Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEORANG peretas anonim bikin kelimpungan pemerintah Indonesia. Dialah Bjorka, akun di Twitter yang mengaku menguasai 680 ribu dokumen pemerintah dan siap mempermalukan aparat yang lalai melindungi keamanan data penduduk Indonesia. Satu per satu data pribadi para pejabat negara, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, ia blejeti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerah terhadap aksi Bjorka, pada Senin, 12 September lalu, pemerintah membentuk tim khusus yang terdiri atas pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Kepolisian RI. “Akan ada emergency response team untuk melakukan tinjauan-tinjauan berikutnya,” kata Plate seusai rapat di Istana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasilnya, tim khusus itu menangkap FS, remaja asal Kota Cirebon, Jawa Barat. Tim menuduh FS sebagai orang di belakang akun @bjorkanism. Aparat negara kecele. FS bukan Bjorka. Kepolisian Resor Cirebon pun melepas pemuda itu.
Pada Rabu, 14 September lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menyatakan pemerintah dan penegak hukum terus menyelidiki pemilik akun Bjorka. “Gambaran pelakunya sudah teridentifikasi dengan baik oleh BIN dan Polri, tapi belum bisa diumumkan siapa dan lokasinya,” ujar Mahfud.
Hari itu polisi menangkap Muhammad Agung Hidayatullah. Pemuda Madiun, Jawa Timur, itu sehari-hari berjualan es di pasar. Ia juga tak punya laptop, alat buat seseorang menjadi peretas seperti Bjorka. Toh, polisi tetap menjadikannya tersangka. Agung mengaku membantu Bjorka menyediakan akun di aplikasi percakapan Telegram. “Motifnya menjadi terkenal dan mendapat uang,” kata juru bicara Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Ade Yaya Suryana, Jumat, 16 September lalu. Dua hari diperiksa di Markas Besar Polri, Agung dipulangkan ke Madiun.
Akun Bjorka sebelum ditutup. Twiter
Sejak 20 Agustus lalu, Bjorka berkali-kali mengunggah pelbagai data elektronik. Antara lain, 26 juta data pelanggan IndiHome. Pada 6 September lalu, akun ini juga mengunggah 105 juta data penduduk dari Komisi Pemilihan Umum. Tiga hari kemudian, ia mengklaim mendapat surat rahasia untuk Presiden Joko Widodo pada 2019-2021.
Praktisi perlindungan data, Irendra Radjawali, menduga pemilik akun Bjorka bukan individu, melainkan sekumpulan orang yang mengendalikan satu akun. Menurut Radjawali, data yang dibocorkan Bjorka sesungguhnya sudah lama beredar dan diperjualbelikan di web gelap atau dark web. “Fenomena Bjorka menunjukkan lemahnya negara dalam melindungi data masyarakat,” ucapnya.
Pengungkapan data publik tak hanya dilakukan oleh Bjorka. Seorang peretas, Strovian, membobol data Badan Intelijen Negara dan menyebarkannya di web Breached.to. Strovian memberi label data itu dengan judul “Stupid Intelligence” atau intelijen bodoh.
Deputi Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto menyangkal jika data lembaganya disebut bocor. “Itu hoaks. Tidak ada kebocoran data,” katanya. Ia mengklaim data agen BIN menggunakan nama samaran dan terenkripsi.
Melalui pelbagai jaringan, Tempo bisa berkomunikasi secara virtual dengan pemilik akun Strovian pada Sabtu dinihari, 17 September lalu. Tak mau menunjukkan wajah dan memakai suara palsu, melalui percakapan video ia menunjukkan berbagai data BIN dan Polri yang bisa diretasnya.
Tempo meminta dia membuka sejumlah dokumen secara acak. Salah satunya dokumen nama-nama agen di salah satu direktorat BIN. Strovian bisa membuktikan klaim Wawan soal enkripsi data BIN palsu. Dengan gampang Strovian menunjukkan dokumen daftar personel yang telah ditutup label hitam. Ia lalu menyalin data tersebut dan memindahkan ke aplikasi Notepad. Dan jeng, jeng! Hasilnya, langsung bisa terbaca dengan jelas.
Mengaku tinggal di luar negeri, Strovian menyatakan tak terhubung dengan Bjorka. Ia mengklaim semua data yang dimiliki Bjorka telah dimilikinya. “Tidak ada data Bjorka yang spesial,” ujarnya. Wawancara khusus dengan Strovian bisa dibaca di sini.
IMA DINI SHAFIRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo