Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, meminta pemerintah meninjau ulang distribusi paket obat terapi Covid-19 kepada pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri atau isoman di rumah. “Saya usul hentikan distribusi obat ke masyarakat. Sebaiknya hanya di layanan kesehatan saja,” kata Pandu kepada Tempo, Jumat, 30 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Permintaan tersebut pertama kali disampaikan Pandu di akun Twitternya, @drpriono1. Ia mengunggah foto paket obat isolasi mandiri dari Kementerian Kesehatan. Ada 3 jenis obat dan 1 suplemen makanan. Ketiga jenis obat itu adalah paracetamol, Azithromycin, dan Oseltamivir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pandu menjelaskan obat keras seperti Oseltamivir berpotensi menimbulkan efek samping pada tiap orang. Obat tersebut merupakan antivirus yang bisa menyebabkan mual, muntah.
Efek samping lainnya, kata Pandu, adalah keinginan untuk bunuh diri karena adanya gangguan psikis, seperti delirium, meracau, bingung, keinginan menyakiti diri sendiri. Efek samping tersebut juga dilaporkan terjadi di negara lain. “Banyak dilaporkan di Jepang,” ujarnya.
Selain Oseltamivir, Pandu menilai pemberian Azithromycin juga tidak bermanfaat bagi pasien Covid-19. Pasalnya, Azithromycin merupakan antibiotik untuk penyakit yang terindikasi infeksi bakteri. Sementara Covid-19 disebabkan oleh virus.
Pandu Riono mengusulkan agar pemberian obat keras sebaiknya dilakukan bila dirawat. Sehingga, pemakaiannya dapat diawasi. “Bila tidak cocok atau ada efek samping bisa segera dihentikan. Kalau didistribusi ke masyarakat, siapa yang mengawasi?” ujarnya ihwal obat terapi Covid-19.
FRISKI RIANA