Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kala Hasto PDIP dan Rocky Gerung Menilai 'Merahnya Ajaran Bung Karno'

"Semua itu adalah pikiran Bung Karno, bahkan mendahului zaman. Jadi, kita jangan tenggelamkan pikiran itu," kata Rocky Gerung.

17 Agustus 2024 | 09.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dan pengamat politik Rocky Gerung menilai buku “Merahnya Ajaran Bung Karno” karya Airlangga Pribadi Kusman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Hasto, buku “Merahnya Ajaran Bung Karno” sebagai pedoman betapa pentingnya rakyat untuk berdaulat dan melawan ketidakadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Buku yang diilhami dari nilai-nilai perjuangan Bung Karno itu juga mengajarkan betapa pentingnya melawan ketidakadilan meski harus melewati jalan yang terjal," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.

Dia meyakini, seluruh pemikiran Bung Karno mengandung nilai perjuangan tentang pembebasan rakyat.

Sebab, lanjut Hasto, pemikiran Bung Karno memiliki desain untuk membawa rakyat berdaulat, bukan untuk mengubah kedaulatan rakyat hanya menjadi kedaulatan bagi keluarganya sendiri.

“Untuk itu, tujuan kita adalah merombak struktur kekuasaan yang tidak adil, struktur kekuasaan yang desainnya adalah untuk kedaulatan rakyat, tapi telah dirubah untuk keluarga, ini yang harus kita lakukan perlawanan dari aspek intelektual hingga menjadi gerakan,” ujarnya.

Sementara pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan bahwa para pendiri bangsa memiliki kemampuan berpikir.

Ia mengatakan, penting untuk mengembalikan kemampuan tradisi berpikir untuk diterapkan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, Rocky selalu menyukai diundang dalam acara diskusi seperti ini.

"Karena hanya dengan pikiran kita bisa meloloskan seluruh ide, untuk bertengkar dengan pikiran bangsa. Saya mau memaksimalkan forum ini, sebagai upaya pertama untuk mendalilkan bahwa ada Ibu Kota Negara, tetapi saya ingin Rangkasbitung jadi Ibu Kota Pikiran," ungkap Rocky.

Dia menekankan, forum ini ialah diskusi Buku Merahnya Ajaran Bung Karno. Dia ingin mengajak audiens untuk membaca bagaimana Bung Karno bisa direlevansikan di dalam keadaan hari-hari ini di tengah ada ketegangan dunia.

Rocky mengatakan, ketika orang bepergian ke Eropa atau Amerika Serikat, mereka tidak bertanya soal bahasa. Namun, mereka akan bertanya tentang HAM, demokrasi, lingkungan hidup, dan solidaritas kemanusiaan.

"Semua itu adalah pikiran Bung Karno, bahkan mendahului zaman. Jadi, kita jangan tenggelamkan pikiran itu," katanya.

Sementara itu, penulis buku "Merahnya Ajaran Bung Karno" Airlangga Pribadi Kusman menyinggung gagasan yang muncul pada 1970-an bernama theatre of the oppress (teater kaum tertindas).

Menurutnya, gagasan yang ditulis Sastrawan Augusto Boal itu menggambarkan perjuangan Presiden Pertama Sukarno alias Bung Karno yang melawan penindasan oleh penjajah untuk mendorong pembebasan. Ia menilai semangat itu kini sudah berbeda.

"Dalam teater itu kalau kita dalam konteks perjuangan, maka akan melihat Bung Karno adalah tokoh yang mendorong pada proses pembebasan dan perubahan sosial," tambah Airlangga.

Dia menyebut, Bung Karno sebagai tokoh theatre of the oppress yang melibatkan rakyat untuk turut membangun Tanah Air dan seisinya, bukan sebagai penonton saja.

"Mereka (rakyat) tidak diam, mereka bagian dari teater pembebasan," tuturnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus