Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jutaan orang Indonesia tak lagi punya privasi setelah data pribadi mereka beredar di dunia maya.
Pemerintah terkesan tak serius mengatasi masalah hingga menjadi bulan-bulanan peretas seperti yang dilakukan Bjorka.
Pemilik data bisa melakukan gugatan sendirian ataupun bersama-sama dengan class action.
HANYA keledai yang terperosok dua kali ke dalam lubang yang sama. Faktanya, dalam kasus kebocoran data, pemerintah bahkan berkali-kali terjerembap karena hal serupa. Pemerintah tak mengambil pelajaran dari berbagai kejadian bocornya data pribadi warganya. Karena kebebalan pemerintah, publiklah yang kemudian menanggung akibatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jutaan penduduk Indonesia tak lagi punya privasi setelah data pribadi mereka beredar di dunia maya. Tiada lagi rasa aman karena data tersebut bisa diakses siapa saja. Akibat buruk lain, masyarakat kian rentan menjadi korban kejahatan siber. Kebocoran data yang terus berulang tersebut mencerminkan kegagalan pemerintah melindungi hak asasi warganya yang dijamin konstitusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak Januari hingga September tahun ini, sedikitnya ada sembilan peristiwa kebocoran data. Dari data pelanggan PLN hingga IndiHome, dari data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan hingga pemilih pada Pemilihan Umum 2014. Tiap kali data bocor, pemerintah lepas tangan dengan menuding pengelola data sebagai biang kerok lemahnya perlindungan.
Bahwa data tersebut bocor karena diretas, itu tak melepaskan pemerintah dari tanggung jawab. Peretas tentu harus berhadapan dengan hukum karena telah membobol data dan menyebarkannya. Namun pemerintah tetap berkewajiban mengawasi, mencegah, dan menindak kebocoran data. Namun, pada serangkaian kasus kebocoran data belakangan ini, pemerintah terkesan meremehkan masalah, sehingga menjadi bulan-bulanan peretas semacam Bjorka.
Pemerintah pun tak bergigi berhadapan dengan para pengelola data. Pengelola data yang buruk seharusnya dijatuhi sanksi karena tidak bisa melindungi data yang mereka kelola. Kenyataannya, tiap kali data diduga bocor, investigasinya tak transparan. Sanksinya, kalaupun ada, hanya terdengar lamat-lamat.
Dalih Kementerian Komunikasi dan Informatika bahwa belum ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi untuk menindak pengelola data yang ceroboh jelas mengada-ada. Meski tak sekuat undang-undang, tatakan hukum untuk bertindak sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik. Dalam aturan tersebut, pemerintah bisa menjatuhkan sanksi administratif, dari teguran hingga pencabutan izin. Ketegasan pemerintah teramat penting agar pengelola memperbaiki sistem perlindungan data dan mencegah berulangnya kebocoran.
Artikel:
Karena pemerintah tak serius berbenah dan data pribadi terus-menerus merembes, kini saatnya pemilik data menggugat secara perdata. Pengelola data yang buruk, baik korporasi maupun instansi pemerintah, layak dituntut mengganti kerugian. Pemilik data yang dirugikan bisa menggugat sendirian atau bersama-sama lewat class action.
Masyarakat pun berhak meminta pertanggungjawaban instansi pemerintah yang berwenang mengawasi keamanan data dan mencegah kebocorannya. Gugatan juga bisa dilayangkan kepada, di antaranya, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara yang tidak menjalankan kewenangan sebagaimana mestinya. Abainya mereka jelas merupakan pembiaran yang merugikan publik.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo