PRESIDEN Abdurrahman Wahid punya kesibukan baru. Selain berkantor di Bina Graha, saban Sabtu dia juga kini rajin datang ke markas Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)—partai yang didirikannya. Maka, tidak seperti biasanya, kantor partai itu di kawasan Kuningan, Jakarta, tiap akhir pekan dipenuhi rombongan Presiden: dari ajudan, pengawal pribadi, hingga staf Istana.
Presiden Abdurrahman memang pengurus PKB. Ia adalah Ketua Dewan Syuro—semacam dewan pembina, sebuah lembaga tertinggi partai. Sabtu dua pekan lalu, dia membuat keputusan yang tergolong aneh. Dia membiarkan Ketua Umum PKB Matori Abdul Djalil hanya menjadi pendengar dalam rapat. "Biar Arifin Junaidi saja yang memimpin rapat," kata Presiden seperti ditirukan seorang pengurus PKB. Arifin adalah anggota DPR dan sekretaris Dewan Syuro.
"Kudeta rapat" ini melukiskan puncak retaknya hubungan Abdurrahman dengan Matori. Sudah lama keduanya memang tak akrab. Dalam Sidang Umum MPR tahun lalu, Ketua PKB Matori Abdul Djalil tidak menyokong Abdurrahman menjadi presiden. Padahal, kelahiran partai itu jelas-jelas dibidani Abdurrahman.
Tapi bukan luka lama itu betul yang membuat Abdurrahman meradang. Menurut seorang sumber di Dewan Syuro, Presiden menilai Matori gagal mengelola PKB. Buktinya adalah keoknya sejumlah calon partai warga Nahdlatul Ulama itu dalam memperebutkan kursi bupati dan wali kota di beberapa daerah. Di Sampang, Madura, Sanusi Jamaluddin, calon bupati dari PKB, harus kalah dengan calon PPP, Fadillah Budiono. Padahal, PKB adalah pemegang kursi terbanyak di DPRD kabupaten itu. Kejadian serupa terjadi di Mojokerto, Sidoarjo, dan beberapa daerah lain. Lebih dari sekadar salah urus, Matori dituduh menerima suap dari calon-calon di luar PKB tersebut.
Tuduhan lainnya, Matori dianggap "bermain" dalam menentukan susunan pengurus PKB di daerah. Di Sulawesi Selatan, misalnya, Matori disebut-sebut berkeras mempertahankan Mochtar Nurjaya sebagai Ketua PKB di provinsi itu. Selain itu, ia dianggap telah memberikan lampu hijau kepada Emir Baramuli, pengusaha dan anak bekas tokoh Golkar, Baramuli, untuk masuk PKB. Dari keduanya, Matori lagi-lagi dituduh menerima uang. "Informasi yang masuk ke Gus Dur mengatakan ada konsesi uang di balik penerimaan anak Baramuli itu," kata Arifin Junaidi.
Matori membantah tuduhan itu. Ia bahkan menyangkal keretakan hubungannya dengan Presiden Abdurrahman. Dalam kasus Sulawesi Selatan, bantahan juga datang dari Mochtar Nurjaya. "Itu tidak benar. Belum ada pernyataan resmi bahwa Emir mau masuk ke PKB. Sejauh ini, hubungan kami baru antarpribadi," kata Mochtar. Sayang, Emir tidak bisa dikontak untuk memastikan cerita ini.
Presiden Abdurrahman bukan tak pernah mengklarifikasikan cerita ini kepada Matori langsung. Pada 15 September lalu, Ketua PKB itu pernah dipanggil ke Istana untuk menjelaskan masalah ini. Matori menyangkal semuanya.
Tapi, entah kenapa, Presiden Abdurrahman rupanya tidak mempercayai penjelasan Matori. "Gus Dur menyadari sepenuhnya bahwa Matori memang harus diberi pelajaran tentang perlunya loyalitas terhadap partai," kata K.H. Nur Iskandar S.Q., pemimpin Pesantren Ash Shidiqiah, yang dikenal dekat dengan Abdurrahman.
Karena alasan itulah, menurut Iskandar, semula Presiden Abdurrahman ingin mengambil langkah tegas: memecat Matori. Sebagai Ketua Dewan Syuro, dia memang punya keleluasaan untuk itu. Musyawarah Nasional PKB Juli lalu memberikan wewenang besar untuk menentukan hidup matinya Dewan Tanfidziyah (eksekutif) yang diketuai Matori.
Jalan yang akan ditempuh Presiden Abdurrahman adalah menggelar musyawarah luar biasa. Caranya? "Bekukan semua pengurus wilayah dan cabang dan segera bentuk pengurus baru. Setelah itu, minta mereka mengajukan usul atas ketidakcakapan Matori memegang kemudi partai," kata Presiden Abdurrahman seperti dikutip seorang sumber PKB. Tapi rencana itu bisa diredam kalangan dekat Presiden.
Sebagai gantinya, Abdurrahman mengambil cara lain. Ia menunda pelaksanaan musyawarah wilayah dan cabang di semua daerah, yang mestinya sudah harus selesai November ini. Selain itu, pada 23 September lalu, ia membentuk sebuah tim yang terdiri atas Arifin Junaidi (ketua), Muhaimin Iskandar (sekretaris), Ali Masykur Musa, Misbahul Huda, dan Imam Mawardi Sanjaya (anggota). Tugas Tim Lima ini adalah mengevaluasi kembali kekalahan PKB dalam pemilihan bupati di berbagai daerah.
Tim itu juga mengawasi proses rekrutmen orang-orang baru di PKB, termasuk dalam menyusun pengurus wilayah dan cabang, selama musyawarah daerah ditangguhkan. Dengan tim ini, Abdurrahman berharap bisa mengerdilkan peran Matori. Sabtu pekan lalu, tim ini telah membekukan sembilan cabang PKB di Mojokerto dan beberapa daerah lain karena pengurusnya dituduh terlibat suap.
Menghadapi intervensi Presiden Abdurrahman itu, Matori tampak biasa saja. "Itu wajar saja karena dia Ketua Dewan Syuro," katanya kalem.
Ini tidak begitu wajar, mengingat Presiden Abdurrahman sendirilah yang Juli lalu berkeras memilih Matori sebagai Ketua PKB meski memperoleh protes keras dari Jawa Timur—kantong terkuat partai itu. Menurut seorang pengurus Dewan Syuro, ketika itu, Presiden Abdurrahman memang tidak punya banyak pilihan. Di tengah gempuran dahsyat partai politik lain menjelang Sidang Tahunan MPR, dia tidak bisa lain kecuali mempertahankan Matori. Ia berharap politisi yang pernah menjadi kader PPP itu membentenginya di Senayan. Dan Matori memang setia menjaga Abdurrahman dari serbuan politisi Golkar, Poros Tengah, dan PDI Perjuangan.
Tapi, setelah perang Senayan usai, usai pula hubungan "mesra" keduanya? Matori kini harus berhadapan dengan Ketua Dewan Syuronya sendiri.
Arif Zulkifli, Adi Prasetya, Andari Karina Anom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini