Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dilarang membawa gambar

Beberapa ketentuan dalam keppres no.8/1992 tentang penyelenggaraan kampanye pemilu membuat PDI dan PPP kurang sreg. antara lain larangan peserta membawa gambar, dan larangan pelaksanaan pawai.

16 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENPORA Akbar Tandjung dalam bulan ini seyogyanya akan meresmikan proyek air minum di Sumatera Utara. Rencana itu terpaksa dibatalkan setelah dalam suatu sidang kabinet terbatas, Rabu pekan lalu, Presiden Soeharto melarang para menteri untuk meresmikan proyek pembangunan selama masa kampanye. "Peresmian itu terpaksa ditunda setelah kampanye saja," kata Akbar kepada TEMPO. Beberapa menteri yang lain juga mengalami hal yang sama. Menteri Dalam Negeri Rudini misalnya, menurut sebuah sumber di Departemen Dalam Negeri, sebelumnya sudah mengurungkan rencananya untuk meresmikan sebuah proyek, juga karena hal yang sama. Para menteri, yang semuanya adalah kader Golkar, kali ini rupanya "dikekang" dalam kampanye. Selain soal tadi, Presiden juga menegaskan bahwa para menteri dilarang menggunakan atribut dan fasilitasnya sebagai pejabat tinggi negara untuk berkampanye memenangkan salah satu kontestan. Karena itu para menteri yang menjadi juru kampanye dicutikan. Kamis pekan lalu Presiden memberikan izin cuti kepada sejumlah menteri. Izin itu diberikan dengan syarat selama hal itu tak mengganggu tugas para pejabat tinggi itu. Oleh karenanya para menteri diminta Presiden membuat laporan jadwal kampanye. Pada hari yang disebut dalam jadwal itulah seorang menteri boleh berkampanye tapi ia harus menanggalkan segala atribut dan fasilitas jabatannya. Itu sebabnya Menpan Sarwono mengaku tak akan menggunakan mobil dinas Volvo untuk keperluan kampanye Golkar di Bandung. "Saya sudah dapat pinjaman jip Mercy dari teman," katanya kepada Toriq Hadad dari TEMPO. Ketika berkampanye di Jawa Barat, Sarwono berencana menginap di rumah orangtuanya saja di Bandung. Keputusan ini tentu menggembirakan buat PPP dan PDI. Sebab kedua partai itu selama ini selalu mengeluhkan perilaku pejabat negara yang meresmikan suatu proyek sambil berkampanye untuk Golkar. Selain soal atribut dan fasilitas tadi, seluruh keperluan acara dicurigai masuk biaya dinas. Langkah baru pemerintah ini tentu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pemilu. "Presidenlah yang mengemban amanat untuk meningkatkan kualitas pemilu," kata Menteri Rudini. Apakah seorang menteri yang ketika kampanye melepaskan jabatannya masih mempesona massa? Apakah aparat birokrasi di daerah bisa membedakan perlakuan terhadap oknum menteri itu? Memang masih harus dilihat di lapangan sepanjang musim kampanye ini. Tindakan itu sebenarnya sebagai pelaksanaan dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan kampanye pemilu. Karena Keppres itu pula para pejabat Pemerintah -- termasuk Rektor Universitas Negeri -- yang menjadi calon anggota legislatif dinonaktifkan selama kampanye. "Ini dimaksudkan untuk mempermudah mereka berkampanye," kata Rudini. Namun, selain membawa hadiah, Keppres itu juga mengundang keluhan dari PPP dan PDI. Soalnya, Keppres ini pula yang melarang pelaksanaan pawai dengan segala bentuk kendaraan (Pasal 25) dengan dalih mengurangi kecelakaan lalu lintas. Itu menyebabkan semarak pesta demokrasi lima tahunan itu berkurang. Pawai kendaraan bermotor terutama dengan sepeda motor selama ini membuat kampanye bersemarak dan menarik minat anak-anak muda. Keppres itu juga menohok PDI karena melarang peserta kampanye membawa gambar atau lukisan yang menggambarkan orang (Pasal 24). Ketentuan itu mengakibatkan PDI tak bisa membawa gambar Bung Karno. Padahal dalam pemilu yang lalu kharisma Bung Karno menjadi daya tarik tersendiri. Menteri Rudini selaku Ketua Lembaga Pemilu menyebutkan pelarangan itu dimaksudkan agar tak terjadi kultus individu terhadap seseorang. Bagaimana kalau membawa gambar Pak Harto atau Rudini? "Membawa gambar coro pun nggak boleh," kata Rudini. Sebetulnya ada lagi beberapa ketentuan Keppres itu yang membuat PPP dan PDI kurang sreg, misalnya, tentang tata cara berkampanye di TVRI dan RRI. Tapi secara umum, menurut Yahya Nasution, salah seorang Ketua DPP PDI, ketentuan yang ada sekarang sudah lebih baik dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Anehnya, di luar ketentuan itu, di banyak daerah, ketiga kontestan membuat kesepakatan-kesepakatan dalam melaksanakan kampanye yang akhirnya, menurut Yahya Nasution, mengurangi kesempatan berkampanye. "Di Jawa Barat, PDI praktis punya kesempatan berkampanye cuma enam hari," keluh Yahya, juru kampanye PDI untuk daerah Jawa Barat. Kesepakatan ketiga kontestan bersama Muspida di Jawa Barat memutuskan kampanye ditiadakan pada hari libur nasional dan hari Jumat. Sehingga masa kampanye yang 25 hari itu cuma tersisa 20 hari. Jumlah hari itu dibagi oleh ketiga kontestan, sehingga PDI akhirnya kebagian berkampanye cuma enam hari. Di Yogyakarta, kesepakatan itu menyebabkan sepanjang Jalan Malioboro bebas dari tanda gambar. Maksudnya agar jalan yang merupakan urat nadi dan tujuan wisata itu tak bertambah semrawut dengan kegiatan tempel-menempel. Agus Basri, Wahyu Muryadi, R. Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus