Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Harta VOC Milik Siapa

Michael hatcher mengeruk harta karun dari kapal de geldermalsen milik voc yang tenggelam 234 thn lalu di perairan antara pulau mapur & merapas. indonesia tidak menerima sepeserpun dari hasil lelangnya.(nas)

19 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HEBOH harta karun menjadi berkepanjangan. Presiden Soeharto bahkan sudah ikut memberikan perhatiannya, dan pekan lalu menugasi Menlu Mochtar Kusumaatmadja untuk menyelesaikannya. Apalagi setelah Balai Pelelangan Christie di Amsterdam, pada Mei lalu, menjual dari harta karun itu tidak kurang dari 150 ribu barang pecah belah antik buatan Cina, plus 225 batang emas lantakan. Yang secara total menghasilkan US$ 15 juta, atau sekitar Rp 16,6 milyar. Penjualan yang menarik memang, tapi lebih menarik karena ternyata harta karun itu diperoleh dari De Geldermalsen, sebuah kapal dagang milik VOC yang tenggelam di perairan antara Pulau Mapur dan Merapas 234 tahun yang lalu. Tidak jelas apakah perairan yang terletak 75 mil di sebelah tenggara Tanjungpinang itu termasuk perairan Indonesia atau bukan. Yang pasti, Michael Hatcher, seorang yang berkebangsaan Inggris, selama 15 bulan bisa dengan bebas mengeruk harta karun yang terpendam di dalam kapal itu. Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Belanda, Te B. Oekhorst, menyatakan De Geldermalsen ditemukan di perairan internasional. Jadi, kalau ada orang yang mengatakan De Geldermalsen ditemukan di perairan Indonesia, menurut Oekhorst, itu tidak benar. Sebab, kata Oekhorst, sebelum lelang itu dilakukan, atau tepatnya pada bulan Januari, pemerintah Belanda telah mengirimkan surat pemberitahuan pada pemerintah Indonesia yang menerangkan, De Geldermalsn di temukan di wilayah perairan internasional. "Di samping itu, tentu saja kami merupakan pewaris yang sah dari kongsi dagang VOC," tutur Oekhorst lebih lanjut. Pernyataan ini tentu saja dibantah oleh pihak Indonesia yang sudah menetapkan batas perairan lautnya 200 mil, sejak 1980. Seperti yang dikatakan Salam Herwanto, Kepala Kanwil Sospol Provinsi Riau, "Posisi tenggelamnya kapal VOC itu jelas ada di daerah perairan Indonesia." Ini tampak sekali pada rekaman film yang dibuat oleh salah seorang anak buah Hatcher saat pengangkatan harta terpendam De Geldermalsen. Menurut Salam, daerah tenggelamnya kapal itu termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Bintan Timur, Riau. "Nah, film itulah kelak yang akan kita gunakan untuk mengklaim," ujar Salam. Menurut dia, tekad pemerintah Indonesia tidak hanya sekadar hendak mengklaim harta Geldermalsen saja, tapi dengan adanya "pelajaran" ini sebuah tim khusus telah dibentuk untuk menyelamatkan harta yang masih terpendam. Itulah sebabnya perairan di sekitar karamnya Geldermalsen kini ditutup. Sebab, selain di kapal yang menghebohkan itu masih tersisa beberapa peti berisi emas dan barang pecah belah, ternyata di perairan itu masih ada lima kapal sejenis yang diduga juga berisi barang-barang berharga. Tak jelas juga mengapa pemerintah Indonesia baru ribut-ribut setelah barang-barang De Geldermalsen dilelang. Padahal, menurut sebuah sumber TEMPO di Departemen Luar Negeri, pemerintah Indonesia sudah mendapatkan pemberitahuan tentang rencana lelang itu sejak bulan Januari, seperti yang dikatakan Oekhorst. "Tapi pada waktu itu Pemerintah belum mempunyai bukti bahwa harta itu ditemukan di perairan Indonesia," ujar sumber TEMPO itu. Untuk mendapatkan kepastian maka pihak Deparlu melakukan konfirmasi, tapi ketika itu diperoleh jawaban dari Depdagri bahwa harta karun itu berada di luar perairan Indonesia. Dan untuk melakukan penelitian yang lebih akurat, terpaksa pihak Deparlu meminta pada Belanda agar pelaksanaan lelang ditunda selama tiga bulan, dan ini dikabulkan. Tapi apa boleh buat, Indonesia tidak memiliki catatan yang memuat posisi kapal-kapal dagang VOC yang tenggelam di masa lampau. Dan, akhirnya, masa tenggang waktu tiga bulan yang diberikan pemerintah Belanda pun habis tanpa menghasilkan apa pun. "Apa boleh buat sampai waktu yang diberikan habis kami belum memperoleh bukti, dan lelang pun akhirnya berlangsung," tutur sumber TEMPO itu lagi. Bagi Michael Hatcher lokasi harta karun itu tampaknya tak menjadi soal benar. Pada petugas lelang, Hatcher, pemburu harta karun itu, menyatakan harta perolehannya itu ditemukan di perairan internasional. "Ia memang seorang yang cerdik," kata Prof. Jaap Bruyn, ahli sejarah maritim dari Universitas Leiden, yang sempat mengenal Hatcher. Bagaimana tidak? Sebab, dua tahun lalu di perairan yang sama Hatcher juga pernah menemukan harta karun sejenis. Hanya pada waktu itu tidak menjadi heboh seperti De Geldermalsen sekarang. Begitu juga ketika Hatcher memulai ekspedisinya awal 1984 itu. Ia melapor ke pabean Indonesia hanya sebagai turis biasa, yang membawa kapal pesiar Restless M. Dan ketika itu tak seorang pun menduga kapalnya dilengkapi peralatan mutakhir untuk menggali harta Geldermalsen. Ditambah lagi dengan bantuan, dari seorang bangsa Indonesia, Gimin Bachtiar, yang memang berpengalaman. Maka, sukseslah Hatcher. Gimin sendiri ternyata bukan orang baru dalam penggalian harta karun. Pria setengah baya yang pernah bekerja di Kantor Camat Bintan Timur itu, di akhir 1983, pernah bekerja sama dengan Hatcher untuk menggali harta terpendam di sekitar tenggelamnya Geldermalsen. Ketika itu Gimin, yang menjadi Direktur Lembaga Ekspedisi Pemanfaatan Umum dan Harta Pusaka Rakyat Indonesia (LEPI), sebuah lembaga yang didirikannya sendiri, melaporkan pada Pemerintah bahwa penyelamannya tidak menghasilkan apa pun. Padahal, pada wartawan di Tanjungpinang, Gimin dengan bangga mengaku bahwa ketika itu kelompoknya berhasil mengangkat porselen kuno buatan Cina seharga US$ 1,2 juta yang dilelangnya di Prancis. Dari pernyataan ini jelas, kerja Hatcher di Indonesia sudah terjadi paling sedikit dua kali. Hanya saja, dari kerja terakhirnya Gimin mengaku tidak mendapat bagian dari Hatcher. Memang Gimin telah menerima Rp 70 juta dari Hatcher. "Tapi uang itu untuk mengurus izin kerja mereka di Depnaker," katanya. Konon, ketika bolak-balik ke Jakarta itulah, Hatcher menggunakan kesempatan untuk mengangkat harta karun itu. "Ia meninggalkan saya," tuturnya, "dan akhirnya saya tidak memperoleh apa-apa." Memang dari penjualan lelang itu, 10% masuk ke kantung pemerintah Belanda dan sisanya tentu saja masuk ke kocek Hatcher. Dan Gimin, seperti hanya pemerintah Indonesia tak menerima sepeser pun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus