Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO) Hasan Nasbi mengatakan efisiensi anggaran tidak dilakukan kepada kebutuhan dasar pegawai atau pelayanan publik. Pemangkasan anggaran dilakukan untuk seremonial kantor, seminar luar negeri dan agenda akhir tahun yang dipandang publik menghabiskan anggaran. “Banyak informasi seolah efisiensi dilakukan kepada kebutuhan dasar pegawai atau layanan publik. Padahal, yang jelas merupakan ‘lemak’ itu seperti seremonial kantor hingga seminar luar negeri,” kata Hasan dalam keterangannya pada Kamis, 13 Februari 2025.
Pemangkasan anggaran tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 yang dikeluarkan pada 22 Januari 2025. Prabowo menargetkan efisiensi sebesar Rp 306,6 triliun.
Hasan menuturkan pemangkasan ini hanya berfokus pada ‘lemak’ APBN. Karena itu, kata dia, tidak akan mengganggu otot dari APBN seperti kebutuhan belanja pegawai, layanan dasar pegawai, bantuan sosial, dan pelayanan publik.
Namun, pada kenyataannya, terdapat kementerian dan lembaga pelayanan publiknya bakal terdampak pemangkasan anggaran pemerintah. Berikut antara lain kementerian dan lembaga yang pelayanan publiknya berpotensi terkena imbas pemangkasan anggaran.
Kemendiktisaintek: Pemangkasan Anggaran akan Mempengaruhi Pelaksanaan Program
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) adalah salah satu kementerian yang terkena pemangkasan anggaran. Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar M. Simatupang sebelumnya mengatakan kementeriannya terkena pemangkasan anggaran sebesar Rp 22,5 triliun dari total pagu anggaran 2025 Rp 57,6 triliun.
Pemangkasan anggaran Kemendiktisaintek tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan berbagai program yang sebelumnya sudah berjalan, seperti dana beasiswa, riset, dan bahkan bisa berdampak pada kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT.
Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro memaparkan sejumlah anggaran beasiswa yang dipangkas di antaranya beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik), beasiswa Kerja Sama Negara Berkembang (KNB), serta beasiswa dosen dan tenaga kependidikan. Togar mengatakan hampir setengah dari anggaran untuk riset juga terkena pemangkasan.
Satryo mengkhawatirkan pemangkasan anggaran tersebut dapat mendorong perguruan tinggi mencari sumber pendanaan tambahan guna mendukung pengembangannya. Jika tidak ada alternatif, maka perguruan tinggi kemungkinan besar terpaksa menaikkan UKT. Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melarang kampus menaikkan UKT para mahasiswa. Dia menilai biaya pendidikan bukan termasuk dari pos-pos yang terkena imbas kebijakan pemangkasan anggaran oleh pemerintah.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Satryo berjanji tidak akan memangkas anggaran yang dialokasikan untuk Pusat Unggulan Antar Perguruan Tinggi. Sebelumnya berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, dana untuk Pusat Unggulan Antar-Perguruan Tinggi dikurangi sebesar 50 persen. Dengan demikian, pagu awal yang semula Rp 250 miliar berkurang menjadi Rp 125 miliar.
Komnas HAM Khawatirkan Akses terhadap Keadilan
Anggaran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) resmi dipangkas Rp 41 miliar. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan pemotongan ini mengurangi lebih dari 90 persen anggaran untuk penegakan HAM, serta akan menyulitkan masyarakat dalam mengakses keadilan.
Pagu awal anggaran Komnas HAM adalah Rp 112,8 miliar, dan sekarang tersisa Rp 71,6 miliar setelah rekonstruksi anggaran. “Setelah rekonstruksi belanja sebesar Rp 41 miliar, tersisa anggaran yang dapat dipakai sebesar Rp 71,6 miliar,” kata Atnike dalam rapat kerja dengan Komisi XIII DPR dan mitra kerjanya di gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2025.
Adapun anggaran yang tersisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal. Belanja pegawai di Komnas HAM tidak berkurang, sedangkan belanja modal disisakan sedikit untuk merampungkan renovasi gedung yang telah berjalan sejak tahun lalu. Untuk belanja barang dialokasikan Rp 21 miliar. Untuk dukungan manajemen, anggaran yang tersedia setelah pemangkasan adalah Rp 4,8 miliar. Anggaran itulah yang digunakan untuk menjalankan tugas dan fungsi Komnas HAM.
Atnike mengatakan, Komnas HAM mengambil sejumlah langkah untuk menjalankan efisiensi. Namun ada beberapa kegiatan prioritas tidak bisa dihentikan demi pemangkasan. Contohnya, pada 2025, Komnas HAM akan menjadi ketua forum komisi nasional HAM se-Asia Tenggara, yaitu Southeast Asia National Human Rights Institution Forum (SEANF). Artinya Komnas HAM akan menjadi tuan rumah dari forum tersebut. “Tentu ini tidak bisa ditunda,” ujar Atnike.
Untuk tugas dan fungsi di bagian pemajuan HAM, anggaran dipangkas hingga sekitar Rp 630 juta. Pemajuan HAM termasuk kegiatan pengkajian, pendidikan, maupun penyuluhan. Karena penghematan di bidang ini, Atnike menjelaskan, Komnas HAM sedang berupaya mendapat dukungan dari luar anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). “Ini efisiensi yang cukup drastis,” tuturnya.
Anggaran untuk dukungan teknis penegakan HAM tersisa Rp 1,2 miliar. Hal ini berarti lebih dari 90 persen anggaran untuk penegakan HAM mengalami penurunan. Terlebih lagi, Komnas HAM tidak bisa menggunakan anggaran non-APBN untuk menambal kekurangan ini. “Ini akan menjadi masalah, karena pada tugas dan fungsi atau tusi penegakan HAM, kami tidak bisa menggunakan anggaran non-APBN untuk menjamin independensi dari Komnas HAM,” kata Atnike.
Dia meminta DPR mengkaji ulang terhadap rekonstruksi anggaran pada kuartal kedua nanti. Sebab, berkurangnya anggaran secara signifikan bakal memberi tantangan bagi Komnas HAM dalam memonitor pemenuhan serta pelindungan hak asasi manusia. “Dengan berkurangnya anggaran pelaksanaan tusi Komnas HAM sebesar lebih dari 50 persen untuk penegakan hak asasi manusia, kami menghadapi permasalahan akses masyarakat terhadap keadilan,” ujar dia.
Ombudsman: Anggaran Tak Akan Mencukupi untuk Jalankan Tugas Utama Ombudsman
Keputusan pemangkasan anggaran pemerintahan Prabowo berdampak signifikan terhadap Ombudsman Republik Indonesia. Ketua Ombudsman Mokhammad Najih mengatakan efisiensi anggaran bakal mengganggu penanganan berbagai pengaduan masyarakat yang masuk ke Ombudsman.
Najih menyebutkan pagu anggaran yang dialokasikan ke Ombudsman sangat minim. Alokasi dana itu dipastikan tidak akan mencukupi untuk menjalankan tugas utama Ombudsman sebagai lembaga pengawasan terhadap pelayanan publik pemerintah. “Penyelesaian laporan masyarakat dan opini pengawasan itu belum ada anggaran yang mencukupi untuk melakukan pencapaian target sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan tahun 2025,” kata Najih dalam rapat di Komisi II DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Februari 2025.
Najih mengatakan pagu anggaran Ombudsman pada tahun anggaran sebelum dipangkas sebesar Rp 255 miliar. Lalu pemerintah memangkas separuh anggaran tersebut hingga menjadi Rp 163,991 miliar.
Namun pemerintah menambah jumlah anggaran yang dipangkas di Ombudsman lewat rekonstruksi. Hasil rekonstruksi per 11 Februari lalu, total anggaran Ombudsman yang dipangkas naik menjadi Rp 91,6 miliar atau 35,84 persen. Sisa pagu Rp 163,99 miliar diperuntukkan bagi belanja pegawai sebesar Rp 127,254 miliar (atau 49,79 persen), sehingga pagu efektif sebesar Rp 36,736 miliar (14,37 persen).
Anggaran yang tersisa setelah rekonstruksi dari pemerintah, kata dia, hanya cukup untuk belanja modal dan barang. Menurut hitungan Ombudsman, dana tersebut hanya akan cukup sampai Mei 2025. Najih kemudian melontarkan kelakar tentang pemangkasan anggaran yang dialami Ombudsman. “Di kami (Ombudsman) ada istilah: kami senang saja tetap digaji, tapi enggak kerja,” ucapnya.
LPSK: Hak-hak Saksi dan Korban Tidak Boleh Dikesampingkan
Komisi XIII DPR mengabulkan rekonstruksi efisiensi anggaran yang diajukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai imbas dari pemangkasan anggaran. Atas perubahan itu, LPSK berhasil mengamankan bujet sebesar Rp 122.220.952.000 dari pagu awal Rp 229.919.355.000.
Ketua LPSK Achmadi mengatakan akan mengoptimalkan anggaran yang tersisa untuk menjalankan tugas mereka. Dia menyatakan pemangkasan anggaran itu tidak membuat mereka mengabaikan perlindungan dan keamanan dari saksi dan korban.
“Ini juga penting mendukung kebijakan Bapak Presiden, penting juga kita ikut ikat pinggangnya lebih ketat lagi. Tapi juga tetap memperhatikan hak-hak saksi dan korban, tidak boleh dikesampingkan,” kata Achmadi usai rapat dengar pendapat dengan Komisi XIII pada Kamis, 13 Februari 2025.
Dalam rapat dengar pendapat, Achmadi mengajukan rekonstruksi anggaran sebesar Rp 122.220.952.000 kepada DPR. Dia menuturkan angka itu adalah hasil pertemuan antara LPSK dan Direktorat Bidang Kesejahteraan Sosial Ditjen Anggaran Kemenkeu pada 11 Februari lalu. Adapun rekonstruksi pagu terdiri dari anggaran belanja barang sebesar Rp 107.265.986.000 dan belanja modal sebesar Rp 14.954.966.000. Sehingga disimpulkan anggaran efektif yang dapat digunakan LPSK pada tahun ini sebesar Rp 107.698.403.000.
Adapun anggaran itu dialokasikan untuk sejumlah kepentingan, yakni program penegakan dan pelayanan hukum yang terdiri dari kegiatan penerimaan, penelaahan, dan investasi permohonan serta kegiatan perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban dengan total sebesar Rp 32.785.717.000.
Selain itu, anggaran juga digunakan untuk program dukungan manajemen yang terdiri dari kegiatan penyelenggaraan layanan hukum, kehumasan, protokol, dan penyusunan peraturan serta kegiatan penyelenggaraan pengelolaan anggaran, sumber daya manusia, organisasi dan tata laksana, sarana dan prasarana, tata usaha, serta pengawasan intern dengan total sebesar Rp 74.912.686.000.
Sebelumnya, pegawai LPSK membuka opsi moratorium pemberian perlindungan saksi dan korban mengantisipasi kebijakan pemotongan anggaran. Sebelumnya, berdasarkan instruksi presiden soal efisiensi anggaran, alokasi dana LPSK dipotong dari Rp 220 miliar menjadi cuma Rp 88 miliar. Dengan sisa anggaran tersebut, biaya perlindungan saksi dan korban hanya cukup hingga beberapa bulan ke depan. “Paling efektif itu hanya akan cukup sampai Mei,” kata Ketua Ikatan Pegawai LPSK Tommy Permana pada Senin, 10 Februari 2025.
Bila pelayanan perlindungan saksi dan korban tetap dipaksakan, hal tersebut tak akan berjalan maksimal. Bakal sulit bagi LPSK memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dengan anggaran yang tersisa. “Jika dipaksakan, dikhawatirkan dapat mengganggu bahkan mengurangi kualitas perlindungan,” katanya.
Kinerja Komnas Perempuan Berpotensi Turun 75 Persen
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan kemampuannya menangani kekerasan terhadap perempuan berpotensi berkurang 75 persen imbas dari efisiensi anggaran. “Dengan pengurangan ini, daya penanganan kami dapat berkurang hingga 75 persen,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam Rapat Kerja Komisi XIII DPR RI bersama Komnas Perempuan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Program prioritas nasional berupa proyek percontohan Sistem Peradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT PKKTP) juga terancam tidak dapat dilaksanakan. Komnas Perempuan juga tidak bisa menyediakan akomodasi yang layak untuk organisasi inklusi maupun melaksanakan tugas dari Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak. “Komnas Perempuan tahun ini kembali tidak bisa menyelenggarakan akomodasi layak untuk organisasi inklusi maupun melaksanakan tugas dari Undang-undang KIA,” kata Andy Yentriyani.
Dia menyebutkan jumlah anggaran Komnas Perempuan meningkat signifikan pada 2024, yakni dari Rp 23,8 miliar pada 2023 menjadi Rp 40 miliar, dan menjadi Rp 47,7 miliar pada 2025. “Komnas Perempuan baru tahun 2024 mendapatkan kesempatan peningkatan anggaran dari Rp 23 miliar menjadi Rp 40 miliar yang memungkinkan Komnas Perempuan memiliki daya tanggap yang lebih besar. Kami mendapatkan penguatan kelembagaan berupa kebolehan menambah pegawai dari 45 menjadi 95 staf dan karena itu biaya belanja pegawai tentunya lebih besar,” katanya.
Namun, setelah dilakukan efisiensi, alokasi anggaran bagi Komnas Perempuan menjadi Rp 28,9 miliar.
Hendrik Yaputra, Nabiila Azzahra, M. Rizki Yusrial, Alfitria Nefi P, Nandito Putra, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Aliansi Padjajaran Desak Kampus Tolak Wacana Pemberian izin Tambang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini