DENGAN mengendap-endap, beberapa hari menjelang gerhana
matahari, di beberapa hotel di Sala terjadi bisnis "miring".
Jangan salah: yang disasar bukan wisatawan, tapi lulusan SLA.
Yang dijual bukan suvenir, melainkan materi ujian masuk Proyek
Perintis (PP) III di Universitas Sebelas Maret (UNS), termasuk
kunci jawabannya.
Persaingan yang ketat dan keras masuk perguruan tinggi negeri,
rupanya telah mendorong sebagian orang berpikir 'maju' dan
menempuh jalan mencong. Ratusan ribu lulusan SLA bisa dipastikan
terjungkal oleh tes PP itu. Daya tampung perguruan tinggi negeri
beringsut kayak siput, sementara lulusan SLA membludak terus. Di
PP I saja, misalnya, tahun ini diikuti lebih 230.000 peserta
padahal hanya tersedia 16.000 kursi. Akibatnya, "Banyak orang
yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan," ujar Wiwiet
Widiantono, sekretaris PP I.
Beralasan jika bimbingan tes laku keras. Tapi toh tak ada
jaminan. Upaya serong mengelabui komputer dengan menghitamkan
semua jawaban atau memolesnya dengan lilin, seperti ada yang
mencoba tahun-tahun silam, juga tak mempan. Kini muncul bocoran
ujian, yang selama ini sering muncul di tingkat sekolah lanjutan
sampai SD.
Kabar bocor ini mulai menetes pada ujian PP I di Jakarta awal
Juni. Beberapa peserta kedapatan membawa kunci jawaban. Setelah
diperiksa, "ternyata berbeda dengan jawaban yang asli," kata
Wiwiet. Jumlah jawabanyang asli hanya 90, yang palsu 100. Di
luar rupanya juga beredar naskah soal IPA terpadu, yang mirip,
tapi berbeda dengan naskah asli yang diujian. "Kalau sampai
bocor, ada dua sumber yang membocorkannya. Saya sendiri, atau
percetakan," katanya tegas.
Di Sala, hal ujian bocor itu lebih santer. Bahkan itu baru
diketahui sehari menjelang ujian masuk IPS berakhir. Padahal
menurut sebuah sumber, sebelum ujian IPS berlangsung 8 Juni,
bocoran telah sampai di tangan sejumlah peserta. Khususnya,
peserta tes yang berasal dari luar Sala.
Peserta dari luar ini memang sangat banyak yang mengikuti tes di
UNS, yakni sekitar 20.000 dari 60.000 peserta. "Jumlahnya terus
meningkat sejak tahun 1979," ujar Rektor UNS dr. Prakosa,
"karena UNS merupakan kesempatan terakhir." Maksudnya,
kesempatan terakhir bagi calon mahasiswa untuk bisa ikut tes di
perguruan tinggi negeri setelah sebelumnya berlangsung tes di PP
IV dan PP I.
Penjual bocoran itu beroperasi di hotel-hotel tempat peserta
dari luar Sala itu menginap. Yang dijajakan, terutama untuk IPS,
macam-macam. Ada soal ujian untuk semua materi tes beserta
jawaban yang sudah dilingkari. Ada yang hanya menjual lembar
jawaban saa tapi sudah disi. Semuanya hasil fotokopi.
"Ternyata, huruf maupun cetakan, serta isinya sama persis dengan
yang asli," kata sumber itu, yang juga mendapat bocoran ujian
untuk adiknya.
Selain itu beredar pula soal ujian yang ternyata memang berbeda
dengan yang tiujikan. "Hanya sebagian saja yang benar," tambah
sumber itu. Bocoran yang hanya sebagian benar itu, agaknya
dipakai sebagai alibi mengaburkan adanya kebocoran yang
sesungguhnya.
Harga bocoran itu juga beragam. Ada yang berharga nilai Rp
200.000 sampai paling tinggi Rp 500.000. Boleh dibayar "gotong
royong" oleh beberapa peserta tes secara patungan. Uniknya:
boleh dibayar belakangan setelah terbukti bocoran itu sama
dengan yang diujikan.
Lalu lintas bocoran itu masih pula diramaikan dengan adanya
lembar jawaban yang ditulis dengan tangan. Semuanya juga
fotokopi. Ada yang mengatakan, fotokopi yang sesuai dengan hasil
cetakan mungkin sudah kabur akibat seringnya difotokopi,
sehingga beberapa peserta tes lantas menurunnya dengan tulisan
tangan yang kemudian difotokopi kembali. "Bocoran itu sudah
beranting," kata sumber lain, "juga sampai ke tangan peserta
ujian yang dari Sala."
Kenapa ujian PP III di UNS bisa bocor? "Itu sedang diusut oleh
polisi," kata Sidharto Pramutadi, direktur Pembinaan Sarana
Akademis P & K yang juga ketua Proyek Perintis. Bahkan Menteri P
& K sendiri telah menelepon pihak kepolisian Sala untuk
melacaknya. "Hasilnya belum ketahuan," kata Nugroho Notosusanto.
"Mudah-mudahan tidak serius."
Serius atau tidak, pihak UNS merasa telah melakukan pengawasan
yang ketat. "Satu lokal hanya 20 peserta dan diawasi 3
pengawas," kata Prakosa. Sondang Tiurna Simbolon, lulusan SMA
Tarakanita Jakarta juga mengakui hal ini. "Di PP I nyontek itu
masih bisa. Tapi di PP III itu tidak mungkin, sebab jarak tempat
duduk berjauhan," kata gadis yang ikut tes di UNS dan ingin jadi
dokter ini.
Kendati demikian, Prakosa mengakui kemungkinan bocor tetap ada.
"Seketat-ketat menjaga, maling lebih pintar dari yang punya
rumah," kata Prakosa yang ketika ujian berlangsung berada di
Jakarta menghadiri raker rektor.
Jika kemungkinan itu terjadi, ia sendiri baru akan mengambil
sikap setelah meneliti berapa luas kebocoran itu. "Kalau hanya
parsial, ujian tidak perlu diulangi," katanya melalui telepon.
"Pengumuman hasil tes tidak akan ditunda," tambah Soepono
Hadikusumo, pembantu rektor II UNS.
Sementara itu kepolisian Sala terus mengusutnya. "Sudah ada
titik terang," kata Kolonel Judo, Danwil 95 Surakarta. Dan kalau
ujian PP III di UNS itu bocor, "kita sedih sekali," ucap Doddy
Tisnaamijaya. "Orang yang membocorkannya," lanjut Dirjen yang
berambut putih ini, "betul-betul tidak punya kesadaran sosial."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini