Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) khawatir atas keinginan sejumlah organisasi masyarakat atau ormas yang menerima tawaran izin pengelolaan tambang dari pemerintah. Komisi yang membidangi energi, riset, teknologi dan lingkungan hidup ini menilai sikap itu bisa merusak tata kelola mineral dan batu bara atau minerba sekaligus menjatuhkan wibawa ormas di mata umat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, fenomena ini seperti kisah Perang Uhud, di mana kaum Muslimin beramai-ramai turun dari bukit Uhud untuk berebut ghonimah atau harta pampasan perang, dan meninggalkan tugas pokok pos penjagaan. "Ujung-ujungnnya umat tidak terurus," ujar Mulyanto dalam rilis yang diterima pada Selasa, 30 Juli 2024. Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera ini meminta pemerintah dan pimpinan ormas mengkaji ulang kebijakan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan pemberian izin tambang bermula dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Regulasi ini diteken Presiden Joko Widodo pada 30 Mei lalu. Aturan ini memberikan kesempatan kepada ormas keagamaan dapat mengajukan atau diberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus alias WIUPK dari pemerintah.
Dua ormas sudah menyatakan setuju dan ingin memanfaatkan izin tambang tersebut. Keduanya adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah. Setelah dua ormas itu kini Persatuan Islam (Persis) juga menyatakan ingin mengelola tambang.
Wakil Ketua Persis Atip Latipulhayat mengatakan, Pengurus Pusat Persis sudah menyatakan menerima tawaran pemerintah mengenai izin tambang tersebut dengan beberapa alasan. "Pertama, Persis berkewajiban untuk ikut mengelola sumber daya alam agar sesuai dengan konstitusi yaitu untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," ujar Atip dalam keterangan yang diterima Tempo pada Selasa, 30 Juli 2024. Pertimbangan lain, Persis harus berkontribusi dan memberi contoh pengelolaan sumber daya alam yang tidak merusak lingkungan.
Mulyanto menegaskan, menilai pemberian izin pengelolaan tambang sangat rawan karena bisa menimbulkan kecemburuan di antara ormas. Bisa jadi berikutnya ormas pemuda dan ormas lain juga akan ikut meminta konsesi tambang. "Akhirnya tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance akan "menguap". Kita tidak bisa membedakan lagi tugas, fungsi, dan program-kegiatan antara sektor privat, yang mengurusi ekonomi, dengan sektor ketiga, yang mengurusi masyarakat sipil. Terjadi tumpang-tindih. Lalu memicu kekacauan," kata Mulyanto.
Padahal, Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) sudah mengamanatkan pengusahaan minerba diberikan kepada badan usaha, termasuk koperasi. Sebab, masalah pengusahaan, harus dilakukan oleh ahlinya. "Mereka yang memiliki spesialisasi dan kompetensi," imbuhnya.
Mulyanto menilai pemerintah diduga telah melanggar UU Minerba karena memberikan prioritas khusus kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang. Padahal amanatnya, prioritas hanya diberikan kepada BUMN/BUMD.
Dia meminta pemerintah membatalkan aturan pemberian konsesi tambang, mengingat umur Pemerintahan tinggal beberapa bulan lagi. Ia minta di penghujung masa jabatan berakhir, pemerintah jangan membuat kebijakan yang dapat menimbulkan kekacauan.
Pilihan Editor: