Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR, Budisatrio Djiwandono, menyesalkan perkataan Miftah Maulana Habiburrahman yang bernada menghina kepada penjual es teh. "Kami menyayangkan bahwa ada statement-statement yang tidak baik ya, tentu itu patut menjadi evaluasi apalagi namanya pemimpin," katanya saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 4 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buntut penghinaan terhadap penjual minuman itu, publik meminta Presiden Prabowo mencopot Miftah dari jabatan sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Budi mengatakan kritik dan aspirasi masyarakat mengenai masalah ini akan mereka terima.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun Prabowo merupakan Ketua Umum Partai Gerindra. "Tapi apa pun itu, kita serahkan keputusan-keputusan kalau ada, kita terima sebagai masukan dan kritik yang baik dari masyarakat," tuturnya.
Sebelumnya, beredar video yang merekam momen Miftah melontarkan kalimat menghina seorang pedagang es. Perkataan itu dia lontarkan di salah satu momen ceramahnya di salah satu pondok pesantren di Magelang, Jawa Timur.
"Es tehmu seh akeh ra? (Es teh mu masih banyak gak?) masih? Yo kono didol goblok (Ya sana dijual bodoh). Dolen disek, nko lak durung payu, wes, takdir (Jual dulu, kalau belum laku, sudah, takdir),” kata Miftah dalam momen itu.
Usai videonya viral, Miftah telah meminta maaf karena mengolok-olok penjual es teh dengan ucapan "goblok" saat ceramah di salah satu pondok pesantren di Magelang, Jawa Timur itu. Dia meminta maaf lewat video berdurasi satu menit, dan telah bertemu langsung dengan pedagang itu.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Miftah Maulana Habiburrahman, menanggapi yang viral hari ini yang pertama, dengan kerendahan hati saya minta maaf atas kehilafan saya," kata Miftah, pada Rabu, 4 Desember 2024 seperti dikutip Antara.
Perkataan Miftah itu memantik desakan agar Miftah dipecat sebagai Utusan Khusus Presiden. Salah satu kritikan datang dari aktivis perempuan dan penulis buku, Kalis Mardiasih.
"Nggak ada pantas-pantasnya manusia yang merendahkan martabat kemanusiaan yang liyan dititipi kekuasaan tertinggi buat ngurusi isu toleransi. Digaji mahal pakai APBN, menghinakan rakyat yang menggaji. ora nduwe isin! PECAT," kata Kalis Mardiasih lewat akun media sosial X, pada Rabu, 4 Desember 2024.
Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.