Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jalan terbuka menuju puncak

Wismoyo menjadi wakil ksad. kariernya terbuka untuk ksad dan pangab. mengapa pangkostrad diisi kuntara, yang belum jadi pangdam? banyak pergantian di posisi kunci abri.

1 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR yang sudah beredar lama itu kini menjadi kenyataan: Mayor Jenderal Wismoyo Arismunandar menduduki jabatan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Bahkan, sejak dilantik sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) pada Agustus 1990, sudah banyak yang meramalkan bahwa karier anak Bondowoso, Jawa Timur, yang lahir 10 November 1940 ini akan terus meroket. Wismoyo menggantikan Letnan Jenderal Adolf Sahala Rajagukguk, 53 tahun, yang sudah sejak 1988 menjabat Wakil KSAD. Jabatan Wakil KSAD adalah jabatan penting yang strategis. Dialah yang bertanggung jawab terhadap segala urusan ke dalam AD, terutama soal pembinaan staf. Sedangkan Kepala Staf AD (KSAD) lebih banyak menangani pembinaan Komando Daerah Militer (Kodam). Selain penting, jabatan Wakil KSAD ini bisa dibilang adalah batu loncatan untuk terus menjadi KSAD kalau usia dan prestasi memungkinkan. Regenerasi ABRI agaknya terus menggelinding. Yang menarik, hampir semua tenaga baru ini diisi oleh para perwira lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang. Letjen. Feisal Tanjung, contohnya, adalah lulusan angkatan kedua AMN pada 1961. Dan KSAD Jenderal Edi Sudradjat adalah lulusan pertama AMN pada 1960. Kali ini, boleh dibilang adalah alih jabatan perwira tinggi ABRI terbanyak sepanjang sejarah Orde Baru dalam waktu yang berurutan. Hampir sepanjang pekan ini, tiap hari akan ada pergantian jabatan penting. Rangkaian mutasi dan promosi jabatan itu dimulai Senin pekan ini. Di Markas Besar ABRI Cilangkap, Jakarta Timur, Kepala Staf Umum Mabes ABRI (Kasum) Laksamana Madya Soedibyo Rahardjo digantikan oleh Letnan Jenderal Feisal Tanjung, yang sebelumnya adalah Komandan Sesko AD di Bandung. Konon, Rahardjo segera akan menempati pos sebagai Dubes RI di Singapura. Feisal, anak Tarutung, Sumatera Utara, yang lahir 53 tahun lalu ini, dianggap sukses memimpin Dewan Kehormatan Militer (DKM) yang dibentuk untuk menyelidiki tindakan militer dalam insiden Dili, 12 November 1991. Jabatan Kasum ini cukup berat, mengingat tugasnya adalah membantu Pangab untuk urusan Mabes ABRI, misalnya peningkatan kemampuan personel ABRI serta pencatatan prestasi dan konduite personel seluruh jajaran ABRI tak hanya terbatas Angkatan Darat. Dari Cilangkap, acara serahterima juga berlangsung di Cijantung, Jakarta Timur, Selasa ini. Di sana, Komando Pasukan Khusus (Kopassus), yang merupakan pasukan Angkatan Darat yang siap melaksanakan operasi komando atau operasi khusus lainnya, juga berganti pimpinan. Brigadir Jenderal Kuntara, anak Cirebon yang pada 1 Oktober nanti genap berusia 53 tahun, meninggalkan pos sebagai komandan pasukan baret merah itu setelah menjabatnya selama lima tahun. Kuntara dipromosikan menggantikan Wismoyo Arismunandar sebagai Pangkostrad. Dan sebagai ganti Kuntara, diangkat Kolonel Tarub, anak Lawang, Jawa Timur, berusia 50 tahun, yang sebelumnya adalah wakil Kuntara di markas Cijantung. Keesokan harinya giliran pucuk pimpinan Kostrad diserahterimakan. Di markas besarnya di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Mayjen. Wismoyo akan menyerahkan jabatannya kepada Brigjen. Kuntara. Ini sungguh kejadian yang sangat menarik dan menunjukkan betapa dinamisnya pergantian jabatan di lingkungan ABRI. Kamis pekan ini, di Markas Besar AD di Jalan Medan Merdeka Utara, adalah puncak dari pergantian besar tahap pertama ini. Jabatan Wakil KSAD akan diserahterimakan dari Sahala Rajagukguk kepada Wismoyo Arismunandar. Kemudian, masih akan ada empat Panglima Kodam yang diganti. Pangdam II Sriwijaya, Mayjen. Suwardi, akan pindah ke Bali, menjabat Pangdam IX Udayana. Kursi Pangdam Sriwijaya yang kosong akan ditempati oleh Brigjen. F.X. Sudjamin, yang sebelumnya adalah Kepala Staf Kodam yang berkedudukan di Palembang itu. Pangdam Udayana yang digantikan Suwardi, Mayjen. Mantiri, akan kembali ke Jakarta dan menempati pos baru sebagai Asisten Operasi Kasum ABRI, pos yang sebelumnya diduduki Letjen. Sugeng Subroto. Muka baru di jajaran Pangdam adalah Brigjen. E.E. Mangindaan. Wakil Asisten Operasi Kasum ABRI ini dikenal sebagai perwira tinggi ABRI yang gemar olah raga. Dia pernah menjabat Ketua Harian Persebaya Surabaya dan sampai kini menangani kesebelasan ABRI. Mangindaan akan menggantikan Mayjen. Abinowo sebagai Pangdam VIII Trikora. Sedangkan Pangdam VI Tanjungpura akan berganti dari Mayjen. Rusmadi Siddik kepada Mayjen. Moetojib. Menurut sebuah sumber TEMPO, dalam waktu tak lama lagi, Pangdam Diponegoro Mayjen. Haryoto juga akan berakhir masa tugasnya. Sebagai gantinya, kabarnya, Mabes AD menyiapkan Asisten Pengamanan Mayjen. Suryadi untuk bertugas di Semarang. Jabatan yang juga disebut-sebut akan diserahterimakan adalah Kepala Staf Sosial Politik ABRI. Letjen. Harsudiono Hartas konon akan digantikan oleh Mayjen. Soekarto yang kini menempati pos sebagai Gubernur Lemhanas. Tentang dua jabatan ini, Kepala Pusat Penerangan ABRI Brigjen. Nurhadi Purwosaputro menjawab, "Itu belum keluar surat keputusannya." Seperti kata Nurhadi, pergantian jabatan ini adalah hal yang rutin. Toh ada juga "kejutan" di sanasini. Yang paling istimewa tentu saja adalah naiknya Brigjen. Kuntara ke jabatan Pangkostrad. Lulus Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang tahun 1963, teman seangkatan Wismoyo Arismunandar ini adalah Dan Kopassus pertama yang langsung memimpin Kostrad pasukan pemukul strategis AD yang siap diterjunkan ke pelosok Tanah Air. Barangkali pertimbangan utama adalah pengalaman manajerial Kuntara selama di Kopassus. Jenderal bintang satu ini pernah memegang jabatan intelijen, sebagai Karo Sisintel Hankam. Jabatan Asisten Operasi Kopassus dipegang Kuntara selama dua tahun sejak 1981. Dia pun empat tahun menjabat Wakil Dan Kopassus sebelum naik menjadi orang pertama pasukan baret merah itu. Namun, berbeda dengan Wismoyo yang "kenyang" dengan jabatan teritorial antara lain dua kali menjadi Pangdam Kuntara memang belum pernah punya pengalaman teritorial sebagai Pangdam, misalnya. Letjen (Purn.) Hasnan Habib, bekas Dubes RI di AS yang kini sering menulis masalah militer, menilai pengangkatan Kuntara sebagai Pangkostrad adalah sebuah hal baru. "Saya kira ada pertimbangan khusus, karena dia adalah jenderal bintang satu dan belum pernah menduduki jabatan sebagai Pangdam." Dalam sejarahnya, Pangkostrad memang biasa dijabat oleh seorang bekas Pangdam. Pengalaman teritorial seorang Pangdam barangkali diperlukan karena Kostrad punya rentang kendali yang luas, mengingat Pangkostrad dari Jakarta juga harus mengkoordinasikan Batalyon Kostrad yang ada di tiap Kodam di seluruh pelosok Tanah Air. Sebagai misal, Pangkostrad pertama, Mayjen. Soeharto kini Presiden Indonesia sebelumnya menjabat Pangdam Diponegoro. Rudini, kini Menteri Dalam Negeri, juga melalui jenjang sebagai Pangdam Merdeka di Manado sebelum menjabat Pangkostrad. Mayjen. Sugito mencapai jabatan tertinggi di Kostrad melalui jenjang sebagai Pangdam Jaya. Wismoyo Arismunandar bahkan dua kali menjabat Pangdam, yaitu Pangdam Trikora dan Pangdam Diponegoro, sebelum memegang komando Pangkostrad. Namun, kata Pangab Try Sutrisno pada TEMPO, "Pola ini tak selamanya satu. Setiap era tidak sama kesiapannya." Menurut Brigjen. Nurhadi, lompatan Kuntara bukan luar biasa. Karena, dalam struktur Angkatan Darat, Dan Kopassus kedudukannya setara dengan Kepala Staf Kodam yang dijabat oleh perwira berbintang satu atau brigadir jenderal. Sedangkan Pangkostrad sejajar kedudukannya dengan Pangdam, yang harus ditempati oleh perwira tinggi bintang dua atau mayor jenderal. Jadi, kata sumber ini, Kuntara mendapat promosi satu tingkat dan segera akan mendapatkan bintang dua. Kalau diingat, bekas Danjen Kopassus Sintong Panjaitan, teman seangkatan Wismoyo dan Kuntara yang "istirahat" setelah peristiwa Dili, juga melompat langsung ke jabatan dua bintang sebagai Pangdam Udayana. Pangab Try juga mencontohkan, jenjang karier untuk menjadi KSAD pun tak selalu harus dari Wakil KSAD. Paling tidak sudah ada dua pola jenjang karier untuk sampai di KSAD. Jenderal Try sendiri sampai ke jenjang KSAD lewat jabatan wakil KSAD, walaupun hanya sekitar 10 bulan. Jenderal Edi Sudradjat juga "mampir" sekitar 20 bulan di jabatan itu sebelum menjadi KSAD. Lain lagi Jenderal Rudini. Arek Malang itu sampai ke jabatan KSAD lewat jenjang Pangkostrad, tanpa perlu menjadi Wakil KSAD yang ketika itu masih bernama Deputi KSAD. Yang juga menjadi orang pertama di TNI AD melewati jenjang Pangkostrad adalah Pak Harto. Selain adanya dua pola di atas, Jenderal Try mengisyaratkan bahwa pola ketiga bisa saja nanti lahir. "Itu tergantung situasi dan kondisi. Dan tergantung pada kondisi, kesiapan, dan kebutuhan. Tapi ini semua positif dan tak ada apaapa," begitu Jenderal menjelaskan. Namun, dari segala segi, tampaknya Mayjen. Wismoyo punya kans besar untuk terus melejit ke jabatan KSAD. Hasnan Habib mengamati, "Wismoyo yang pernah menjabat dua kali Pangdam dan sekali Pangkostrad itu sudah sangat senior. Di lapangan, pengalamannya banyak sekali. Saya perkirakan Wismoyo akan menduduki kursi KSAD dan bahkan Pangab." Dari faktor usia, Wismoyo juga ideal untuk sampai ke puncak. Pada 10 November mendatang, usianya baru mencapai 52 tahun. Sedangkan Jenderal Edi Sudradjat, yang dilahirkan di Jambi, kini sudah berusia 54 tahun 3 bulan. Artinya, ketika Jenderal Edi memasuki usia pensiun 55 tahun, Wismoyo siap menggantikannya. Apalagi, dari pengalaman sebelumnya, Jenderal Try dan Edi memang tak lama berada di jabatan Wakil KSAD sebelum naik menjadi KSAD. Bagaimana dengan jabatan Pangab yang kini dipegang Jenderal Try Sutrisno? Arek Suroboyo yang lahir pada 15 November 1935 ini memang sudah melewati usia pensiun. Hanya saja, menurut UU Keprajuritan, Presiden bisa saja memperpanjang dinas aktif Pangab sampai dia berusia 60 tahun. Dan urusan penggantian Panglima ABRI ini adalah hak prerogatif Presiden. "Saya ini sudah tua, sudah usia pensiun. Jangan tanya saya mau jadi apa, karena itu semua urusan Presiden sebagai Panglima Tertinggi," kata Jenderal Try pekan lalu. Banyak skenario disebutsebut tentang jabatan Pangab ini. Yang pertama tentulah Jenderal Edi Sudradjat yang akan naik sebagai Pangab dan Wismoyo Arismunandar menjadi KSAD dalam waktu dekat. Atau, Edi Sudradjat akan menerima penugasan yang lain, dan Wismoyo yang kelak tampil sebagai Pangab. Versi ini mungkin saja terjadi mengingat memang tak ada ketentuan yang mengatur berapa lama seseorang harus duduk di kursi kepala staf. Dulu, ketika Rudini menjabat KSAD, pernah ada usulan untuk membatasi jabatan kepala staf menjadi tiga tahun saja. Harold Crouch, guru besar pada Australian National University yang pernah menulis buku The Army and Politics in Indonesia, berpendapat bahwa sangat besar peluang Wismoyo untuk sampai ke kursi Pangab. Bahkan, Crouch menyebutnyebut peluang Wismoyo sebagai presiden setelah Pak Harto. "Dengan munculnya Wismoyo, Rudini dan Try yang kini banyak ditonjolkan hanya akan mendapat jabatan sebagai wakil presiden," ujar Crouch pada Dewi Anggraeni dari TEMPO. Ini memang baru perkiraan. Dan semua kemungkinan memang bisa terjadi. Tapi, untuk jabatan Pangab, ada juga yang menjagokan Kasum ABRI Letjen. Feisal Tanjung, walaupun belum pernah terjadi ada Kasum ABRI meloncat menjadi Pangab. Bisa dicatat, yang juga belum pernah terjadi lagi, Jenderal L.B. Moerdani menjadi Pangab lewat jabatan Asisten Intelijen Hankam. Sebegitu jauh, belum ada calon kuat lain selain mereka. ABRI jelas makin profesional dan persaingan ke puncak juga makin sengit. Lewat jenjang yang berliku, seorang perwira akan sampai di jabatan KSAD, misalnya, pada usia sekitar 50 tahun. Ini jelas berbeda dengan situasi di masa Jenderal (Purn.) A.H. Nasution, yang dilantik pertama kali sebagai KSAD pada usia 32 tahun. Kala itu revolusi fisik berkecamuk dan sistem kepangkatan pun dalam keadaan darurat. Kini, sisem ABRI sudah mapan. Pergantian itu tentu saja menyeret pergantian di kalangan para perwira tinggi. Bukan saja dilingkungan TNI AD, tapi juga di Mabes ABRI. Toriq Hadad, Bambang Sujatmoko, Wahyu Muryadi, Nunik Iswardhani, dan Dwi S. Irawanto (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus