Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri atau UIN Alauddin Makassar akan menggelar aksi lanjutan pada Senin, 5 Agustus 2024 di Kampus I UINAM. Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UINAM, Muhammad Reski, mengatakan ada 10 poin tuntutan dari mahasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, mahasiswa menuntut Rektor UIN Alauddin Makassar Hamdan Juhannis untuk mencabut Surat Edaran (SE) Nomor 259 tentang ketentuan penyampaian aspirasi mahasiswa di lingkup kampus. Mahasiswa menilai SE itu bertentangan dengan prinsip kebebasan akademik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu poin menyebutkan, mahasiswa wajib mengajukan surat izin penyampaian aspirasi selambat-lambatnya 3 kali 24 jam sebelum aksi. “Dalam proses pembentukan SE tersebut, birokrasi UINAM tidak pernah melibatkan satu pun elemen kemahasiswaan baik dari tingkat DEMA-U hingga HMJ sejajaran,” kata dia melalui keterangan tertulis pada Ahad, 4 Agustus 2024.
Dilansir dari SE yang ditandatangani rektor pada 25 Juli 2024, mahasiswa yang melanggar aturan-aturan tersebut akan dikenai sanksi tegas, baik administrasi, skorsing, maupun pemecatan atau drop out.
Kedua, mahasiswa meminta kampus mencabut surat keputusan drop out kepada dua mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum atau FSH yang pernah ikut aksi sebelumnya, mengenai isu uang kuliah tunggal atau UKT. SK DO itu keluar satu hari setelah surat edaran Nomor 259 dikeluarkan.
“Yang jadi poin penting bahwa pihak kampus sudah mengantongi nama-nama untuk diskorsing, sebab terlibat aksi demonstrasi,” ujar Reski.
Ketiga, mencabut aturan aktivitas malam mahasiswa di kampus, di mana batasnya hanya sampai pukul 17.00. Sementara itu, mahasiswa berharap aktivitas malam dapat diperpanjang hingga pukul 22.00 atau 00.00.
Keempat, isu kekerasan seksual. Menurut Reski, ada beberapa mahasiswi yang mendapatkan kekerasan verbal. “Ada beberapa kasus-kasus yang lain yang belum diungkap,” kata dia.
Kelima, meminta kampus untuk menghentikan premanisme atau perilaku represif oleh satuan pengamanan (satpam) kampus terhadap mahasiswa. Reski bercerita beberapa hari yang lalu para mahasiswa sempat menggelar aksi di Kampus II, Jalan Yasin Limpo, Gowa, Rabu, 31 Juli 2024.
Tuntutan aksi itu tak jauh berbeda dengan yang sekarang. Mulanya, aksi itu berjalan lancar. Beberapa waktu berselang, Wakil Rektor III UIN Aalauddin Makassar Muhammad Khalifah Mustami menemui mahasiswa. Menurut Reski, Mustami menegaskan aturan tersebut tidak bisa dicabut.
Merespons itu, mahasiswa berseru untuk menolak kebijakan dari kampus mereka. Namun, petugas keamanan justru menangkap dan melakukan tindakan represif kepada mahasiswa. “Ada kawan-kawan yang dicekik, dipukul, dan diangkat oleh pihak keamanan kampus,” kata Reski.
Keenam, mahasiswa menolak semester antara yang biayanya terbilang mahal. Misalnya, untuk satu mata kuliah dengan 2 satuan kredit semester atau SKS, mahasiswa harus membayar Rp 640 ribu. Berbeda lagi dengan mahasiswa yang mengambil 1 mata kuliah dengan 3 SKS.
Jika dihitung, 16 kali pertemuan di kali Rp 20 ribu, lalu dikali dengan jumlah SKS maka biayanya bisa hampir Rp 1 juta. “Contohnya, Takhrij Hadis karena dia 3 SKS maka untuk di program harus membayar Rp 960 ribu,” kata Reski.
Ketujuh, meminta kampus memotong uang kuliah tunggal atau UKT bagi mahasiswa semester 9 ke atas. Kenaikan UKT maupun biaya kuliah tunggal (BKT), kata Reski, sudah terjadi sejak satu tahun lalu. Namun, kenaikannya tidak merata di setiap jurusan. “Khususnya kalau di jurusanku tuh naik Rp 200 ribu-an di tiap golongan,” kata dia.
Kedelapan, mahasiswa meminta kampus untuk mempercepat surat keputusan soal kategorisasi UKT. Kesembilan, menjelaskan soal pencairan dana bagi penerima Kartu Indonesia Pintar atau KIP Kuliah. Kesepuluh, meminta kampus melibatkan mahasiswa dalam perumusan regulasi.