Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kampanye Bukan Pasar Malam

Ppp mengadakan seminar mengenai strategi kampanye. hasilnya a.l, juru kampanye harus ditatar dulu, tidak akan menghimpun massa secara terpusat. di semarang knpi mengadakan sarasehan hal yang sama.(nas)

16 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMPANYE pemilu tahun depan, boleh diharap, akan lebih sistematis dibanding pemilu-pemilu yang sudah. Setidaknya, PPP misalnya, jauh hari berusaha merumuskan siasat, agar kampanye mendatang, "Tidak hanya memainkan slogan-slogan belaka, atau melontarkan isu-isu murahan," ujar Ridwan Saidi Ketua Lajnah Pemilu PPP. Untuk itu, memang, pertama kali PPP menyelenggarakan seminar ihwal kampanye. Seminar berlangsung sehari, Sabtu pekan lalu, di Kantor Pusat PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta. Di situ kampanye dikaji dari berbagai dimensi, misalnya dimensi sosial-budaya dan ekonomi. Begitu serius PPP menyelenggarakan pengkajian itu, sampai-sampai isi seminar tak boleh disiarkan oleh pers. "Agar orang bebas bicara dalam seminar ini," kata Ridwan. PPP, rupanya, berniat muncul dengan penampilan yang lain. Partai yang dalam pemilu-pemilu yang lalu tampil dengan tanda gambar Ka'bah ini tak akan memulai kampanye mendatang dengan bahasa dan uraian Quran. Tak pula menyangkut-pautkan mencoblos dengan surga, dan tak akan menyenggol isu agar ongkos naik haji diturunkan. Isu-isu semacam itu kini dinilai sebagai isu murahan oleh PPP. "Hal-hal itu memang gampang dicerna oleh rakyat," kata Ridwan Saidi. Tapi sekarang, tambahnya, rakyat tambah sadar dan kian berpendidikan. "Sudah tidak bisa lagi berkampanye: Pilihlah kami, nanti harga kurma akan murah." Tak hanya itu. PPP juga tak akan sembarangan memakai juru kampanye. Yang boleh berkampanye, hanyalah orang-orang yang sudah ditatar oleh PPP. Bahkan, seandainya Rhoma Irama, raja dangdut itu, ingin menjadi juru kampanye PPP, ia pun harus ditatar dulu. "Kami tidak akan memakai sistem bintang, seperti dulu. Kalau ada artis yang mau jadi jurkam, langsung ikut naik panggung. Itu hanya aspek hura-hura, aspek badut," kata Ridwan. "Joget harus dikurangi, karena pemilu bukan pasar malam." Sesungguhnya, apa yang hendak diraih PPP? Partai ini dari dulu memang menilai kampanye soal penting. Setidaknya, inilah satu-satunya partai yang pernah mendokumentasikan dengan rapi kasus-kasus Pemilu 1977. Dalam buku setebal 157 halaman, PPP mengumpulkan berbagai kasus dengan rincian, bahkan yang terjadi di tingkat desa. Misalnya, pada 8 Maret 1977, sekitar pukul 14.00, tiga warga PPP dipukuli oleh Kepala Desa Kalikajar, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Ja-Tim, karena memasang tanda gambar Ka'bah. "PPP akan menghindari kemungkinan timbulnya tindak kekerasan," kata Ridwan Saidi. Karena itu, dalam kampanye kelak, misalnya, PPP tidak akan menghimpun massa secara terpusat di suatu tempat. "Kami akan menerapkan sistem kampanye menyebar, sehingga lebih terkontrol. Kampanye paling tinggi akan dilakukan di tingkat kabupaten," kata Ridwan Saidi. Rupanya, PPP belajar banyak dari kerusuhan yang terjadi di Lapangan Banteng, Jakarta (1982). Memang, peristiwa itu berakibat turunnya perolehan suara bagi PPP. Hasilnya tak seperti pada Pemilu 1977, Golkar akhirnya tampil sebagai pengumpul suara terbanyak di Jakarta. "Kampanye bisa membikin orang goyah dalam menentukan pilihan," kata Ridwan Saidi. "Orang bisa urung memilih, hanya karena kampanye tidak berkenan di hati." Tapi, Arbi Sanit, ahli ilmu politik dari UI, salah seorang pembicara dalam seminar itu, tak sependapat dengan Ridwan. "Tak banyak pengaruh kampanye," katanya pada TEMPO. Ia berpendapat, ditilik dari getolnya kampanye PPP dan PDI, mestinya kedua partai itu menang besar dari Golkar. Kenyataannya, Golkar yang tampil sebagai pemenang. "Sebab, pada dasarnya pemilih tidak bebas memilih," kata Arbi. "Ada faktor paternalistik antara masyarakat dan pemimpinnya. Pemilih, pada dasarnya tidak bebas, karena bergantung pada pemimpinnya." Jika sang pemimpin memilih Golkar, misalnya, orang pun ramai-ramai memilih Golkar. Sarasehan ihwal kampanye juga berlangsung Sabtu lalu, di Semarang. Diselenggarakan oleh DPD KNPI Ja-Teng, sarasehan itu dihadiri sekitar 150 orang. Tampil sebagai pembicara, H. Karmani (Ketua DPW PPP Ja-Teng), Kardiman (Ketua DPD GolkarJa-Teng), serta Sri Handoko (Wakil Sekretaris DPD PDI Ja-Teng). Adapun pembahas, antara lain, Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, dosen Undip. Kardiman dari Golkar berpendapat, pemlu mendatang akan lebih tertib. "Toh semua sudah berasas tunggal Pancasila. Jadi, tidak bakal ada antem-anteman," katanya. Kardiman berjanji, Golkar Ja-Teng akan memenangkan pemilu nanti dengan jujur, tertib, disiplin, dan sportif. "Pemilu mendatang benar-benar akan menghasilkan produk demokrasi yang bermutu," katanya. Karmani dari PPP sependapat bahwa dengan persamaan asas, konflik antarkontestan tak akan muncul lagi. Tapi, toh ia mengkritik aparat keamanan. "Betapapun dekatnya aparat keamanan dengan suatu kontestan, janganlah meninggalkan watak sebagai abdi negara," katanya. Sri Handoko dari PDI lebih banyak menyentil kaum muda, terutama KNPI. Sebagai motor pembinaan generasi muda, "Hendaklah KNPI menyadari bahwa dirinya bukan komputer, yang hanya mengeluarkan output berdasarkan input pembuat program," katanya, yang disambut tepuk tangan hadirin. Prof. Satjipto Rahardjo berpendapat, pemilu sebenarnya tergolong lembaga baru bagi Indonesia. "Ini harus diakui," katanya, "agar kita tak menyalahkan bangsa sendiri dengan membanding-banding dengan bangsa lain." Lagi pula, Indonesia memiliki kultur tersendiri, yakni: Musyawarah, kekeluargaan, dan keselarasan. "Kultur inilah yang membedakan pemilu di Indonesia dengan di negara lain," tambahnya. Ide sarasehan di Semarang ini, menurut Tjahjo Kumolo, Ketua DPD KNPI Ja-Teng, muncul karena pada pemilu lalu, "Terjadi banyak insiden yang melibatkan generasi muda dari ketiga kontestan," katanya. "Kami kepingin pemilu mendatang lebih berkualitas. Tak perlu gebuk-gebukan dalam berkampanye." Saur Hutabarat Laporan A. Luqman (Jakarta) & Jusro MS (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus