INILAH gebrakan baru Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara T.B. Silalahi: sekitar 65.000 calon pegawai negeri akan digembleng selama tiga bulan sebelum ditempatkan di instansi yang akan mempekerjakan mereka. Calon pegawai negeri ini antara lain akan dilatih baris-berbaris. Ada apa dengan pegawai negeri kita? Di ruang kerjanya, Jumat dua pekan lalu, Menteri Silalahi menjelaskan gagasannya kepada wartawan TEMPO, Herry Komar, Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, dan Toriq Hadad. Petikannya: Dari mana datangnya ide seleksi ketat calon pegawai negeri ini? Salah satu tugas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara adalah menciptakan aparatur yang bersih dan berwibawa. Ini berkaitan dengan pelayanan aparatur kepada masyarakat. Kurangnya pelayanan kepada masyarakat adalah akibat kurang bersih dan kurang profesionalnya aparatur. Seandainya aparatur itu berwibawa, bersih, dan profesional, niscaya pelayanan kepada masyarakat akan baik. Bicara tentang aparatur adalah bicara tentang pembinaan yang panjang. Langkah ini perlu dimulai dari awal, dari bahan bakunya, yaitu calon pegawai negeri. Kalau bahan bakunya sudah bagus, otomatis aparaturnya betul. Itu pokok-pokok pikirannya. Bagaimana kondisi bahan baku calon pegawai negeri sekarang? Pada waktu Prasetya Perwira (pelantikan perwira muda ABRI) baru-baru ini ada sekitar 700 orang calon aparatur yang tangguh. Ini suatu elite sendiri. Tak lama lagi juga akan ada lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri. Mereka ini juga calon aparatur tangguh karena sudah digembleng bertahun- tahun. Tapi harus diingat, tahun ini saja Pemerintah menerima 65 ribu pegawai, dan yang tergolong tangguh tadi baru kira-kira seribu orang. Bagaimana dengan sisanya, yang sistem penerimaan mereka cuma lewat ujian tulis, saringan administrasi, dan wawancara? Mereka memang mengikuti penataran P-4, ada prajabatan selama 75 jam, dan percobaan (maksimal) dua tahun, tapi setelah itu selesai begitu saja. Kabarnya, nanti calon pegawai negeri akan dilatih baris- berbaris. Kedengarannya seperti memiliterkan pegawai negeri.... Baris-berbaris itu hanya salah satu dasar untuk membentuk sikap orang. Kalau orang pernah dilatih baris-berbaris sikapnya akan baik, badannya tegap, simpatik. Jadi, bukan untuk membuat mereka menjadi militer. Dari segi mental, selama tiga bulan pendidikan itu akan kelihatan kedisiplinannya. Sekarang ini banyak keluhan pegawai negeri masuk kantor pukul 09.00 atau pukul 10.00. Itu karena mereka tidak terlatih, tidak bisa mendisiplinkan diri harus masuk pukul 08.00. Mereka ini yang selama tiga bulan akan dibiasakan dengan disiplin, seperti bangun pukul 5 pagi dan sebagainya. Selama masa latihan, mereka diawasi secara ketat dan dinilai. Kalau tidak lulus, keluar. Selama ini hampir semua lulus. Mengapa anggaran latihan begitu besar? Kalau dihitung, sebenarnya tak terlalu besar. Dengan memberikan ''gaji'' awal tiga atau empat bulan, akan didapat tenaga bagus yang bakal dipakai selama 30 tahun masa kerja. Ini semacam investasi. Jadi, jangan hanya dilihat Rp 40 miliarnya, tapi kepentingannya. Kalau soalnya mental, apakah sudah diteliti jam berapa pegawai negeri masuk kantor dan berapa jam mereka efektif bekerja? Apa soalnya bukan pada urusan ekonomi, misalnya, gaji yang kurang, sehingga mereka perlu ngobjek di luar kantor? Mana yang dulu harus diberesi? Nomor satu, kita memang harus berbicara soal idealisme. Dulu, waktu pemimpin kita berjuang melawan Belanda, mereka memakan apa yang dimakan anak buahnya. Pak Dirman (maksudnya: Jenderal Sudirman) dan prajuritnya keadaannya sama. Pak Dirman kan dulu ditandu, tidak pakai Volvo. Benar, idealisme itu saja tak cukup. Namun, kalau bicara gaji, bayangkan betapa beratnya beban negara kalau harus menaikkan gaji 3,5 juta pegawai negeri sebesar Rp 10.000 per orang. Tiap bulan butuh anggaran Rp 35 miliar. Maka, Pemerintah tetap mengusahakan meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas, dengan memikirkan masa depan mereka, seperti kenaikan pangkat tidak dipersulit, dan sebagainya. Ada hal-hal yang membuat pegawai negeri tak terlalu bersemangat. Di beberapa daerah, jabatan bupati pasti dijabat ABRI. Begitu juga sejumlah pos lainnya. Bukankah ini membuat semangat kompetisi mereka turun? Sebenarnya, yang dijabat oleh ABRI itu terbatas. Kalau bupati itu, kan yang memilih rakyat. Sekarang kan sudah banyak bupati dari sipil. Tentang pos irjen, umumnya karena menteri yang minta. Pangab tidak pernah mem-push supaya anak buahnya ditempatkan di pos-pos tertentu. ABRI baru saja mencanangkan back to basics. Apakah ide Anda ini mendapat inspirasi dari situ? Ini memang ada kaitannya dengan latar belakang saya sebagai seorang militer. Ketika saya diminta untuk membantu Presiden, saya berpikir: Lo, saya ini adalah orang militer pertama yang menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Sebelum saya, pos ini dijabat oleh menteri-menteri sipil (Mereka adalah J.B. Sumarlin, Emil Salim, dan Sarwono Kusumaatmadja Red). Mungkin Pak Harto menginginkan saya menyiapkan pegawai negeri yang mentalnya baik. Untuk diketahui, saat ini ada 1.000.000 orang yang melamar ingin jadi pegawai negeri. Kapan program latihan tiga bulan itu dimulai? Anggaran untuk ini cukup besar, jadi harus masuk APBN, sehingga baru bisa dimulai tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini