Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Skabies atau yang lebih dikenal dengan sebutan gudik atau buduk merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, tungau yang sangat menular terutama melalui kontak langsung. Skabies bukan merupakan penyakit yang mematikan, namun dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Selain mudah menular, pengobatannya perlu dilakukan dengan anggota keluarga dan/atau komunitas tempat pasien tinggal. Kesulitan memberantas skabies inilah yang membuat angka prevalensi tinggi di beberapa negara di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk data Global Burden of Disease Study pada 2015, Indonesia menduduki peringkat pertama negara dengan beban skabies terbesar di antara 195 negara. Sandra Widaty, dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Rabu, 6 Maret 2024, mengatakan jumlah kasus terbanyak ditemukan di sekolah berasrama, seperti pondok pesantren dan panti asuhan. Amat disayangkan, kata dia, terdapat stigma bahwa skabies merupakan penyakit biasa dan wajar diderita oleh para santri. "Peran tenaga nonmedis di sekolah berasrama belum optimal dalam melakukan promosi kesehatan," kata Sandra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sandra dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran UI dalam bidang dermatologi dan venereologi. Dalam pengukuhan guru besar itu, dia membacakan pidato berjudul “Penanganan Komprehensif Skabies Melalui Pembelajaran dan Penatalaksanaan Kasus secara Dalam Jaringan dan Luar Jaringan: Menuju Indonesia Bebas Penyakit Tropis Terabaikan (PTT)”.
Menurut Sandra, ada beberapa strategi khusus untuk mengatasi berbagai permasalahan skabies di Indonesia. Tim Bebas Skabies FKUI mengembangkan Deskab, sebuah instrumen berbentuk kuesioner khusus yang menggunakan bahasa awam untuk memudahkan deteksi skabies. Instrumen tersebut kemudian dikembangkan menjadi sebuah aplikasi seluler bernama Aplikasi Deskab yang ditujukan bagi pengguna awam untuk kasus curiga skabies.
Aplikasi Deskab, yang dapat diunduh di Google Playstore, memiliki dua fitur utama, yaitu deteksi dan edukasi skabies. Fitur deteksi menampilkan kuesioner instrumen Deskab. Sedangkan fitur edukasi berisi informasi penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, pengobatan, serta pencegahan skabies.
Selain mengembangkan aplikasi Deskab, Tim Bebas Skabies FKUI untuk mengunggah berbagai informasi, animasi, dan video bahan ajar pada website www.deskab.fk.ui.ac.id serta kanal YouTube @Deskab. Strategi berikutnya adalah mengadakan pelatihan duntuk meningkatkan pengetahuan tenaga nonmedis dalam deteksi dini skabies.
Penanganan skabies berikutnya meliputi pengobatan, penyediaan sistem rujukan berjenjang yang baik, serta pencegahan oleh individu maupun komunitas. Pengobatan antiskabies lini pertama yang saat ini digunakan di Indonesia adalah krim permethrin 5 persen. Krim ini masih cukup mahal dan terbatas ketersediaannya. Padahal penggunaannya memerlukan jumlah besar karena harus dioleskan pada seluruh permukaan tubuh penderita, diulang dengan jarak satu minggu, dan juga diberikan kepada anggota keluarga serumah, serta orang-orang yang berkontak erat dengan penderita.
Dari hasil penelitiannya, Sandra memberikan beberapa rekomendasi untuk mengendalikan skabies di Indonesia. Pertama, Kementerian Kesehatan perlu menetapkan skabies sebagai salah satu penyakit tropis terabaikan dan salah satu prioritas perhatian PTT di Indonesia. Kedua, dia mengusulkan penyediaan ragam obat antiskabies secara lengkap, luas, dan terjangkau. Ketiga, kolaborasi berbagai kementerian dan lembaga negara perlu dilakukan untuk menangani skabies.
Sandra mengatakan, kolaborasi juga perlu dilakukan antara akademisi, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, serta pihak lainnya. Promosi kesehatan mengenai skabies melalui berbagai platform media perlu diintensifkan. Pelatihan khusus juga dapat dilakukan terhadap para tenaga nonmedis di berbagai komunitas. Terakhir, dalam rekomendasinya, Sandra menyarankan agar upaya deteksi dini skabies dan rujukan ke fasilitas kesehatan terdekat secara berjenjang dilakdukan dengan mengikutsertakan masyarakat, khususnya kader kesehatan yang terlatih.
Dia berharap bebeberapa strategi dan rekomendasi tersebut memudahkan pemberantasan skabies di Indonesia. "Untuk mendukung program Menuju Indonesia Bebas Skabies 2030,” ujar Sandra.