HARI Cinta Kasih. Valentine's Day. Kembali semacam demam akan hari itu melanda di mana-mana menjelang 14 Februari ini. Yang mendorongnya, siapa lagi, kalau bukan kalangan yang ingin mereguk untung dari hari "istimewa" tersebut: hotel, diskotek, klub malam, dan toko. Kartu Valetine, dengan beragam corak, warna, dan harga, tampak dipajang di mana-mana. Ada suvenir seperti gantungan kunci, pulpen, dan stiker. Semuanya bergambar hati, lambang hari cinta kasih itu. Kesemarakan ini memang masih kalah dibanding suasana Lebaran atau Tahun Baru. Tapi bagi sebagian remaja kota, Minggu 14 Februari ini adalah waktu yang dianggap penting untuk dirayakan. Inilah saatnya untuk saling mengirim bingkisan dan kartu Valentine, atau saling mengutarakan isi hati pada sang kekasih, dan tak ketinggalan berpesta-pesta. Sudah beberapa tahun terakhir ini Hari Valentine merasuki para remaja Indonesia, dan tampaknya kian tahun tambah riuh saja. Inilah rupanya yang memaksa Hasan Basri melibatkan diri. "Saya tunggu-tunggu tak ada yang bereaksi, maka saya terpaksa bicara," kata Ketua Umum MUI itu. Kiai itu mengatakan, acara yang diadakan para remaja dalam bentuk pesta dan hura-hura Valentine, dengan dalih untuk berbagi kasih, tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya kita. "Kita memang terbuka, tapi tetap memilih. Kebudayaan yang tak jelas asal-muasal dan sumbernya, serta bertentangan dengan kebudayaan kita, tetap harus kita tolak," katanya. Perayaan Hari Valentine yang diamati Hasan Basri sudah berlebih-lebihan. Dengan kata lain, mubazir. "Mubazir jelas-jelas ditentang agama," kata kiai itu sambil tak lupa menyitir ayat Quran yang mengingatkan, "Mubazir adalah rekan setan". Menurut sang kiai, yang juga termasuk "rekan setan" adalah berkirim-kiriman suvenir dan kartu-kartu hati tadi. "Itu tak ada gunanya," katanya. Bukankah orang sudah biasa berkirim kartu pada saat Lebaran, dan bukankah itu juga bukan kebiasaan nenek moyang kita? "Itu lain. Lebaran ada dasarnya dalam agama, jadi berkirim kartu ketika itu bisa juga dianggap bagian dari agama," kilah kiai itu. Tapi banyak juga orang sependapat dengan seruan Ketua MUI itu. Ketua Fraksi PP di DPRD Jawa Timur, Fatchurrahman, melihat pesta-pesta glamour yang diadakan remaja berduit bisa menimbulkan kecemburuan sosial. Dia cemas melihat para remaja kini yang terlalu kagum pada sesuatu yang datang dari luar, sementara budaya sendiri tambah tak dihargai. "Kalau toh ada perayaan kebudayaan nasional di sekolah, itu bukan dari spontanitas remaja tapi karena instruksi kepala sekolah," keluhnya. Hura-hura merayakan Hari Cinta Kasih itu memang makin merebak pula ke mana-mana. Di Hotel Margosuko, Malang, Sabtu pekan ini, perayaan itu menurut rencana akan disemarakkan dengan acara lomba merayu dengan tema humor cinta. Para peserta harus membawa sendiri cewek yang akan dirayunya. Pemenang akan memperoleh hadiah Rp 100.000,00 ditambah piala dari Wali Kota Madya Malang, Tom Uripan. Tapi kini, setelah Hasan Basri melontarkan kecaman kerasnya, panitia ragu apakah Wali Kota masih bersedia menyediakan piala. Apalagi kini ada tudingan, seolah-olah perayaan hari Valentine itu sama dengan perayaan Children of God, sekte sesat yang mengajarkan seks bebas sesama anggota. Akhirnya panitia memutuskan untuk tak menghubungkan pesta itu sama sekali dengan Valday (Valentine's Day), tapi hanya semacam lomba biasa untuk para remaja. Reaksi antipesta Valday muncul juga dari kalangan lain. Di Surabaya tujuh sekolah swasta telah sepakat, pada 21 Januari yang lalu, membuat surat edaran pada orangtua murid, meminta untuk mencegah anak masing-masing merayakan Valday dengan pesta-pora di hotel, restoran, diskotek, maupun tempat umum lainnya. Sekolah itu adalah SMA Kristen Petra 2 Pagi, SMA Petra Kalianyar, SMA Santa Maria, SMA Frateran, SMA Dapena, SMA YPPI, dan SMA Santo Louis I. Tapi dasar kesepakatan bukan kecaman Hasan Basri, melainkan imbauan Presiden Soeharto tentang pola hidup sederhana. Selain itu, seperti dikatakan Michael Utama, kepala sekolah SMA Kristen Petra 2 Pagi, "Pesta hura-hura menghilangkan makna cinta kasih dalam Valentine's Day." Maka, menurut guru itu, alangkah baiknya bila uang yang dihambur-hamburkan untuk pesta-pora dikumpul dan disumbangkan pada orang-orang yang hidup kekurangan. Katanya, "Itu baru perayaan hari Valentine yang baik dan sederhana." Atau perayaan cukup dilakukan dengan berkirim-kiriman kartu dari murid kepada guru-guru yang dia kasihi dan orangtua masing-masing. Sebenarnya, Michael malah setuju Valentine's Day dirayakan secara resmi asal saja pelaksanaannya disesuaikan dengan budaya Indonesia, sebagaimana perayaan hari kanak-kanak internasional yang sebenarnya juga hasil impor. Alasannya, cinta kasih sesuai dengan sila kemanusiaan dalam Pancasila. Hari Valentine adalah peringatan hari kematian Saint Valentine. Konon, santo itu dihukum pancung oleh Kaisar Romawi Claudius II pada 14 Februari tahun 269. Ketika itu Kaisar melarang para remaja menikah karena diperlukan sebagai serdadu. Valentine menentang. Pasangan yang datang menemuinya dinikahkannya secara diam-diam, sekalipun akhirnya mendatangkan bala besar bagmya. Versi lain, santo itu dipenjarakan karena konsekuen pada ajaran agamanya. Anak-anak yang sebelumnya berteman akrab dengan santo itu merasa kehilangan. Mereka selalu menulis surat dan melemparkannya melalui jeruji besi jendela selnya. Lalu, 200 tahun kemudian, Paus Gelasius secara resmi menabalkan hari kematian martir tadi sebagai Hari Valentine. Valentine memang kemudian dijuluki sebagai santo para pencinta. Sejak abad ke-15, para remaja di Inggris mulai memperingati Hari Valentine, sebagai hari datangnya kasih. Konon, burung dan unggas pun mencari pasangan di hari itu. Lalu, seperti lazimnya, hura-hura cinta itu pun menjalar ke seluruh dunia. Amran Nasution, Ahmadie Thaha (Jakarta), Budiono Darsono (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini