Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DESMOND Junaidi Mahesa dan Masinton Pasaribu memilih kabur ke toilet saat dihadang wartawan seusai rapat Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu malam pekan lalu. Anggota lain, Erma Suryani Ranik, juga mengibaskan tangan saat ditanya. Mereka geleng-geleng kepala saat ditanya isi rapat pleno seleksi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.
Semua anggota Komisi Hukum serempak bungkam. Tidak ada satu pun yang bersedia memberi keterangan tentang hasil rapat. Desmond meminta jurnalis mewawancarai Ketua Komisi Hukum Aziz Syamsuddin. "Kami sepakat penjelasan lewat satu pintu," kata Desmond.
Aziz Syamsuddin, dalam jumpa pers, mengatakan rapat pleno sikap Komisi Hukum terkait dengan uji kelayakan dan kepatutan pemimpin komisi antikorupsi ditunda hingga Senin pekan ini. Politikus Golkar ini menjelaskan, sejumlah fraksi masih meminta waktu mendalami nama-nama yang diajukan panitia seleksi. "Kami memutuskan ditunda," ujar Aziz.
Sinyal parlemen Senayan mengganjal seleksi tergambar sejak Presiden Joko Widodo mengirim surat berisi delapan nama calon pada pertengahan September lalu. Pimpinan DPR tak langsung mendelegasikan proses seleksi ke Komisi Hukum. Padahal masa jabatan dua pemimpin KPK bakal berakhir pada 16 Desember mendatang. Pimpinan Dewan baru meneruskan surat Presiden ke Komisi Hukum pada masa sidang yang dimulai 16 November lalu.
Bukannya langsung menggelar uji kelayakan dan kepatutan, Komisi Hukum mengulur waktu dengan memanggil panitia seleksi sejak dua pekan lalu. Komisi berdalih, mereka ingin mendapatkan berkas lengkap selama seleksi. Rapat keduanya bahkan sempat tiga kali deadlock karena panitia tak memenuhi permintaan Komisi. Dokumen lengkap berisi transkrip wawancara, laporan panitia ke Presiden, serta hasil tes kesehatan dan kepribadian calon baru akhirnya diserahkan pada Senin pekan lalu.
Seorang politikus menuturkan, Komisi Hukum menyadari tak ada peluang menolak calon yang disodorkan pemerintah. Dewan dikunci bunyi Pasal 30 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal ini menyatakan Dewan wajib memilih dan menetapkan lima calon paling lambat tiga bulan sejak surat diterima dari presiden. "Kami perlu bersiasat mencari kelemahan panitia seleksi," kata politikus ini.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, mempersoalkan keterlibatan Indonesia Corruption Watch, Transparency International Indonesia, dan Kemitraan dalam proses seleksi. Dia juga mempertanyakan keterlibatan pemimpin KPK nonaktif, Bambang Widjojanto, dalam penjaringan calon. Masinton mengkritik pendanaan kegiatan roadshow ke sepuluh kota dibiayai lembaga swadaya masyarakat. "Ini temuan saat pendalaman dengan panitia seleksi," ujar Masinton.
Juru bicara panitia seleksi, Betti Alisjahbana, tak menampik kabar bahwa kegiatan di sepuluh kota diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. Dia mengatakan lembaga swadaya tersebut hanya membiayai perjalanan panitia seleksi. "Kami hadir sebagai narasumber," kata Betti.
Seorang politikus menuturkan, selain hasil tes kesehatan dan kejiwaan, sebenarnya tak ada dokumen panitia seleksi yang bersifat rahasia. Transkrip yang diserahkan merupakan hasil notulensi selama tes wawancara terbuka di Sekretariat Negara. Berkas lainnya hanya laporan perkembangan selama proses seleksi ke Presiden. "Dokumen setebal ini belum tentu dibaca di tengah mepetnya waktu seleksi," ujar politikus ini.
Celah lain yang dimanfaatkan Komisi Hukum adalah ketiadaan unsur kejaksaan dalam daftar calon. Karena itu, Komisi Hukum berkonsultasi dengan Romli Atmasasmita, salah satu penyusun Undang-Undang KPK. Menurut Wakil Ketua Komisi Hukum Benny Kabur Harman, penyusun undang-undang mewajibkan adanya unsur kejaksaan dalam pimpinan KPK. "Saya juga memandang perlu," katanya.
Sinyal penolakan tersirat sejak pekan lalu. Di kalangan anggota Komisi Hukum beredar rancangan substansi laporan kesimpulan menyikapi hasil panitia. Dalam draf yang salinannya diperoleh Tempo, ada empat hal yang dipersoalkan Komisi Hukum, yakni mekanisme pendaftaran, pembidangan, keterwakilan kejaksaan, dan latar belakang calon. Mereka, misalnya, mempersoalkan masa pendaftaran calon. Sesuai dengan Pasal 30 ayat 5 Undang-Undang tentang KPK, pendaftaran seharusnya berlangsung selama 14 hari kerja mulai 5 Juni hingga 24 Juni 2015. "Nyatanya, panitia memperpanjang masa pendaftaran hingga 3 Juli 2015," ujar politikus ini.
Komisi Hukum juga mengkritik empat pembidangan para calon sesuai dengan fungsi KPK, yang bermarkas di Kuningan, Jakarta. Sejumlah anggota Komisi menuding pengelompokan ini menimbulkan kesan panitia seleksi mengarahkan DPR memilih satu dari dua calon di setiap bidang. Bukan hanya itu, Komisi Hukum juga mempersoalkan latar belakang sejumlah calon. Pengalaman ketiga calon tersebut dianggap tak memenuhi syarat sebagai pemimpin komisi antirasuah.
Rancangan kesimpulan itu mencatat, ada satu calon yang dianggap pernah menjadi jurnalis dan bekerja di KPK selama sepuluh tahun. Adapun satu calon hanya memiliki pengalaman di bidang intelijen selama sebelas tahun. Sedangkan satu calon lain cuma berpengalaman di bidang pembinaan jaringan antarkomisi dan instansi KPK selama sebelas tahun. Meskipun tak menyebut nama, yang dibidik Komisi Hukum adalah Johan Budi Sapto Pribowo, Saut Situmorang, dan Sujanarko.
Atas pertimbangan itulah, menurut draf, Komisi Hukum berencana tak melanjutkan proses pemilihan dan penetapan calon pemimpin KPK. Alasannya, substansi dan proses seleksi oleh panitia tak sesuai dengan aturan. Poin kedua draf kesimpulan menyatakan proses terhadap dua nama calon pemimpin KPK lain, yakni Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata, otomatis tak dilanjutkan.
Politikus Partai NasDem, Akbar Faisal, mengatakan tak pernah melihat rancangan ini. Masinton Pasaribu juga membantah pernah menerima edaran draf kesimpulan. Sedangkan Wakil Ketua Komisi Hukum Desmond Junaidi Mahesa tak menampik adanya draf kesimpulan yang diedarkan ke anggota. "Namun itu hanya wacana perorangan," katanya.
Dalam rapat Rabu pekan lalu, poin-poin ini kembali dibahas pada rapat internal Komisi Hukum. Seorang peserta menuturkan, rapat selama hampir satu jam tersebut berjalan alot. Mulanya pimpinan rapat menyampaikan hasil rapat konsultasi dengan Romli Atmasasmita. Aziz Syamsuddin menyampaikan penjelasan Romli bahwa harus ada unsur jaksa dalam daftar calon pemimpin KPK.
Politikus Partai Hanura, Dossy Iskandar, menuturkan, sebagian anggota berkukuh mengembalikan daftar nama calon ke pemerintah. Argumentasinya, proses seleksi cacat prosedur dan sejumlah calon tak memenuhi syarat administratif. Namun, menurut dia, sebagian anggota berkeras proses tetap dilanjutkan. "Nanti tinggal pilih calon yang memenuhi syarat," ujar Dossy menirukan ucapan sejumlah koleganya.
Politikus lain mulanya dalam rapat pada Rabu pekan lalu sepakat mengembalikan semua calon ke pemerintah. Namun Fraksi PDI Perjuangan tak berani mengambil sikap saat itu juga. "Kami harus berkonsultasi dengan ketua umum," kata politikus PDI Perjuangan, Ichsan Soelistio, seperti ditirukan seorang politikus. Ichsan tak menampik cerita ini. "Nanti akan kami sampaikan sikap resmi," ucap Ichsan.
Meskipun ancaman untuk mengembalikan hasil seleksi berkembang kuat, Desmond Mahesa mengatakan uji kelayakan bakal tetap digelar. Menurut dia, pilihan paling memungkinkan adalah memilih calon yang paling memenuhi syarat. "Ini perintah undang-undang," katanya.
Wayan Agus Purnomo, Larissa Huda
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo