Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI masih gelap ketika sepeda motor yang membawa pasang-an- suami-istri Suwarno dan Sri Sunarni melesat di Jalan Raya -Ci-ledug, Tangerang, menuju pusat- niaga Blok M, Jakarta Selatan. Kamis- subuh pekan lalu, seperti hari-hari yang sudah puluhan tahun dilalui pasangan ini, tak ada waktu untuk berleha-leha setelah bangun tidur. Seusai salat, mereka berkemas dan berangkat meninggalkan rumah.
Pukul 5.30 mereka tiba di pelataran- pertokoan Blok M. Keranjang terbungkus- kain dan satu plastik besar diturunkan dari sepeda motor. Pelbagai kue basah pun berpindah tangan dari Sri, si penjual, kepada para pembeli.
Meski kue belum habis, Suwarno -su-dah memberesi lapak sebelum pukul -tujuh. Ada tugas mulia menanti istrinya: mengajar di Sekolah Dasar Mekar Sari, sekitar dua kilometer dari Blok M.
Bagi Sri, berjualan kue basah merupa-kan jawaban dari kesulitan ekonomi yang mencekik keluarganya. Dengan- gaji Rp 725 ribu sebagai guru yang di-lakoninya sejak tahun 1984, ia harus mem-biayai Putri, anak satu-satunya, yang saat ini duduk di semester dua salah satu perguruan tinggi swasta. Peng-hasil-an- suaminya, seorang kontraktor lepas yang tak kunjung mendapat proyek, sulit- diharapkan.
Pada Hari Pendidikan Nasional yang diperingati pekan lalu, nasib Sri tak -banyak beringsut. Ibu guru kelas 1 ini sung-guh berharap pemerintah DKI Ja-karta mau memperhatikan nasib guru swasta, sehingga mereka tak ketinggal-an seperti rekan-rekannya, para guru sekolah dasar berstatus pegawai negeri- sipil. Sejak awal tahun ini, guru negeri- menerima tunjangan peningkatan kua-litas-, transportasi, dan kesejahteraan sebesar Rp 2 juta—dua kali lipat diban-ding tahun lalu.
Sri tak bisa menggantungkan harapan pada sekolahnya. Terselip di pemukim-an kumuh, Keluharan Gunung, Jakarta- Selatan, sekolah tempatnya mengajar- hanya memiliki 95 siswa. Mereka ada-lah anak-anak warga sekitar, yang umumnya- bekerja sebagai pedagang kaki li-ma atau makanan, seperti nasi goreng-. ”Yang lancar bayar SPP cuma 30 persen-,” ujar Sri. Jika hujan turun, air pun naik setinggi lutut.
Karena itu, asa hanya bisa ia andalkan pada penjualan kuenya. Sepulang meng-aj-ar-, guru berusia 44 tahun ini mampir ke pasar. Dibantu Suwarno dan Putri, kue dimasak hingga menjelang tengah- malam. Hasil keringatnya memang- cu-kup- untuk memenuhi keperlu-an ke-luar-ga-. Namun, untuk membayar uang kuli-ah- Putri per semester Rp 2,7 juta, Sri masih harus mencari pinjaman kiri-kan-an.
Nasib berbeda dialami Ojo Muchammad, guru SD Negeri Gunung II, Keba-yoran Baru. Ia satu dari 2.286 guru SD ne-geri di Jakarta. Tambahan tunjangan dari pemerintah membuat kakek dua -cu-cu- yang sudah 36 tahun mengabdi itu kini berpenghasilan Rp 3 juta lebih. Ojo pun berani mengambil kredit rumah di Ti-garaksa, Tangerang. ”Cicilannya 700 ri-bu. Untuk masa pensiun nanti,” kata Ojo.
Kepala Dinas Pendidikan Dasar Jakarta, Sylviana Murni, mengatakan bahwa pemberian tunjangan itu bukan- cuma untuk menambah penghasil-an para guru, tapi juga mencegah ada-nya pungutan terhadap siswa. ”Tugas guru hanya mengajar, bukan memungut biaya- atau menjual buku,” kata Sylviana. Apalagi semua sekolah di Jakarta telah men-da-pat bantuan operasional sekolah dan bantuan operasional pendidikan.
Mengenai tunjangan kualitas pendidikan, Sylviana mengatakan bahwa- dana itu juga tersedia bagi guru yang belum memiliki gelar strata satu (S1) untuk melanjutkan kuliah. ”Kalau- ha-nya berharap disekolahkan, tentu- ha-rus- menunggu lama, karena dana pemerintah- terbatas,” katanya. Sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, guru sekolah dasar memang diharuskan memiliki gelar S1.
Mungkinkah Sri Sunarni dan rekan-rekannya mendapat bantuan serupa? Sayang, harapan mereka belum terkabul-. Dana yang dimiliki pemerintah Jakarta, ujar Sylviana, hanya cukup untuk membantu guru negeri. Namun ia berharap pada tahun anggaran mendatang guru swasta juga mendapat bantuan. Untuk saat ini, pemerintah hanya bisa meng-andalkan partisipasi masyarakat dalam membantu guru swasta.
Adek Media Roza
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo