PEROMBAKAN sistim pendidikan belum mulai. Beberapa tokoh
masyarakat sudah melontarkan reaksi keras terhadap pengunduran
tahun ajaran baru sampai bulan Juli, mulai tahun depan. "Jangan
jadikan anak-anak didik kita kelinci percobaan terus-menerus,"
ujar Prof Sunarjo SH, bekas rektor IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dan bekas menteri dalam negeri. Sedang bekas gubernur
Ali Sadikin menuntut supaya sistim pendidikan dilandasi dasar
hukum. "Supaya para menteri tidak seenaknya merubah-rubah
peraturan. Kalau setiap ganti menteri ganti peraturan, yang rugi
'kan masyarakat?!" katanya ces-pleng.
Perubahan tahun ajaran tersebut ditempuh Menteri P & K Daoed
Joesoef, karena dia menganggap libur panjang bulan Desember
selama ini ternyata jatuh pada saat musim hujan lagi
lebat-lebatnya. Merusak suasana liburan. Dan yang terpenting
tahun ajaran yang dimulai bulan Januari (sejak 1966) menyulitkan
perencanaan pendidikan -- karena saat itu saat berakhirnya tahun
angggaran. Jadi pengunduran ke bulan Juli dari segi ini dimaksud
untuk menyesuaikan diri dengan permulaan tahun anggaran.
Bagaimanapun, reaksi masyarakat -- terutama para orangtua murid
-- pantas dimaklumi. Karena pengunduran yang 6 setengah bulan
memang berarti banyak --dari sudut waktu dan uang -- meski Daoed
Joesoef mengatakan pembayaran SPP untuk masa perpanjangan yang
setengah tahun lebih itu hanya 50%. Toh sekolah swasta akan
memungut penuh. Sebab gaji guru tak bisa ditawar-tawar, memang.
Reaksi-reaksi cepat terhadap rencana Pemerintah itu nampaknya
terangsang oleh pemberitaan media massa dalam porsi besar, untuk
keterangan Menteri Penerangan Ali Murtopo tanggal 21 Juni,
selepas sidang Kabinet terbatas Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Pernvataan Ali Murtopo ketika itu sebagian mengandung pengakuan
Pemerintah bahwa pelaksanaan pendidikan selama ini memang
mengecewakan. Mengutip sebuah hasil survai yang dilaksanakan di
Jakarta, ia menyebut daya serap murid terhadap pelajaran di
sekolah dasar tidak lebih dari 50-60%, sementara di SLP 40% dan
SLTA sekitar 30%. "Semua gejala negatif dalam pendidikan itu
merupakan akibat dari cara coba-coba yang berjalan selama ini,"
alasnya.
Dia kemukakan pula niat pemerintah untuk merubah sistim
pendidikan yang ada sekarang -- yang kemudian jadi pemancing
berbagai reaksi tadi. Sementara Daoed Joesoef, yang bisa
diharap memberi keterangan panjang lebar, selama tiga minggu
setelah keterangan "Istana" itu tak berbicara mengenai rencana
tadi.
Baru tanggal 5 Juli ia muncul dalan sebuah pertemuan pers dua
setengah jam, di sebuah ruangan di mana ia selalu memimpin
pertemuan dengan pejabat teras, di gedung Departemen P & K,
Senayan. Sejak saat itu suasana jadi dingin. Sebab perubahan
sistim pendidikan yang drastis ternyata tidak datang bersamaan
dengan permulaan tahun ajaran baru tahun 1979 nanti. "Jadi
sebenarnya yang diributkan suratkabar bakal ada perubahan di
bidang pendidikan itu tidak ada. Jadi inti sistim pendidikan
belum dirubah samasekali. Yang akan dilakukan sekarang adalah
pembentukan Komisi Pembaharuan Pendidikan," tenang ia berkata.
Komisi tersebut kelak akan memikirkan sistim pendidikan yang
baru -- yang tidak akan serta-merta dipraktekkan begitu saja.
Tugas Komisi, menurut Daoed Joesoef, akan berakhir setelah satu
setengah tahun. Enam bulan pertama mengumpulkan informasi dari
seluruh pelosok. Enam bulan berikutnya membikin konsep. Enam
bulan terakhir melemparkan konsep tadi ke tengah masyarakat,
untuk mendapat feed back." "Sekurang-kurangnya diperlukan dua
kali lempar kepada masyarakat. Setelah itu dibikin konsep final.
Baru ditawarkan kepada DPR, beserta konsep mengenai
Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengembangan Kebudayaan,"
kata Daoed Joesoef. Tahun 1980, konsep sudah berada di DPR --
dan paling lambat selama satu setengah tahun sudah selesai
dibahas di sana.
Sebelum munculnya keterangan tersebut, memang ada kesan bahwa
Pemerintah hendak melaksanakan keputusan dengan mengabaikan
sarana demokratis atau kesempatan mengutarakan pcndapat. Hanya
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Indonesia, Basyuni
Suriamiharja, yang lalgsung mendukung perubahan sistim
pendidikan sebagaimana yang diisyaratkan Menpen Ali Murtopo.
"Rencana perubahan sistim pendidikan nasional sebagaimana yang
diputuskan sidang Kabinet perlu ditanggapi secara rasionil
dengan sikap terbuka dan penuh pengertian," katanya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX (Pendidikan dan Agama DPR,
Karmani SH, kaget "Dalam rapat kerja antara Komisi IX dengan
Menteri P dan K awal bulan Juni, Menteri Daoed Joesoef tidak
menjelaskan akan adanya perubahan tersebut," keluhnya.
Sedangkan Wakil Ketua DPR Mashuri, bekas Menteri P & K
(1968-173) menganggap sikap Pemerintah dalam perubahan sistim
pendidikan ini kurang melakukan pendekatan terhadap masyarakat.
"Untuk berhasilnya konsep pembaharuan pendidikan nasional kita,
sebaiknya seluruh unsur masyarakat diajak bicara terlebih
dahulu," katanya. Ia menyatakan pembaharuan pendidikan
menyangkut masalah yang demikian fundamentil dalam hubungan
dengan masa depan anak-anak. Karena itu, katanya, semua tokoh
yang berkepentingan dengan masalah itu sebaiknya diajak turut
serta membicarakannya. "Bahkan ideal sekali kalau dibicarakan
Undang-Undang Pokok Pendidikannya terlebih dahulu," sambungnya.
Ketika Mashuri masih duduk sebagai Menteri PK, sebenarnya telah
dirintis pembaharuan sistim pendidikan. Sebab ternyata sistim
pendidikan yang lama, antara lain yang menyangkut kurikulum,
dinilai sebagai lepas dari kepentingan anak didik dalam
hubungannya dengan lingkungannya. Seperti lingkungan pertanian
dan nelayan: anak-anak tampak terasing dari kehidupan sosial
yang ia hadapi. Rencana pembaharuan pendidikan ketika itu
diterbitkan dalam Buku Induk Pembaharuan Pendidikan.
Para ahli pendidikan era Mashuri menetapkan pembaharuan
pendidikan dalam lima tahap. Pertama mengadakan formulasi ke
mana pendidikan hendak dibawa. Kemudian mempelajari medan,
menginventarisasi kesulitan dan hambatan. Tahap berikutnya
mengevaluasi, dan ini dilakukan dengan menganalisa data dan
merumuskannya untuk mencapai sasaran. Dari sini dibuat
interpretasi, antara lain dengan mendirikan proyek perintis di
beberapa IKIP.
Proyek-proyek tersebut sampai kini masih berjalan -- berupa
Proyek Perintis Sekolah Pembangunan. Sedang langkah terakhir
ialah verifikasi: menentukan apakah pembaharuan pendidikan perlu
dilakukan atau tidak. "Hasilnya, para ahli menetapkan bahwa
sistim pendidikan kita memang harus dirubah," ucap Mashuri.
Menurut rencana semula, perubahan itu dilakukan tanggal 1
Januari 1974 dengan sistim blok. Artinya dengan mengembangkannya
dari proyek-proyek perintis tadi. Dengan sistlm ini diperkirakan
dalam jangka 10 tahun pembaharuan sudah dapat terlaksana di
seluruh Indonesia. Untuk menunjang pelaksanaan tersebut,
Departemen P&K waktu itu sudah merencanakan mengangkat para
rektor IKIP yang mempunyai PPSP menjadi kepala Kantor Wilayah
Departemen P&K. Tindakan tersebut ditempuh untuk mempermudah
hubungan antara guru dan pelaksana proyek. Tapi sebelum rencana
itu selesai, Mashuri digantikan Soemantri Brojoneoro. Dan
pengangkatan rektor IKIP menjadi kepala Kanwil P&K dibatalkan,
sebab menurut sumber di P&K pengadaan dan penyebaran tenaga guru
seharusnya ditangani dua lembaga yang berbeda. (lihat box)
Sampai di situ tamatlah cita-cita sebuah keinginan pembaharuan
sistim pendidikan. Mashuri sendiri, yang menganggap kedudukan
Menteri P&K sangat berat, mengusulkan agar seorang menteri
bidang tersebut dapat menjabat kedudukannya selama 3 Pelita (15
tahun). Dengan begitu ia dapat menjalankan konsepnya sampai
selesai, dan masyarakat tak digelisahkan oleh pergantian konsep
dalam jangka waktu yang singkat.
Tentang undang-undang pendidikan yang bisa menjamin tidak
berganti-gantinya peraturan menurut pergantian menteri, Daoed
Joesoef punya jawaban. Selama konsep pendidikan yang menyeluruh
belum ada, katanya, tidak mungkin dapat dibuat undang-undang
pokok pendidikan dan pengembangan kebudayaan. "Seperti yang
sebagian orang menuntut mengapa Departemen P&K tidak membuat
undang-undang pokok pendidikan. Undang-undang semacam itu dalam
negara hukum 'kan bertugas melaksanakan sesuatu. Nah sesuatu
itu, ya konsep tadi. Sebelum ada konsep belum bisa dibuat
undang-undang. Sapi dulu baru gerobak, bukan sebaliknya," jawab
menteri kelahiran Medan itu dengan piawai.
Daoed Joesoef sendiri nampaknya sudah memiliki suatu konsep yang
sudah ia susun sejak duduk sebagai staf ahli Menteri P&K.
Fikiran-fikirannya mengenai bagaimana memperbaiki wajah
pendidikan sekarang besar kemungkinan juga mendapat kesempatan
luas diperbincangkan dalam Centre for Strategic and
International Studies yang ia ketuai. Tetapi konsepnya nampaknya
belum ingin dia ketengahkan kecuali sudah ada persetujuan
Presiden, sebagaimana ia kemukakan sebulan setelah dilantik jadi
menteri. (lihat Wawancara)
Tetapi bahwa isi pendidikan tidak akan dirubah, sebagaimana yang
ia katakan dalam pertemuan pers tanggal 5 Juli, memperoleh
pembenaran lagi dengan tolakannya atas kritik yang mengatakan
pendidikan sekarang terisolir dari masyarakat. "Yang ada adalah
isolasi antara jenjang pendidikan. Guru taman kanak-kanak
misalnya tak pernah tahu apa yang terjadi di perguruan tinggi.
Mereka hanya tahu bagiannya saja. Keadaan ini kelak akan diatasi
misalnya dengan kontak pribadi antara guru SD dengan profesor di
perguruan tinggi. Sehingga setiap jenjang tahu estafet yang
sedang dilaksanakannya." Dengan mengambil contoh pembuatan foto,
Daoed Joesoef mengibaratkan perguruan tinggi bertugas mencuci
sebuah negatif. Padahal sebaik-baiknya mencuci kalau negatifnya
sudah buruk, hasilnya akan buruk juga.
Nampaknya penyesuaian jenjang sekolah dengan usia jadi pusat
perhatian Daoed Joesoef. Katanya, setiap jenjang sekolah harus
mampu mengolah aspek yang menonjol sesual dengan usianya.
Misalnya di jenjang pra-sekolah harus ditonjolkan 'manusia
bermain'nya. Jenjang ini ia anggap penting. Malahan ada
kecenderungan saat ini, di beberapa negara, perhatian dicurahkan
pada pendidikan tingkat ini.
Tapi kata Daoed Joesoef, pendidikan tingkat pra-sekolah ini
paling mahal. Banyak pendapat, bahkan teori berdasar penelitian,
di Perancis dan Jerman, yang menunjukkan bahwa pada usia sampai
enam tahunlah tingkat kecerdasan anak berkembang. "Di negeri
kita tragisnya, karena belum mampu, pendidikan di tingkat usia
ini baru ditampung di sekolah dasar pada usia 7 tahun. Pada saat
tingkat kecerdasan mereka sudah kurang berkembang."
Bahwa dalam sistim yang sudah ada di tangan Daoed Joesoef
pendidikan pra-sekolah akan dapat perhatian, dibenarkan oleh Dr
Setijadi, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan. "Dari keterangan Menteri, pendidikan pra-sekolah
nampaknya akan lebih diperhatikan. Selama ini BP3K baru
memberikan perhatian mulai dari pendidikan SD," katanya.
Menteri sendiri sudah berketetapan untuk mengadakan perubahan
sekalipun Komisi Pembaharuan Pendidikan bclum dibentuk -- dan
belum menyelesaikan tugasnya yang 1« tahun. Katanya: "Tanpa
mengganggu inti yang hendak diperbaiki, perbaikan harus segera
dilaksanakan. Kita cukup berhati-hati -- sebagaimana juga
pejabat dulu berhati-hati sehingga tidak bertindak. Apa pun
yang dilakukan tentu akan ada kecaman dari luar. Tapi saya di
sini, seperti yang pernah saya katakan, tidak takut untuk
bertindak tidak populer. Kalau perlu jempol kaki orang yang
menahan jalan harus saya sandung saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini