Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi bidang Luar Negeri DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengklaim, status kemitraan Amerika Serikat amat penting bagi Indonesia. Pernyataan itu disampaikan guna menanggapi kekosongan Duta Besar Indonesia di negeri Abang Sam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Dave, Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang menjadi mitra penting bagi Indonesia selama ini, terutama dalam sektor ekonomi, pertahanan, dan lain sebagainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi, kalau ada anggapan Amerika Serikat itu tidak penting karena posisi Dubes kosong, itu anggapan yang salah," kata Dave melalui pesan singkat, Senin, 7 April 2025.
Adapun, jabatan Dubes Indonesia di Amerika Serikat telah kosong hampir dua tahun. Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani adalah Dubes RI untuk Amerika terakhir yang menjabat.
Rosan mengakhiri masa tugasnya di Washington pada 17 Juli 2023 saat mantan Presiden Joko Widodo menunjuknya menjadi Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
Dave mengatakan, penarikan Rosan pada saat itu dilakukan karena kemampuan mantan Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran itu amat dibutuhkan oleh negara.
"Ditarik karena ada tugas yang lebih penting untuk dilakukan di Indonesia. Namun, sekali lagi, bukan karena Amerika dianggap tidak penting," ujar politikus Partai Golkar itu.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi bidang Luar Negeri DPR Tubagus Hasanuddin meminta pemerintah untuk segera menempatkan figur laik di jabatan Dubes RI untuk Amerika Serikat.
Menurut dia, kekosongan posisi tersebut akan mempengaruhi hubungan bilateran antara Jakarta dan Washington. Sebab, komunikasi antar negara umumnya dijembatani melalui masing-masing Kedutaan Besar.
"Hemat saya, ini tidak bagus. Makanya, harus segera dipilih figur untuk mengisi kekosongan ini," kata politikus PDIP itu.
Sebelumnya, pada 2, April lalu Presiden Amerika Serikat Donald Trump merilis kebijakan tarif impor baru yang dinamakan 'Reciprocal Tariffs' atau disingkat tarif Trump.
Kebijakan ini akan memberlakukan tarif tambahan terhadap produk impor dari berbagai negara, tak terkecuali pada beberapa negara Asia, termasuk Indonesia.
Dalam pengumuman kebijakan perdagangan baru di Rose Garden Gedung Putih pada Rabu sore waktu setempat, Presiden Trump menyatakan negaranya akan menerapkan tarif impor minimum 10 persen untuk semua produk.
Selain itu, beberapa negara tertentu akan dikenakan tarif resiprokal (timbal balik) yang lebih tinggi sebagai bagian dari kebijakan baru ini.
Besaran tarif Trump ke negara-negara Asia bervariasi. Kamboja menjadi negara Asia yang mendapatkan tarif paling tinggi. Sedangkan Singapura hanya terkena 10 persen. Adapun Taiwan dan Indonesia sama-sama dikenakan tarif 32 persen.
Dalam pernyataan resminya, Gedung Putih menjelaskan bahwa kebijakan tarif ini diterapkan untuk memperkuat posisi ekonomi internasional Amerika Serikat sekaligus melindungi tenaga kerja dalam negeri.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi mengatakan pemerintah mengirimkan tim lobi ke Amerika Serikat untuk merundingkan tarif impor yang diterapkan Trump kepada Indonesia.
"Pemerintah mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan pemerintah US (United States),” kata Hasan Nasbi dalam keterangan tertulis pada Jumat, 4 April 2025.
Hasan mengatakan saat ini pemerintah sedang menghitung dampak dari penerapan tarif resiprokal yang dikenakan pemerintahan Trump.
Sebagai respons awal, ia menuturkan pemerintah sedang menerapkan penyederhanaan regulasi agar produk Indonesia bisa lebih kompetitif.
Pilihan Editor: Formappi Khawatir Formulasi Baru Pembahasan Undang-Undang di DPR Makin Batasi Ruang Partisipasi Publik
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.