Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin dikukuhkan menjadi Guru Besar Tidak Tetap di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Dalam pengukuhan itu, Ketua MA menyampaikan pidato berjudul Pembaruan Sistem Pemidaan dalam Praktik Peradilan Modern: Pendekatan Heuristika Hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Penegakkan hukum sejatinya adalah seni yang memerlukan perlakuan khusus dari actor pelaksanannya, yaitu hakim,” kata Syarifuddin saat berpidato yang disiarkan langsung di Youtube, Kamis, 11 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Syarifuddin awalnya menceritakan kariernya sebagai hakim. Dia mengatakan mengawali karier sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Kutacane tahun 1984 dan terus berlanjut dengan jabatan lainnya. Selama itu, kata dia, banyak perkara yang ditanganinya.
Dia mengatakan pengalaman panjang itu membentuk pemahaman bahwa penegakan hukum adalah seni. Kreasi dalam penegakan hukum, kata dia, menuntut padupadan yang selaras dan serasi dalam setiap elemen di dalamnya.
Dia mengatakan penegakan hukum adalah proses memilih dan memilah, lalu menentukan bentuk akhir dan isinya. “Inilah heuristika dalam hukum,” kata Syarifuddin. Dia bilang saat seni menjadi perangkat kerja, khususnya bagi hakim dalam mengatasi masalah-masalah hukum, maka akan memberikan keadilan atas dasar nilai kearifan dan kebijaksanaan. “Insya Allah,” tutur dia.
Ketua MA Syafruddin mengatakan penegakan hukum harus dapat menarasikan keadilan secara paripurna. Di dalamnya terdapat rasionalitas, kesinambungan berpikir dan kehendak mewujudkan yang substantif. “Hakim bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam menarasikan keadilan tersebut,” kata Muhammad Syarifuddin.