Pengalaman baru

ALHAMDULILLAH, sudah dua pekan kami menempati kantor baru: di Jalan H.R. Rasuna Said, Kav. C-17 Kuningan, Jakarta Selatan. Pindah kantor, ini yang ketiga kalinya, merupakan pengalaman baru bagi sebagian di antara kami. Karena itu, banyak cerita yang lucu-lucu. Pada awal kami berkantor di Gedung TEMPO, menempati dua lantai dari gedung bertingkat 9 itu, masih ada saja teman yang nyasar. Redaktur Pelaksana Syu'bah Asa, misalnya, pada hari pertama dengan tenang masuk ke Gedung Cipta, yang terletak selang beberapa gedung sebelum kantor TEMPO. Soalnya, Gedung Cipta itu mirip dengan kantor kami: bangunannya berwarna putih. Setelah Syu'bah melihat tak ada wajah-wajah yang dikenalnya, baru ia sadar nyasar ke kantor orang lain. Wakil Pemimpin Redaksi Fikri Jufri juga suka nyasar. Tapi, bukan ke kantor orang lain. Ia suka salah pencet nomor lantai pada tombol lift. Maklum, kantor baru. Perbedaan lain yang kami alami dari kantor sebelumnya, di Pusat Perdagangan Senen, adalah soal angkutan. Kami tidak bisa setiap saat mendapatkan bis atau Metromini seperti di Senen dulu. Selepas pukul 21.00, karyawan yang tidak punya kendaraan sendiri terpaksa mencegat taksi atau menumpang pada teman, karena tidak ada lagi angkutan umum. Tak cuma itu kesulitan kami. Saat mulai bekerja di kantor baru, pada hari pertama, komputer -- alat vital untuk kerja di bagian foto, perpustakaan, dan redaksi -- tidak langsung "bekerja" dari pagi. Selain itu, telepon kami, yang punya belasan saluran tersebut, juga sulit untuk dipakai keluar pada jam sibuk, di samping terganggu oleh induksi. Teleks baru berfungsi setelah seminggu. Bahkan teleprinter untuk Reuter sampai pekan ini masih menumpang di kantor lama, karena belum ada saluran. Yang menguntungkan kami, terutama karyawan redaksi, yang suka datang agak siang dan pulang malam, boleh dibilang tidak pernah mengalami kemacetan di jalan. Dan, kami juga tidak perlu berebut parkir dengan orang lain, terutama pada tanggal muda, menjelang Lebaran, atau Natal seperti waktu berkantor di tengah pasar dulu. Kantor baru ternyata juga mengubah gaya hidup kami. Kami tidak bisa lagi memesan bermacam-macam makanan seperti di Pasar Senen. Kini, kami, misalnya, harus pesan makanan di kantin, warung di sekitar kantor, atau di kafetaria gedung tetangga. Masih ada cara kerja yang mesti kami sesuaikan dengan tempat baru ini. Misalnya, kami tidak bisa lagi sepanjang hari dan malam membuka kantor. Pada hari-hari tertentu, ketika redaksi tidak menghadapi deadline, kantor hanya buka sampai pukul 18.00. Maka, bila Anda mempunyai urusan dengan kami, dari Selasa sampai Kamis, kantor kami hanya buka sampai pukul 18.00. Sedangkan pada Jumat dan Sabtu, kami buka kantor sedikit lebih malam, sampai sekitar pukul 20.00. Dan, pada hari Senin, seperti biasa, kami tetap begadang sampai pagi. Tapi, yang tak berubah pada kami adalah tekad untuk menyajikan yang terbaik bagi Anda dan tepat waktu. Bagi Anda, terutama yang tinggal di Jakarta, TEMPO akan sampai di tangan Anda pada hari Rabu sebelum Anda makan siang. Dan, bagi Anda yang ingin datang ke kantor kami, terutama Pak Pos, jangan sampai keliru antara Gedung TEMPO dan gedung PT TEMPO, karena keduanya berlokasi di jalan yang sama, bahkan di sisi jalan yang sama. PT TEMPO adalah perusahaan yang memproduksi obat-obatan, sedangkan produksi kami adalah majalah. Keduanya perlu, tapi yang pertama bukannya enak buat dibaca, seperti yang Anda pegang sekarang ini.