Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memastikan kebijakan pelarangan melakukan rapat pemerintah di hotel yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak akan ditindaklanjuti. Keputusan Jokowi diambil menyusul adanya keluhan yang disampaikan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Saya ingin menjawab apa yg ingin menjadi statement Menteri Dalam Negeri. Tadi baru saja saya diberi tahu, 'Sudah beres Pak, tidak akan ditindaklanjuti'," kata Jokowi dalam sambutannya pada gala dinner HUT PHRI ke-50 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin, 11 Februari 2019.
Jokowi kemudian berkelakar bahwa bukan dirinya yang mengeluarkan kebijakan itu. "Ada menteri yang menyampaikan masalah rapat di hotel. Tapi yang jelas itu bukan presidennya."
Jokowi menegaskan kembali bahwa standar operasional prosedur (SOP) yang dikeluarkan menterinya itu tidak akan ditindaklanjuti. Artinya, kegiatan pemerintah bisa dilakukan di hotel-hotel. "Baru saja ini tadi. Sudah langsung Mendagri langsung jawab tidak ditindaklanjuti," katanya menegaskan lagi.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyampaikan kekhawatirannya mengenai pernyataan Tjahjo yang melarang pembahasan APBD dilakukan di hotel-hotel. Kebijakan diambil setelah kasus pengeroyokan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang sedang mengecek rapat evaluasi hasil APBD Pemerintah Provinsi Papua 2019 di Hotel Borobudur pada 2 Februari 2019.
Menurut Hariyadi, kebijakan Tjahjo membuat pelaku usaha perhotelan sangat terpukul. Menurut dia, langkah tersebut seolah-olah menjadikan hotel sebagai kambing hitam. "Kalau alasan efisiensi biaya, maka solusinya melakukan pengelolaan anggaran lebih cermat, bukan melarang kegiatan di hotel seolah-olah yang menjadi kambing hitam adalah hotel," katanya.
Hariyadi menuturkan, kebijakan serupa juga pernah dilakukan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada akhir 2014. Kebijakan itu melarang kegiatan aparatur sipil negara dilakukan di hotel dan diikuti lembaga negara dan BUMN. Dampaknya, kata dia, membuat tingkat hunian hotel turun hingga kurang dari 20 persen.
Pelarangan itu juga, Hariyadi mengatakan ikut mempengaruhi mata rantai suplai hotel, seperti petani sayur, peternak ayam, dan pengusaha UMKM. Sebab, mereka juga menggantungkan penjualan usaha terhadap pihak hotel. Kebijakan itu kemudian dicabut karena terbukti lebih besar berdampak negatif kepada masyarakat. Selain itu, harapan pemerintah melakukan efisiensi juga tidak tercapai.
"Karena banyak kantor pemerintah tidak memiliki ruang rapat memadai dan juga tidak memiliki akomodasi terintegrasi. Kami harap presiden menghapus kebijakan yang menghambat kemajuan dan menghambat daya saing pariwisata di Indonesia," ucapnya.