Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Jagoan Fisika Penggemar Komik

Remaja Indonesia mengukir prestasi cemerlang di Olimpiade Fisika Asia. Ada yang pemalu dan suka baca komik.

8 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Udara terasa panas- dan gerah, Rabu pekan lalu. Sambil ber-kalikali menenggak minuman, Pangus Ho, 17 tahun, tetap bersemangat menceritakan peng-alamannya mengikuti Olimpiade Fi-sika Asia di Almaty, Kazakhstan, 22-26 April lalu.

Pelajar kelas dua SMA Kris-ten 3 Pena-bur, Jakarta, ini mengukir prestasi manis di ajang bergengsi itu. Ia meraih medali emas dan menyabet predikat The Best Experimental (nilai sempurna dalam eksperimen). ”Jerih pa-yah saya selama ini tak sia-sia,” kata putra pasangan Ha-syim Abidin Ho dan Sianita Tanto ini.

Percobaan yang dilakukan-nya adalah meng-ukur kalor- jenis alumunium. Pa-ngus harus menghitung berapa ba-nyak panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram alumunium menjadi 1 derajat Celsius. Eksperimen kedua soal kalor laten nitrogen cair. Ia diminta menentukan berapa banyak panas yang dibutuhkan untuk menguapkan satu gram nitrogen.

Nama Indonesia- juga ber-ki-bar di Olimpiade Fisika Asia itu berkat satu lagi medali emas yang dipersembahkan Irwan Ade Putra, siswa SMA Negeri 1 Pekanbaru. Kemudian ada satu lagi medali perak dan tiga perunggu—dua di antaranya direbut Muhammad Firmansyah dan Rudy Handoko, yang masih duduk di bangku SMP. Dengan hasil itu, tim Indonesia menem-pati peringkat kedua di bawah Cina, yang menggondol delapan medali emas.

Sejak bergabung dengan Tim Olim-piade- Fisika Indone-sia (TOFI), Mei 2005, otomatis Pangus absen sekolah. Ia pun mesti rela meninggalkan kursus bahasa- Inggris, bahasa Mandarin, dan piano- yang sudah ditekuni sejak duduk di sekolah dasar. ”Saya konsentrasi di tempat pelatihan untuk menyelesaikan soal-soal fisika,” ujarnya.

Ketertarikan Pangus pada fisika baru muncul setelah ia bergabung dengan TOFI. ”Se-belumnya saya lebih tertarik biologi,” katanya. Ia meng-ang-gap semua pelajaran sa-ma pentingnya. Namun, ia menaruh minat lebih besar ke-pada bio-logi lantaran terta-rik masalah pertumbuhan sel dan cara kerja organ tubuh- makhluk hidup.

Tatkala duduk di ke-las sa-tu SMA, -Pangus mendapat rank-ing pertama. Pihak sekolah- ke-mudian mendaftarkan na-ma-nya untuk masuk TOFI. Se-leksi demi seleksi ia lewati dengan mulus sampai akhirnya masuk karantina.

Dalam masa pelatihan, Pa-ngus memperoleh buku-buku baru yang membuka matanya tentang fisika. ”Buku-buku di sekolah lebih mengedepan-kan teori. Sedangkan di sini saya bisa tahu bagaimana- me-nerapkan fisika dalam kehi-dupan sehari-hari,” katanya.

Kendati kutu buku, Pa-ngus tak terlalu sering berkutat dengan buku pelajaran. ”Belajar yang dipaksakan itu tidak ada gunanya,” ujarnya. Di rumah, ia lebih suka membaca komik atau buku-buku sains yang tidak dipelajari di sekolah.

Untuk komik, Pangus tak per-nah melewatkan setiap edi-si baru komik-komik kege-marannya. ”Saya selalu beli atau pinjam dari teman,” ka-ta remaja yang mengoleksi- ratusan judul komik jenis manga ini.

Kebiasaan serupa dilakoni Muhammad Firmansyah, 15 tahun. Pelajar kelas tiga SMP Athira, Makassar, ini paling enggan kalau dipaksa- bela-jar. ”Dia hobi baca komik atau main game komputer,”- kata Muhammad Kasim, ayah Firmansyah.

Remaja itu juga begitu- pe-malu. Ketika- Tempo menghu-bungi lewat sambung-an te-le-pon, ia cuma menjawab sa-tu perta-nya-an dan langsung- meletakkan gagang- telepon.- Kasim menuturkan, ada war-ta-wan yang sengaja datang ingin me-wawan-carainya, namun Firmansyah pun tetap malu-malu menjawab.

Kecerdasan Firmansyah su-dah terlihat sejak kecil. Ia bisa baca-tulis sebelum duduk di sekolah dasar. Hampir selu-ruh nilai mata pelajarannya- di atas rata-rata. Angka sembilan dan sepuluh- untuk ma-ta pelajaran matematika se-ring menghiasi rapornya. ”Ta-pi nilai untuk mata pelajaran seni dan olahraga masih kurang,” ujar Kasim.

Bakat menonjol Firman-syah- di bidang- ilmu eksakta mungkin mengalir di dalam darah keluarga. Ayahnya se-orang sarjana kimia, sedang-kan ibunya, Farida Kasim, sar-jana farmasi. ”Mungkin dia mewarisi bakat kami,” Ka-sim menambahkan.

Setelah keberhasilan di Al-maty, -pa-ra- remaja itu kini mem-persiapkan di-ri mengikuti Olimpiade Fisika Inter-nasional-, Juli mendatang. Di ajang itu, -se-j-umlah alumni TOFI juga pernah me-njadi jua-ra dan menerima beasis-wa di per-guruan tinggi papan atas Amerika.

Salah satunya adalah Oki Gu-nawan, yang bergabung de-ngan TOFI tahun 1993. Sa-at ini Oki tercatat seba-gai- mahasiswa di Universitas- Prin-ceton, Amerika. Ia bah-kan- mendapat bimbingan lang-sung dari Daniel Chee Tsui, fisikawan yang pernah meraih Nobel.

Suseno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus