Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) batal mengusung Anies Baswedan untuk maju di kontestasi pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024. Dua kali PDIP dikabarkan akan mencalonkan Anies di Pilkada DKI Jakarta dan Jawa Barat. Namun, dua kesempatan tersebut akhirnya urung dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi Kusman, menilai strategi PDIP yang tidak jadi mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024 dilandasi oleh masa lalu saat Pilgub Jakarta 2017, yang memunculkan pembelahan keras, terutama dari pendukung Anies dan Ahok atau Basuki Tjahja Purnama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, meskipun probabilitas kemenangan Anies lebih besar, tetap saja akan berisiko terjadi pembelahan sosial dari dalam PDP. “Maka itulah kenapa kemudian saya pikir (itu salah satu) rasionalisasi PDIP tidak mengusung Anies di Jakarta,” ujar pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair itu kepada Tempo, Sabtu, 31 Agustus 2024.
Karena itu, dia menambahkan, daripada fokus di DKI Jakarta, PDIP berusaha untuk memaksimalkan kemenangan di daerah lain yang bisa jadi lebih potensial, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pun saat tawaran untuk maju di Pilgub Jawa Barat diberikan kepada Anies, dia menyebut Jawa Barat bukan pusat pertarungan politik utama.
“Karena anggapannya kan secara konstituen (Anies) lebih dekat dengan kubu kelompok Islam politik di Jawa Barat. Tetapi, di sisi lain, Anies melihat bahwa seperti yang diutarakan kemarin oleh beberapa pendukungnya, bahwa tidak ada aspirasi atau Mas Anies sendiri tidak ada aspirasi dari Jawa Barat untuk mendukung beliau sebagai gubernur," katanya.
Menurut dia, kemungkinan yang terjadi bila Anies tetap maju sebagai calon kepala daerah, ada kekhawatiran oleh pihak tertentu yang merasa adanya ancaman politik. Hal ini terkait dengan dugaan adanya campur tangan dari Presiden Jokowi. Hal itu memungkinkan terjadi karena sejak 2017 Anies dianggap sebagai ancaman politik utama oleh Jokowi.
Ancaman tersebut baik dari kelangsungan dinasti Jokowi atau lingkaran kekuasaanya. “Sehingga di situlah ada manuver-manuver politik dari lingkaran kekuasaan Mulyono ini, kemudian cenderung untuk berusaha menggagalkan kembali kandidasi Anies di Jawa Barat,” jelas Airlangga.