BEN. Mendadak saja nama ini banyak disebut-sebut di Sumatera Utara belakangan ini. Soalnya, Benhard Mangatur Silitonga, 50 tahun, ini mengagetkan. Ia terang-terangan mengumumkan dirinya sebagai calon Gubernur Sum-Ut yang berakhir 12 Juni 1988 mendatang. Padahal, menurut UU No. 5/1974, jabatan KDH itu mestinya dicalonkan oleh DPRD. Artinya, bukan mencalonkan diri. Pencalonan itu diungkapkan Ben sendiri dalam konperensi pers di Hotel Tiara Medan, pada petang 29 Januari lalu. Mengenakan kemeja putih dan celana kuning, ia pun mengumbar kabar itu. "Permohonan itu telah saya sampaikan ke DPRD pagi tadi," kata ayah tiga anak itu. Belasan wartawan yang hadir sontak kaget saling memandang. Tapi buru-buru ia mengatakan, tindakannya itu merupakan terobosan. "Biasanya 'kan selalu dari ABRI," ujarnya menunjuk gubernur terdahulu, seperti Marah Halim, E.W.P. Tambunan, dan Kaharuddin Nasution. Silitonga sendiri murni sipil dan 15 tahun berkarier sebagai anggota DPRD dan DPR RI pada 1971-1987. Blak-blakan ia mengatakan mampu menyandang jabatan itu. "Perjalanan karier saya jaminannya," katanya. Bekas dosen IKIP Medan sejak 1963 ini beralih tugas ke kantor Gubernur Sum-Ut pada 1966. Terakhir menjabat kepala humas hingga 1971 sebelum terjun jadi wakil rakyat. Ia juga pernah melawat ke Amerika, Inggris, Jepang, dan Malaysia. Tak lupa ia membeberkan niatnya jika terpilih sebagai gubernur. "Saya akan berjuang agar Sum-Ut meraih Parasamya Purna Karya Nugraha," ujar anak petani dari Sipahutar, Tapanuli Utara, itu berkibar. Mottonya pun menarik: memakmurkan orang banyak berarti memakmurkan diri sendiri. "Bukan sebaliknya," ujarnya, entah menyindir siapa. Pertemuan itu memang terasa akrab. Sebagian mengundang, Ben menyuguhkan teh dan kopi. Ada juga makanan kecil seperti risoles dan goreng pisang. "Ala kadarnya-lah, kata Ben dengan dialek khas Medannya. Ia juga pada suka memasang lelucon andai kata gagal dicalonkan. "Bah, itulah keberhasilan yang tertunda," katanya, disambut "gerr" para wartawan. Tanda-tandanya memang mulai tampak. Gubernur Kaharuddin bagai meng-counter gebrakan Ben itu. "Sebagai pegawai negeri, tindakannya itu indisipliner," ujar Kepala Biro Humas Pemda Sum-Ut, Hakimil Nasution, dalam jumpa pers pada 1 Februari lalu. Ia dianggap melanggar PP 30 dan akan diminta pertanggungjawabannya. Menurut Asisten I/Pemerintahan Pemda Sum-Ut, Amru Daulay, Ben belum memperoleh izin dari atasannya. "Jangankan izin, memohonnya pun tak dilakukannya," ujar Amru. Ben, yang mengaku telah membaca semua peraturan, menganggap tindakannya itu tak salah. Karena itu, ia tak merasa perlu harus memperoleh izin atasan. Sebagai anggota Golkar, ia juga tak memerlukan melobi pimpinannya. "Setahu saya tak ada mekanisme seperti itu," katanya,sewaktu dikonfirmasi. Anehnya, ia tampak kurang konsekuen. Ia toh mengirimkan surat resmi ke DPD Golkar Sum-Ut dan tembusan baik ke DPP maupun ke Mendagri 30 Januari lalu. Isinya, selain meminta dukungan juga memohon agar dipertimbangkan sebagai calon gubernur itu. Entah mengapa ia tak menyurati Gubernur Sum-Ut untuk hal serupa. Tak heran jika Wakil Sekjen DPP Golkar, Oka Mahendra, pun memberi isyarat. "Ben tak perlu merasa kecewa jika kelak gagal sebagai calon,"katanya. Dia menilai pencalonan itu sebagai tindakan pribadi. "Karena menurut peraturan pencalonan harus melalui fraksi." Ketua DPRD Sum-Ut, Raja Syahnan, tampaknya dingin saja menanggapi langkah Ben itu. Ia mengaku telah menerima pencalonan itu secara administratif. Tapi sahkah itu? Raja hanya berkata, "Wah, nanti, deh kami belum menelitinya." Tapi diakuinya hingga kini DPRD menerima pencalonan itu baru dari Ben saja. Padahal, di luaran santer terdengar beberapa nama yang disebut-sebut masuk nominasi calon gubernur. Misalnya, Mayjen. Sjamsoedin yang kini menjabat Ketua Komisi II DPR Pusat itu. Juga Mayjen. Raja Inal Siregar, Pangdam Siliwangi, dan bahkan Raja Syahnan dan Kaharuddin Nasution. Yang unik adalah pencalonan Tarnama Sinambela, pengusaha Batak yang beroleh gelar "Kanjeng Raden Tumenggung" dari Kasuhunan Solo itu. DPP Gapensi mencalonkan sang KRT, dan pencalonan itu diajukan lewat fraksi PPP di DPRD Sum-Ut. "Saya, Iho, yang menerima suratnya." kata Hasrul Azwar, Ketua F-PP, kepada TEMPO. Bersihar Lubis, Sarluhut Napituupulu (Madan), Yopie Hidayat dan Tri Budianto Soekarno (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini