Legislasi DPR membahas rencana pembuatan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
2017
—Februari
Komisi VIII DPR memasukkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai usul inisiatif.
—11 September
DPR membentuk Panitia Kerja Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
2018
—29 Januari
Panitia Kerja menggelar rapat perdana dengan agenda mendengar pendapat dari tiga pakar hukum, yaitu Chairul Huda dari Universitas Muhammadiyah, Topo Santoso dari Universitas Indonesia, dan Euis Sunarti dari Institut Pertanian Bogor.
—27 Maret
Panitia Kerja mendengar masukan dari Presidium Pusat Kaukus Perempuan Parlemen.
2019
Masuk Program Legislasi Nasional lagi.
Luhut Sentil Penenggelaman Kapal Susi
MENTERI Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar penenggelaman kapal yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi pilihan terakhir. ”Jadi ada pilihannya. Kalau tadi ke koperasi, bisa dilelang, jadi pemilikan negara, atau digunakan jadi rumpon,” ujar Luhut, Senin pekan lalu, setelah menggelar rapat penanganan kapal ilegal di kantornya.
Setidaknya ada 1.300 kapal penangkap ikan ilegal yang disita oleh negara. Luhut mengatakan permasalahan ini harus segera dicarikan jalan keluar agar tidak menumpuk dan menjadi bangkai. Ketika dimintai konfirmasi, Susi enggan menjawab soal pernyataan Luhut.
Perbedaan pendapat antara Luhut dan Susi sempat mencuat pada Januari lalu. Kala itu, Luhut mengatakan tidak menginginkan adanya penenggelaman kapal lagi tahun ini. Susi menilai kebijakan itu membuktikan ketegasan Indonesia terhadap kapal ilegal.
Ahli Basuki Wasis Bebas
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Ci-bi-nong, Jawa Barat, menerima eksepsi Basuki Wasis, saksi ahli Komisi Pemberantasan Korupsi, yang digugat oleh mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Dalam putusan selanya, hakim menyatakan gugatan Nur Alam tidak dapat diterima karena keterangan ahli dalam sidang tidak bisa digugat secara perdata ataupun pidana.
”Majelis hakim tidak hanya mempertimbangkan hukum acara, tapi juga kajian masyarakat,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Bidang Advokasi, Muhammad Isnur, yang juga menjadi kuasa hukum Basuki, Kamis pekan lalu.
Gugatan terhadap Basuki bermula ketika KPK meminta dosen Institut Pertanian Bogor itu menjadi saksi ahli dalam perkara korupsi penerbitan sejumlah izin pertambangan di Sulawesi Tenggara yang dilakukan Nur Alam. Nur Alam, bekas orang nomor satu di Sulawesi Tenggara, dihukum 12 tahun. Pengacara Nur Alam, Andre Reynaldo, mengatakan belum ada keputusan pihaknya akan mengajukan permohonan banding.
Irvan Rivano Muchtar di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis pekan lalu. TEMPO/Imam Sukamto
Bupati Cianjur Jadi Tersangka Kasus Dana Pendidikan
KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Cianjur, Jawa Barat, Irvan Rivano Muchtar, sebagai tersangka kasus korupsi dana alokasi khusus pendidikan. Ia disangka telah memotong anggaran pendidikan 2018 untuk 140 sekolah sebesar 14,5 persen dari total anggaran Rp 46,8 miliar. Dari potongan itu, Irvan menerima 7 persen.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan Bupati dan kelompoknya memotong anggaran dana alokasi khusus itu sejak awal penganggaran. KPK juga menetapkan dua anak buah Irvan sebagai tersangka, yaitu Kepala Dinas Pendidikan Cianjur Cecep Sobandi dan Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Rosidin. Selain itu, kakak ipar Irvan, Tubagus Cepy Sethiady, dijadikan tersangka.
Rasuah ini terungkap saat KPK menangkap Irvan dan anak buahnya pada Rabu pekan lalu. Irvan diduga telah menerima suap sebesar Rp 1,5 miliar hasil dari potongan dana pendidikan. Setelah diperiksa KPK, Irvan membantah telah memotong anggaran pendidikan. ”Tidak ada sama sekali yang seperti itu,” katanya.
Mahkamah Konstitusi Melarang Pernikahan Dini
MAHKAMAH Konstitusi memerintahkan pembuat undang-undang segera merevisi aturan yang membolehkan anak perempuan di bawah 18 tahun menikah. Majelis hakim konstitusi mengatakan aturan perkawinan yang ada tidak sinkron dengan aturan perlindungan anak. ”Ketidaksinkronan itu berdampak pada jaminan dan perlindungan konstitusional hak anak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis pekan lalu.
Uji materi ini diajukan perwakilan dari masyarakat, Maryanti, 30 tahun, dan Rasminah, 28 tahun. Putusan hakim konstitusi ini dinilai sebagai langkah baik untuk menekan angka pernikahan anak di Indonesia yang makin mengkhawatirkan. Data lembaga dana anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNICEF, menyebutkan, pada 2017, Indonesia menduduki peringkat ketujuh sebagai negara dengan perkawinan anak terbanyak di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo