Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Serangan yang mengarah ranah pribadi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM) Gielbran Muhammad Noor pasca menggelar aksi mengkritik Presiden Joko Widodo alias Jokowi Alumnus Paling Memalukan intens terjadi di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Serangan-serangan itu antara lain menarasikan bahwa Gielbran telah di DO alias drop out atau dikeluarkan dari kampus UGM. Hingga ada yang menuding mahasiswa jurusan Ilmu dan Industri Peternakan Fakultas Peternakan UGM itu merupakan mahasiswa yang nilai-nilanya jeblok di kampus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) hanya 2,2.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya itu, aksi BEM UGM mengkritik Jokowi juga dianggap pesanan atau ditunggangi partai politik tertentu karena bersamaan momentun Pemilu 2024.
Menjawab berbagai narasi yang menyudutkan dirinya itu, Gielbran pun meluruskan tudingan-tudingan tersebut. "Isu-isu yang beredar liar di luar sana tidaklah benar adanya, termasuk isu yang menyebut bahwa saya sebagai Ketua BEM UGM telah di drop-out," kata Gielbran di Yogyakarta, Kamis, 21 Desember 2023.
Gielbran menegaskan sampai hari ini sebagai bukti dirinya masih mahasiswa UGM, ia masih bisa mengakses akun Simaster UGM. Akun ini merupakan akun resmi dari kampus UGM untuk akses para mahasiswanya ke berbagai layanan akademik.
"Sehingga kalau ada isu bahwa saya di drop out ini ada buktinya, saya masih tercantum sebagai mahasiswa UGM dan IPK saya 3,68. Itu sangat jauh dari tudingan yang menyebut saya IPK-nya 2,2," kata Gielbran.
Untuk meyakinkan narasi yang menyerang pribadinya sebagai mahasiswa, Gielbran pun menuruti saran sejunlah pihak untuk membuka lebih dalam transkrip nilai akademik terakhirnya.
Dalam transkrip sementara Semester Gasal 2023/2024 yang diteken dosen pembimbing akademik Gielbran, Endang Sulastri, pada 21 Desember 2023 itu, tampak semua nilai Gielbran A pada sedikitnya 13 mata kuliah wajib dan pilihan.
Gielbran sempat mengaku bingung kenapa ia sampai diserang soal IPK kuliahnya yang ia sendiri sempat lupa karena nyaris tak pernah mengeceknya. Namun, dia mengaku mau tak mau harus meluruskan soal itu agar tak menjadi bola liar yang merembet ke mana-mana.
"Saya sendiri lupa IPK saya berapa, (serangan IPK) ini isu yang tidak substantif sama sekali," kata Gielbran. "Jadi kami tegaskan, tidak ada intervensi dari pihak UGM maupun dari pihak manapun terkait dengan pelaksanaan aksi (baliho Jokowi) dan diskusi pada 8 Desember lalu."
Gielbran menegaskan kembali bahwa ia dan juga BEM UGM tidak terlibat dengan entitas politik praktis manapun. Dia menuturkan, profesi ayah dan ibunya adalah guru di salah satu kota di Jawa Tengah dan statusnya sebagai aparatur sipil negara atau ASN.
"Jadi tidak mungkin orang tua saya terafiliasi dengan partai, anggota partai atau bahkan ikut berkontestasi dalam pemilu 2024," kata dia.
Gielbran menambahkan aksi dan diskusi pada 8 Desember lalu sasaran utamanya murni kritik atas Presiden Jokowi yang sudah berkuasa dua periode ini memimpin Indonesia. Sehingga muncul kritik soal rezim monarki yang dibangun Jokowi, amblesnya demokrasi, ambruknya konstitusi dan kokohnya politik dinasti.
Gielbran pun merespons tudingan penganugerahan nominasi Jokowi Alumnus Paling Memalukan tanpa kajian ilmiah. "Kami sudah membuat kajian, mempersiapkan kajian dan itu kami jadikan sebagai bahan bakar atau sumber argumentasi pelaksanaan aksi dan diskusi," kata dia.
Pilihan Editor: Budiman Sudjatmiko Bantah Anies soal IKN Hanya Dinikmati ASN